Di semenanjung Sinai Mesir, ISIS meledakkan pesawat sipil Rusia karena Presiden Vladimir Putin membantu Presiden Bashar Al Assad untuk menumpas para pemberontak teroris di Suriah.Â
Di Perancis, ISIS meneror warga Paris yang menewaskan lebih dari seratus orang. Di Turki, ISIS menyerang sebuah kawasan wisata di Istanbul yang menewaskan puluhan orang.Â
Padahal kita tahu bahwa Perancis dan Turki adalah pendukung pemberontak teroris di Suriah. Kata seorang facebooker yang juga kompasianer, itulah akibatnya kalau beternak teroris. Teroris itu seperti anjing gila, mereka tidak bisa membedakan mana lawan dan mana tuan.
Sedangkan di Jakarta, ISIS juga menyerang kita, apa salah kita? Bukankah kita tidak beternak teroris di Suriah seperti Perancis atau Turki? Atau kita tidak seperti Rusia yang telah membantu pemerintah Suriah menumpas para pemberontak teroris.
Kita diteror ISIS, karena sebagian besar dari kita adalah orang-orang moderat yang menjaga toleransi antar umat beragama dan oleh mereka kita divonis sebagai kafir. Atau singkatnya, karena pemahaman kita berlainan dengan pemahaman Wahabi/Salafi. Dan itu sudah cukup bagi mereka untuk memvonis kita kafir. Bagi mereka, konsekuensi seorang kafir adalah halal darah dan hartanya.
Itulah bahaya paham Wahabi/Salafi. Dalam kondisi normal kaum Wahabi/Salafi bagaikan sebuah gunung berapi yang belum aktif. Namun dalam kondisi tertentu, gunung berapi Wahabi/Salafi bisa menjadi aktif dan meletus memuntahkan lahar teror. Mereka bisa bermetamorfosis dengan cepat menjadi Wahabi/Salafi Ekstrim. Inilah kemunculan sang teroris!
Jadi, untuk menangkal terorisme berkedok Islam, pemerintah dan masyarakat harus bahu membahu untuk mencegah penyebaran paham Wahabi/Salafi. Bagi yang sudah terjangkit paham ini, perlu ada penyadaran dan pengkondisian agar mereka tidak berubah menjadi Wahabi/Salafi Ekstrim.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H