Mohon tunggu...
Anang Wicaksono
Anang Wicaksono Mohon Tunggu... Wiraswasta - Menjadikan menulis sebagai katarsis dan sebentuk kontemplasi dalam 'keheningan dan hingar bingar' kehidupan.

Mengagumi dan banyak terinspirasi dari Sang Pintu Ilmu Nabi. Meyakini sepenuhnya Islam sebagai rahmatan lil 'alamin, pembawa kedamaian dan kesejahteraan bagi semesta alam. Mencintai dan bertekad bulat mempertahankan NKRI sebagai bentuk negara yang disepakati para founding fathers kita demi melindungi dan mengayomi seluruh umat beragama dan semua golongan di tanah tumpah darah tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Wajah Wahabi di Balik Terorisme Berkedok Islam

16 Januari 2016   12:00 Diperbarui: 18 Januari 2016   09:48 453
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kamis, 14 Januari 2016, teror bom dan baku tembak senjata api telah mengguncangkan kawasan perbelanjaan Sarinah, Jl. MH. Thamrin Jakarta. Akibatnya 7 orang tewas, 5 diantaranya merupakan terduga teroris. Kendati demikian, Indonesia tetap tidak takut terhadap berbagai aksi teror dan akan terus bersatu untuk melawannya.

Hasil penyelidikan sementara Polri mengarah kepada kelompok Bahrun Naim sebagai pelaku teror. Diduga kuat kelompok teroris yang sebelumnya tidak dikenal ini berafiliasi dengan ISIS (Islamic State of Iraq and Syria) atau setidaknya simpatisan ISIS. Ada tengara aksi teror ini terjadi terkait dengan perebutan pucuk pimpinan ISIS di kawasan Asia Tenggara.

Selama ini ISIS memang sering berkoar-koar untuk menyerang Indonesia. Dalam beberapa video yang diunggah di Youtube, mereka mengancam TNI dan Kepolisian RI. Dan kemarin, komplotan teroris yang sudah bertahun-tahun merongrong dan mengacaukan pemerintah Suriah dan Irak itu telah 'membuktikan' ancamannya.

Para peminat dan pemerhati konstelasi politik Timur Tengah pasti tidak asing dengan nama ISIS, sebuah komplotan teroris berkedok Islam yang dipimpin Abu Bakar Al Baghdadi.  Mereka berbasis di Suriah dan Irak. Dengan dukungan politik, finansial, logistik dan persenjataan dari Saudi Arabia, Qatar, Turki, Amerika, Israel, Inggris dan Perancis,  selama ini ISIS dan para pemberontak teroris yang lain merasa telah 'berjihad' untuk menumbangkan pemerintah Suriah dibawah pimpinan Presiden Bashar Al Assad yang mereka tuding sebagai 'kafir'.

Untuk menunjukkan 'cita rasa Islam' kepada publik dunia sekaligus untuk meraih simpati kaum puritan Islam, mereka mengklaim telah menjalankan sebuah 'khilafah Islam' disana. Kendati sama-sama memberontak kepada Presiden Al Assad, namun karena perbedaan pemahaman agama dan dorongan kepentingan masing-masing kelompok, klaim khilafah ISIS tidak serta merta diakui oleh kelompok pemberontak teroris yang lain. Akibatnya terjadi perseteruan dan persaingan di antara mereka sendiri yang tak jarang memakan korban jiwa yang tidak sedikit.

Dalam petualangan terorisme berdarah di kedua negara itu, ISIS -- juga kelompok teroris yang lain di Suriah seperti Free Syrian Army, Jabhat Al Nusra, Ahrar Al Sham, Jeizh Al Islam dan sebagainya -- tak segan-segan menunjukkan kebrutalan dan kekejaman mereka terhadap pihak-pihak lain yang mereka anggap musuh. Mereka mengeksekusi korbannya dengan cara-cara barbar untuk menumbuhkan rasa takut di hati lawan. Dari dipenggal, disembelih, dibakar hidup-hidup, dibom, dijatuhkan dari gedung yang tinggi hingga memakan jantung korban ala Hindun istri Abu Sufyan pada perang Uhud.

Selain itu mereka juga memperlakukan jenazah musuh dengan cara-cara yang dilarang Nabi. Bahkan dengan keji, mereka telah membongkar makam sahabat Nabi yang mulia Hujr bin Adi di Damaskus dan membawa jenazahnya entah kemana. Ironisnya mereka melakukan tindakan-tindakan biadab seperti itu dengan mengatasnamakan Islam sembari berteriak, "Allahu Akbar!". Apa yang mereka lakukan jelas amat menodai citra sejati Islam yang sangat welas asih.

