Rasa ketakutan ini kemudian mendorong para penguasa monarki Arab untuk setidaknya mengurangi kekuatan Iran dengan jalan menjatuhkan rezim Bashar Al-Assad yang selama ini pro Iran. Disinilah terjadi titik temu antara kepentingan Amerika-Israel dengan kepentingan negara-negara monarki Arab penganut Wahabi.
Turki -- yang bukan termasuk kelompok monarki Arab -- sendiri memilih bersikap oportunis terkait konflik Suriah. Sebelum konflik meletus, Turki menjalin persahabatan yang cukup erat dengan Suriah. Namun ketika konflik pecah, bagaikan angin yang berbalik arah, tiba-tiba Turki mencampakkan persahabatan itu dan memilih berkoalisi dengan Amerika cs yang mendukung pemberontak Suriah.Â
Patut diduga perubahan sikap ini terkait ambisi Erdogan untuk membawa Turki menjadi kekuatan baru Timur Tengah disamping Iran dan Israel, setelah "jatuhnya" rezim Suriah. Disamping itu persaingan pipanisasi minyak dan gas dengan Suriah juga merupakan salah satu faktor yang mengubah sikap rezim Turki. Dengan skenario jatuhnya Suriah ke tangan Amerika cs mereka nampaknya berharap keuntungan pipanisasi itu akan beralih ke tangan mereka.
Solusi Suriah : Jalur Diplomatik Atau Perang?
Kita semua tentunya tidak ingin Suriah akan bernasib sama dengan Afghanistan, Irak atau  Libya. Negara-negara bernasib malang itu telah diserbu dan dihancurkan oleh Amerika dan sekutunya dengan alasan yang lemah, dicari-cari, bahkan tuduhan bohong. Dan kini kita hanya bisa memandang iba dan prihatin pada kekacauan yang terjadi di Afghanistan, Irak dan Libya. Sementara para kapitalis Amerika dan sekutunya berpesta pora merampok minyak Irak dan Libya. Kita tidak ingin semua itu terjadi pada Suriah. Amerika dan sekutunya harus dihentikan.
Membiarkan komplotan imperialis yang dikomandani Amerika untuk terus melampiaskan "nafsu  semau gue" nya terhadap negara berdaulat lain adalah sebuah preseden buruk yang harus dihentikan. Dan sayangnya dunia internasional selama ini hanya melihat tak berdaya kendati Amerika Serikat sudah berulang kali mengintervensi negara berdaulat lain.
Solusi diplomatik tentunya adalah solusi terbaik dalam masalah antar negara. Langkah awal  adalah menekan Amerika cs untuk menghormati Suriah sebagai negara yang berdaulat. Dan suka atau tidak suka, mau atau tidak mau harus mengakui Bashar Al-Assad sebagai presiden sah Suriah. Bila langkah awal ini bisa terealisir barulah menginjak perundingan diplomatik yang tentu saja harus menyertakan Bashar Al-Assad selaku presiden sah Suriah sebagai pemain kunci perundingan.
Namun jika Amerika dan sekutunya tetap ngotot dengan nafsu besarnya untuk menjatuhkan  Al-Assad, maka solusi pertama adalah menciptakan bargaining power untuk meredam nafsu para agresor tersebut. Kendati agak terlambat, "turun tangan"-nya Rusia secara militer ke dalam kancah pertempuran Suriah dengan serangan udaranya mulai akhir September lalu adalah manifestasi dari solusi pertama tersebut.Â
Kekuatan pengimbang yang dipimpin Rusia memang harus tampil all out untuk meredam nafsu Amerika cs. Dan setelah bargaining power poros Rusia-Iran-Cina-Suriah minimal seimbang atau lebih kuat daripada poros Amerika cs, solusi kedua adalah "memaksa" poros Amerika cs untuk memasuki jalur diplomatik. Perang harus segera dihentikan.
Perang sesungguhnya hanya akan meninggalkan luka yang perih serta mewariskan dendam dan kebencian yang tak akan pernah berujung. Sudah begitu banyak perang Suriah memakan korban jiwa maupun harta. Telah banyak yang kehilangan orang-orang yang mereka cintai dan sayangi. Banyak anak yang menjadi yatim dan piatu. Tak kurang pula orang tua yang kehilangan anaknya. Tak terhitung yang kehilangan sanak kerabatnya. Dan semua ini tak mungkin bisa dikembalikan seperti semula sebelum prahara perang berkecamuk.Â
Kita berharap semua pihak bisa menahan diri untuk selanjutnya duduk bersama di meja perundingan. Dan langkah awal dari semua itu, masyarakat internasional harus menekan Amerika dan sekutunya untuk menghormati kedaulatan Suriah dengan jalan menghentikan dukungan mereka terhadap pemberontak Suriah. Karena masalah pemberontakan adalah urusan internal sebuah negara yang tidak seharusnya diintervensi negara lain. Amerika dan sekutunya yang telah memulai menyalakan api, maka mereka pula yang pertama kali harus memadamkannya.