Oleh: Anan Mujahid
Pada umumnya, Pers dikenal sebagai sarana komunikasi massa yang melaksanakan kerja-kerja jurnalistik berupa pencarian, peliputan, pengelolahan, dan secara mendasar memberi informasi secara terbuka kepada publik, baik dalam bentuk tulisan, gambar dan lain sebagainya. Seiring dengan perkembangan yang semakin modern, pers juga berfungsi untuk menciptakan kontrol dan keseimbangan (check and balances). Karena itulah, Pers dikenal sebagai pilar keempat demokrasi setelah lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif.
Indonesia terkhususnya, gemuruh reformasi 1998 yang dikenal sebagai gelombang demokrasi, salah satu hal yang menjadi tuntutan adalah kebebasan Pers. Diketahui bersama, pada masa orde baru kebebasan pers sangat dikekang. Sehingga awal bergulirnya reformasi, undang-undang no.40 tahun 1999, yang dikenal sebagai UU pers, telah ditegaskan dalam pasal 3 ayat (1), yakni fungsi Pers sebagai media kontrol sosial.
Pers di Kampus
Dalam lingkup kampus, terdapat pula lembaga pers yang dikelola oleh mahasiswa dengan menjalankan fungsinya seperti pers pada umumnya yang dikenal dengan kata persma --pers mahasiswa. Kehadiran pers mahasiswa sebagai unit kreatifitas mahasiswa (UKM), tentunya merupakan salah satu anti-tesa dari penyebarluasan informasi dalam lingkup kampus. Karena tak dapat dipungkiri bahwa, Media milik kampus (Humas) hanya memberitakan informasi tentang kampus hanya pada sisi positifnya saja dan berupaya menutup suatu permasalahan yang terjadi.
Olehnya itu, selain menjadi penyeimbang informasi di lingkup kampus, keberadan lembaga pers mahasiswa sangatlah penting untuk mengawal gerakan-gerakan yang diinisiasi oleh mahasiswa sebagai insan yang menghendaki perubahan pada tatanan sosial (agent of change).
Represif Kampus Kepada Pers Mahasiswa
Meskipun telah diatur UU tentang pers dan UU perguruan tinggi no.12 tahun 2012 tentang kebebasan akademik, rupanya masih ada yang salah kaprah tentang pers mahasiswa. Kehadiran pers mahasiswa dalam kampus tidaklah berjalan mulus dan di hadapi berbagai tantangan, tak jarang pula pihak kampus menganggapnya sebagai ancaman, karena berita yang diterbitkan akan merusak citra kampus di publik.
Dilansir dari laman resmi perhimpunan pers mahasiswa Indonesia (PPMI), pada laporan terakhir, tercatat 185 kasus represif terhadap pers mahasiswa pada tahun 2020-2021 dan setiap tahunnya terus mengalami peningkatan. Selain represif, bahkan adapula lembaga pers mahasiswa yang dibredel. Seperti yang dialami LPM Lintas di kampus IAIN Ambon, yang memberitakan tentang kasus kekerasan seksual di lingkup kampus, lalu pihak kampus mengeluarkan SK No.92 tahun 2022 untuk mematikan gerak dari LPM tersebut.
Serpihan Pengalaman
Pada suatu waktu, penulis pernah mengalami kejadian yang cukup membahayakan, saat meliput aksi demo di kampus. Mahasiswa berdemonstrasi dengan membakar ban, salah satu oknum dosen datang lalu menuding sebagai provokator dan menyuruh pihak keamanan untuk memukul, tetapi masih membela diri.
Di kejadian lainnya, karena massa aksi saling dorong-mendorong dengan dosen dan pihak keamanan, penulis hampir terhempas ke ban yang terbakar, tetapi beruntung karena ada seorang kawan yang menahan.
Perlindungan Hukum
Sebenarnya jika ditinjau secara normatif dalam UU no.40 tahun 1999 tentang pers, tidak dijelaskan secara khusus (lex specialis) tentang pers mahasiswa. Melainkan hanya mengatur tentang pers umum. Hal ini tentunya, membuat posisi pers mahasiswa sangatlah dilematis karena tantangan yang dialami.
Selain itu, karena merupakan bagian dari UKM (organisasi internal kampus) yang diberikan SK oleh pihak kampus. Tak dapat dipungkiri, masih ada rasa ketergantungan dari pendanaan, maupun fasilitas kampus yang digunakan. Sehingga, arah juang pers mahasiswa menjadi stagnan.
Olehnya itu, pembahasan tentang perlindungan (payung) Hukum bagi pers mahasiswa harus dikawal secara serius, agar tidak hanya menjadi isu murahan dalam forum kongres, maupun rakernas yang diselenggarakan Perhimpunan pers mahasiswa Indonesia (PPMI) dan perlu pengusulan pada Dewan pers melalui langkah hukum, seperti halnya melakukan revisi terhadap UU pers di lembaga legislatif (DPR). Semoga!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H