Lantas, ideologi apa yang membuat para teroris itu berperilaku sedemikian barbar yang sangat bertentangan dengan nilai-nilai Islam dan spirit kemanusiaan? Sama dengan kelompok teroris yang lain seperti Al Qaida atau Boko Haram, ideologi ISIS dan para teroris pemberontak Suriah adalah Wahabi Ekstrim. Sebuah ideologi barbar racikan Ibnu Taimiyyah di abad 14 silam. Ideologi ini tidak mendapat sambutan dari umat Islam ketika itu sehingga terkubur dalam debu sejarah. Namun 4 abad kemudian, ideologi yang kental dengan semangat takfiri dan intoleran itu dihidupkan kembali oleh Muhammad bin Abdul Wahhab yang didukung penuh oleh Dinasti Al Saud di jazirah Arab.

Ciri utama ideologi Wahabi adalah puritan dan sangat kaku. Berbeda dengan pemahaman Islam Sunni atau Islam Syiah, kaum Wahabi -- mereka menamakan diri dengan Salafi, tidak mau disebut sebagai Wahabi -- membagi tauhid menjadi 3, yakni tauhid uluhiyah, tauhid rububiyah dan tauhid asma wa sifat. Dengan dasar tauhid nyeleneh ini, kaum Wahabi/Salafi kemudian menuding umat Islam lain melakukan perbuatan-perbuatan bid'ah, dan akhirnya memvonisnya sebagai sesat dan kafir.

KH Said Aqil Siraj, Ketua Umum PBNU pernah mengatakan bahwa kaum Wahabi/Salafi sangat rentan dan berpotensi besar menjadi teroris. Tinggal ada 'keberanian' dan kesempatan. Atau dengan kata lain, kaum Wahabi/Salafi sangat berpeluang besar menjadi Wahabi/Salafi Ekstrim bila ada kondisi yang memungkinkan dan mendorong ke arah itu. Bila ini terjadi, mereka layak menyandang gelar teroris.

Di Suriah, dengan menuding Presiden Bashar Al Assad sebagai seorang Muslim Syiah -- padahal seorang Alawi -- kaum Wahabi/Salafi Ekstrim dari berbagai penjuru dunia berdatangan ke sana untuk memeranginya karena menurut mereka Syiah adalah kafir.

Di semenanjung Sinai Mesir, ISIS meledakkan pesawat sipil Rusia karena Presiden Vladimir Putin membantu Presiden Bashar Al Assad untuk menumpas para pemberontak teroris di Suriah. 

Di Perancis, ISIS meneror warga Paris yang menewaskan lebih dari seratus orang. Di Turki, ISIS menyerang sebuah kawasan wisata di Istanbul yang menewaskan puluhan orang. 

Padahal kita tahu bahwa Perancis dan Turki adalah pendukung pemberontak teroris di Suriah. Kata seorang facebooker yang juga kompasianer, itulah akibatnya kalau beternak teroris. Teroris itu seperti anjing gila, mereka tidak bisa membedakan mana lawan dan mana tuan.

Sedangkan di Jakarta, ISIS juga menyerang kita, apa salah kita? Bukankah kita tidak beternak teroris di Suriah seperti Perancis atau Turki? Atau kita tidak seperti Rusia yang telah membantu pemerintah Suriah menumpas para pemberontak teroris.

Kita diteror ISIS, karena sebagian besar dari kita adalah orang-orang moderat yang menjaga toleransi antar umat beragama dan oleh mereka kita divonis sebagai kafir. Atau singkatnya, karena pemahaman kita berlainan dengan pemahaman Wahabi/Salafi. Dan itu sudah cukup bagi mereka untuk memvonis kita kafir. Bagi mereka, konsekuensi seorang kafir adalah halal darah dan hartanya.

Itulah bahaya paham Wahabi/Salafi. Dalam kondisi normal kaum Wahabi/Salafi bagaikan sebuah gunung berapi yang belum aktif. Namun dalam kondisi tertentu, gunung berapi Wahabi/Salafi bisa menjadi aktif dan meletus memuntahkan lahar teror. Mereka bisa bermetamorfosis dengan cepat menjadi Wahabi/Salafi Ekstrim. Inilah kemunculan sang teroris!

Jadi, untuk menangkal terorisme berkedok Islam, pemerintah dan masyarakat harus bahu membahu untuk mencegah penyebaran paham Wahabi/Salafi. Bagi yang sudah terjangkit paham ini, perlu ada penyadaran dan pengkondisian agar mereka tidak berubah menjadi Wahabi/Salafi Ekstrim.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun