Mohon tunggu...
Anang Wicaksono
Anang Wicaksono Mohon Tunggu... Wiraswasta - Menjadikan menulis sebagai katarsis dan sebentuk kontemplasi dalam 'keheningan dan hingar bingar' kehidupan.

Mengagumi dan banyak terinspirasi dari Sang Pintu Ilmu Nabi. Meyakini sepenuhnya Islam sebagai rahmatan lil 'alamin, pembawa kedamaian dan kesejahteraan bagi semesta alam. Mencintai dan bertekad bulat mempertahankan NKRI sebagai bentuk negara yang disepakati para founding fathers kita demi melindungi dan mengayomi seluruh umat beragama dan semua golongan di tanah tumpah darah tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menanti Kejujuran Saudi

24 November 2015   09:06 Diperbarui: 24 November 2015   11:42 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kejujuran, Haji dan Historisitas Al Haramain

Secara historis, Saudi Arabia merupakan negara penting bagi umat Islam. Di negara ini terletak dua tempat suci umat Islam, Mekah dan Madinah. Nabi terakhir, Muhammad SAW, sang pembawa rahmat bagi semesta alam, dilahirkan di kota suci Mekah. Dengan dukungan sang isteri Khadijah dan saudara sepupu beliau yang pemberani, Ali bin Abi Thalib, Rasulullah memulai perjuangan dakwahnya di kota kelahirannya itu.

Jauh sebelum menerima wahyu, Nabi adalah sosok yang jujur dan tidak pernah berdusta. Tidak heran masyarakat menjulukinya dengan "Al Amin" (yang terpercaya). Dengan predikat itu Nabi memulai dakwahnya. Dan di sepanjang dakwah dan hidupnya, predikat "yang terpercaya" selalu melekat pada sosok Nabi. Nabi tidak hanya mengajarkan, namun beliau juga teladan kejujuran yang tidak ada duanya.

Atas dakwah Nabi, reaksi dan penentangan keras kaum kafir Quraisy mulai bermunculan di Mekah. Semakin lama semakin keras dan sangat membahayakan perjuangan Nabi hingga akhirnya beliau diperintahkan Allah untuk hijrah ke Madinah. Di kota ini Nabi menyelesaikan semua tugas suci kenabiannya. Setelah perjuangan dakwah yang paripurna, Nabi wafat dan dimakamkan di sana.

Ka'bah di kota Mekah yang merupakan peninggalan Nabi Ibrahim as dan Nabi Ismail as menjadi tempat yang amat penting bagi umat Islam. Allah memerintahkan umat islam untuk berkiblat ke Ka'bah. Sebagai bentuk  penghargaan terhadap perjuangan Nabi Ibrahim, Nabi Ismail dan sang ibu Hajar, setiap tahun umat Islam berbondong-bondong ke sana untuk menunaikan ibadah haji sebagai rukun Islam ke-5.

Ibadah haji bukan hanya salah satu ritual Islam yang sangat penting, namun juga mengandung dimensi sosial -- pengorbanan, persatuan dan persamaan umat -- yang agung. Pada ibadah haji, seluruh umat Islam dari seluruh penjuru dunia bertemu dan berpadu menjadi satu. Si kaya dan si miskin, sang pejabat atau jelata, yang berkulit putih, coklat atau hitam, yang tinggi atau yang pendek, yang rupawan atau bukan, semuanya menyatu dalam irama penghambaan yang syahdu. 

Pada titik ini, semua atribut duniawi yang merupakan sumber kecongkakan manusia lebur. Atribut-atribut duniawi yang sering diburu dan dibanggakan manusia pada hakikatnya adalah sekumpulan debu yang mengotori kesucian hati. Semua itu sesungguhnya tak berarti di hadapan-Nya. Pada ibadah haji, semua jamaah bersatu dalam sebuah pengakuan yang jujur akan persamaan dan kerendahan diri makhluk terhadap Sang Khalik. 

Menanti Kejujuran Saudi Dalam Investigasi Tragedi Mina

Terkait dengan pelaksanaan ibadah haji tahun ini, sungguh sangat disayangkan telah terjadi beberapa peristiwa yang sangat tidak diharapkan. Dari jatuhnya crane di Masjidil Haram dan berpuncak pada tragedi Mina yang menelan korban jiwa yang amat besar. 

Dua bulan telah berlalu sejak terjadinya tragedi Mina, 24 September 2015. Tragedi yang diperkirakan memakan korban paling besar sepanjang sejarah pelaksanaan haji ini seakan-akan mulai terlupakan. Publikasi hasil investigasi yang dijanjikan penguasa monarki Saudi tak kunjung diumumkan. Bahkan sampai saat ini, secara resmi tidak ada permintaan maaf dari penguasa Al Saud.

Kecuali Iran, sepertinya tidak ada 'tekanan' dari negara-negara muslim pengirim jamaah haji supaya Saudi mengungkap dengan jujur apa yang sebenarnya menjadi penyebab tragedi Mina. Seperti ada semacam ketidakpedulian yang melingkupi mereka. Dan bagi saya, sikap apatis negara-negara muslim ini sungguh tidak patut dan amat mengecewakan.

Pertanyaan besarnya adalah, ada apa dengan penguasa monarki Saudi? Begitu sibukkah mereka dengan mengintervensi Suriah dan mengagresi Yaman sehingga kemudian melupakan tanggung jawab sebagai "Khadim Al Haramain" sebagaimana klaim mereka? Dengan terpasangnya CCTV di sepanjang jalur jamarat, apa sulitnya bagi Saudi untuk menyimpulkan penyebab tragedi Mina? Adakah sesuatu yang mereka sembunyikan, hingga mereka tak kunjung mempublikasikan hasil investigasi?

Ataukah Saudi berharap publik segera melupakan tragedi itu? Ataukah Saudi hendak membodohi publik dengan 'narasi keimanan' bahwa tragedi itu adalah semata-mata takdir Allah tanpa berusaha untuk menggunakan akal mengapa semua itu bisa terjadi? Bukankah takdir Allah tetap terjadi dalam mekanisme alam yang disebut hukum sebab akibat?

Bukankah Nabi adalah teladan seluruh umat Islam bahkan teladan bagi seluruh umat manusia? Nabi adalah teladan kejujuran terunggul dan selalu menekankan kejujuran dalam setiap aspek kehidupan.

Karena penguasa monarki Saudi adalah seorang manusia (muslim lagi), mengapa tidak Anda teladani kejujuran Nabi dengan mengungkapkan dengan sebenar-benarnya (tanpa dusta dan ditutup-tutupi) apa penyebab tragedi Mina?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun