pembatasan jumlah anggota DPD yang tidak boleh lebih dari 1/3 anggota DPR :
"dengan jumlah anggota yang terbatas dalam pembuatan keputusan politik nasional dan daerah tentu dapat merugikan, apalagi DPD tidak memiliki hak veto".
tidak seimbangnya fungsi dan wewenang :
"DPD hanya dapat memberi pertimbangan, usul ataupun saran, sedangkan yang memutuskan adalah DPR, hal ini sangat tidak lazim dalam sistem bikameral".
Sebenarnya, upaya DPD untuk mencari keadilan agar lebih berperan aktif dalam merumuskan hingga menetapkan suatu peraturan undang-undang sudah pernah dilakukan, dengan permohonan judicial review ke mahkamah konstitusi terhadap UU MD3 (UU no.27 tahun 2009) dan UU P3 (UU no.12 tahun 2011), permohonan tersebut diterima oleh kepaniteraan MK pada tanggal 14 september 2012, berdasarkan akta penerimaan berkas permohonan no. 320/PAN.MK/2012 dan dicatat dalam registrasi perkara no. 92/PUU-X/2012.
Atas pengujian tersebut MK menyimpulkan beberapa pokok persoalan konstitusional DPD, yakni :
kewenangan DPD mengusulkan RUU yang di atur dalam pasal 22D ayat (1) UUD 1945, yang menurut DPD, RUU dari DPD harus diperlakukan setara dengan RUU dari presiden dan DPR.
kewenangan DPD ikut membahas RUU bersama DPR dan presiden, DPD
memiliki kewenangan memberi persetujuan atas RUU yang disebut dalam pasal 22D UUD 1945.
keterlibatan DPD dalam penyusunan program legislasi nasional (prolegnas) yang menurut DPD sama dengan keterlibatan Presiden dan DPR.
kewenangan DPD memberi pertimbangan terhadap RUU yang disebut pada pasal 22D UUD 1945.