Â
[caption caption="Gambar dimodifikasi dari Kompasiana.com"][/caption]
Benarkah Mereka Berjihad?Â
Maraknya aksi terorisme berkedok Islam yang terjadi di berbagai belahan dunia akhir-akhir ini benar-benar telah mencoreng citra sejati Islam yang penuh welas asih. Â Baik aksi terorisme sporadis seperti di Paris, Istanbul atau Jakarta maupun aksi terorisme yang berlangsung secara terstruktur, sistematis dan masif seperti yang dilakukan para pemberontak di Suriah, semuanya mengusung nama Islam dengan jargon "jihad"nya.
Namun benarkah klaim jihad mereka? Â Kita dapat mengukur kebenaran klaim "jihad" mereka dengan pertanyaan-pertanyaan sederhana berikut.
Bagaimana mungkin seseorang yang mengaku jihadis tega untuk menyerang bahkan membunuh warga sipil yang tidak tahu apa-apa?
Bagaimana mungkin seseorang yang mengaku jihadis tega untuk membantai lawan yang sudah tidak berdaya? Bahkan dengan cara-cara yang sangat keji dan barbar?
Bagaimana mungkin seseorang yang mengaku jihadis dengan sangat pengecut menjadikan sekelompok penduduk sipil yang mereka sandera dalam kerangkeng besi sebagai perisai hidup untuk menghadapi gempuran lawan?Â
Bagaimana mungkin seseorang yang mengklaim jihadis menyerang para wanita dan anak-anak? Bagaimana mungkin seseorang yang mengklaim  jihadis bersikap sangat melecehkan wanita dan menjadikannya sebagai budak pemuas nafsu mereka?
Perilaku mereka amat jauh dari yang dimaksudkan jihad. Tidak ada sebutan yang pantas untuk mereka selain : TERORIS. Mereka sangat tidak layak untuk membawa nama Islam yang sangat agung. Para teroris telah dengan lancang dan sangat keji mengotori kesucian dan keagungan Islam. Mereka telah merusak kewibawaan jargon jihad dan menjatuhkannya ke dalam jurang yang teramat kelam.
Lalu, bagaimana sebenarnya yang dimaksud jihad dalam perspektif Islam?
Skala Prioritas dalam Jihad
Dalam bukunya, The Road to Allah, Ustad Jalal menjelaskan tahapan-tahapan jihad yang semestinya dilakukan seorang muslim. Mungkin di luar dugaan kebanyakan orang, berbakti kepada kedua orang tua adalah jihad pertama yang harus dilakukan seseorang yang mengaku beriman.
Seorang lelaki datang menemui Rasulullah SAW. Ia berkata, "Aku ingin berbaiat kepadamu untuk berhijrah dan berjihad. Aku mengharapkan pahala dari Allah."
Rasulullah SAW bertanya kepadanya, "Apakah salah seorang diantara kedua orang tuamu masih hidup?"
Lelaki itu menjawab, "Bahkan keduanya masih hidup."
Nabi SAW bertanya lagi, "Dan kamu ingin mendapat pahala dari Allah?"
Ia menjawab, "Benar."
Rasulullah bersabda, "Kembalilah kamu kepada orang tuamu dan berkhidmatlah (berbaktilah) pada mereka sebaik-baiknya." (Hadits Shahih Muslim)
Dalam riwayat Abu Ya'la dan At Thabrani, dengan sanad yang kuat, Rasulullah menambahkan nasihatnya, "Mohonlah kepada Allah pahala berbakti kepada keduanya. Jika kamu melakukan itu, kamu memperoleh pahala yang sama dengan melakukan haji dan umrah."
Dalam hadits lain yang diriwayatkan Ibnu Majah, An Nasai dan Al Hakim, dikisahkan seorang lelaki yang menemui Nabi SAW dan berkata, "Ya Rasulullah, aku bermaksud berperang. Aku datang untuk meminta pendapatmu."
Nabi bertanya,"Apakah kamu masih punya ibu?"
Ia menjawab, "Masih."
Rasulullah SAW menasihatinya, "Berkhidmatlah (berbaktilah) kamu kepadanya, karena surga berada di bawah kedua kakinya."
Nabi SAW memberi pengajaran pada kita tentang prioritas dalam berjihad. Jika kita dapat memperoleh surga di rumah atau negeri sendiri, kenapa harus keluar rumah atau pergi ke negeri lain untuk mencari surga?
Jika di sekitar kita masih banyak orang yang harus kita penuhi haknya, mengapa kita harus melintasi lautan untuk memenuhi hak saudara jauh kita? Masalah jihad adalah masalah prioritas. Allah dan Rasul-Nya memerintahkan kita untuk mendahulukan jihad memenuhi hak keluarga kita lebih dahulu sebelum yang lain.
Allah berfirman, "Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros" (QS Al Israa : 26)
Uwais Al Qarni, Sang Jihadis Sejati
Seorang jihadis sejati adalah seseorang yang menempatkan jihad sesuai dengan prioritasnya. Seorang jihadis sejati adalah seorang mukmin yang berakhlakul karimah, yang selalu menebarkan kasih sayang dan rasa welas asih. Bukan seseorang yang berperilaku kejam dan barbar yang selalu menebarkan permusuhan dan suka menumpahkan darah tanpa hak.
Adakah sosok jihadis sejati yang patut kita teladani? Kalau kita ingin melihat seorang jihadis sejati, lihatlah pada sosok seorang sahabat Nabi bernama Uwais Al Qarni.
Tentang Uwais Al Qarni, pada suatu hari Nabi SAW bersabda, "Aku mencium napas Rahman dari Yaman. Aku mencium hembusan Tuhan Yang Maha Pengasih dari Yaman." Nabi berpesan kepada para sahabatnya agar menyampaikan pesan dan salam beliau kepadanya kelak sepeninggal beliau.
Pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab, Uwais datang ke Madinah. Begitu para sahabat menyampaikan salam Nabi kepadanya, ia langsung jatuh pingsan.
Pada masa pemerintahan Imam Ali bin Abi Thalib, Uwais berperang di pihak sang imam. Ia dahulu tidak sempat berperang di pihak Nabi karena berbakti kepada orang tuanya yang sudah tua renta dan buta. Lelaki berakhlak mulia ini baru sempat berjihad bersama Imam Ali setelah kedua orang tuanya meninggal dunia.
Uwais Al Qarni mencari surga di bawah telapak kaki ibunya, sebelum mencari surga di bawah kilatan pedang. Ia mencurahkan keringatnya untuk membahagiakan ibunya sebelum menumpahkan darah memerangi musuhnya.
Uwais melakukan kedua jihad itu dengan memperhatikan skala prioritas. Ia mulai berjihad dengan membahagiakan keluarganya yang terdekat. Baru setelah itu, ia berjihad bersama Imam Ali untuk menghancurkan musuh-musuh kebenaran.
Uwais Al Qarni telah memberikan teladan kepada kita semua bagaimana seharusnya berjihad. Â
Â
Â
Referensi : The Road to Allah, Jalaluddin Rakhmat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H