Kedua adalah tipe pemimpin kreatif.
Pemimpin ini udah biasa membuat kebijakan yang terukur dan punya analisa yang jelas. Jadi ketika ada masalah pandemi ini mereka dengan sigap membuat kebijakan yang cepat dan tanggap.
Mereka punya data dan rutin menyebarkan ke media sosial. Kebijakannya pun punya langkah yang jelas. Misal untuk mengurangi pemudik yang kembali ke daerahnya, mereka memberi intensif bantuan bagi perantau agar dapat bertahan di daerah perantauan. Analisanya jelas. Orang jangan sampai pulang yang ke daerah asalnya. Langkahnya yaitu dengan memberi bantuan agar bisa bertahan. Bukan sekedar himbauan yang tentu saja tidak dapat membuat perut kenyang.
Ketika ada kekurangan atau tingkat keefektifan  belum mencapai 100%, kebijakan pemimpin model ini masih bisa diterima warganya kok. Kritik sana sini wajar saja. Kritik karena ada kebijakan lebih baik daripada kritik agar pemimpin membuat kebijakan.
Sayangnya model pemimpin administratif lebih banyak terpilih. Karena mereka biasanya didukung oleh organisasi keagamaan atau partai. Pemimpin ini banyak dekat dengan tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh politik. Sehingga pengaruhnya cukup kuat di masyarakat yang masih memandang secara ketokohan saja.
Memilih pemimpin harus nya berdasarkan skill kepemimpinan yang kreatif. Bukan hanya karena didukung oleh organisasi keagamaan dan partai yang besar saja. Ingat kita memilih pemimpin rakyat bukan ketua keagamaan atau partai politik.
Ibarat memilih pelatih bola, Pilihlah yang punya skill melatih yang jago. Bukan orang yang dianggap bisa melatih karena didukung oleh kelompok suporter yang belum tentu semua paham skill melatih seperti apa.
Tulisan ini sebenernya ditulis ketika masa PSBB menjelang hari raya. Tetapi belum sempat di upload. Tapi tidak apa-apa. Sedikit relevan lah ya hehe
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H