Bahasa pertama diperoleh secara bertahap, dan setiap tahap berikutnya mendekati tata bahasa dari bahasanya orang dewasa. Sejak awal bulan kedelapan belas, orang telah menguasai pengetahuan bahasa pertama secara informal.Â
Selain itu, proses perolehannya diterima secara tidak langsung melalui ibu / bapak, keluarga dan masyarakat sekitar. Ketidakpahaman anak merupakan tanggung jawab penuh orang dewasa, terutama orang tua, untuk mengoreksi apa yang tidak mereka pahami, karena penguasaan bahasa dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya.Â
Pada saat inilah orang tua perlu membimbing penguasaan dan perkembangan bahasa anak-anak mereka dengan memperhatikan pergaulan dan interaksi anak-anak mereka. Dibandingkan dengan orang dewasa, anak-anak mampu menyerap bahasa kedua dengan lebih baik, karena kemampuan pengucapan bahasa kedua anak-anak dengan aksen yang benar terjadi pada usia 2 atau 3 tahun, sehingga bahasa kedua anak-anak juga akan menurun seiring bertambahnya usia, dengan penurunan tajam terutama terjadi setelah usia sekitar 10 sampai 12 tahun.
Para peneliti banyak yang sepakat bahwa pada hakikatnya proses kognitif dan kebahasaan dalam kemampuan bahasa kedua bagi anak-anak sama dengan strategi yang digunakannya dalam kemampuan bahasa pertama (Simanjuntak, 1987:45). Intinya, proses pemerolehan bahasa setiap anak adalah sama, yaitu dengan membentuk dan menguji hipotesis tentang aturan bahasa. Kemampuan atau struktur bawaan yang dimiliki setiap anak secara psikologis memungkinkan pembentukan aturan-aturan ini. Inilah yang disebut perangkat akuisisi bahasa (Language Acquisition Device/LAD).Â
Oleh karena itu, meskipun orang dewasa ingin bersaing dengan anak-anak dalam mengejar penguasaan bahasa kedua, karena perbedaan antara hasil yang diperoleh anak-anak dan orang dewasa, terlihat jelas bahwa terdapat juga perbedaan dalam pemerolehan bahasa antara orang dewasa dan anak-anak.Â
Anak-anak dalam masa kritis akan memiliki kemampuan yang lebih baik daripada orang dewasa. Bahasa pertama yang terakhir akan sangat teliti, sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa isi bahasa pertama mereka akan sangat mempengaruhi upaya mereka untuk mempelajari bahasa kedua.Â
Menurut urutannya, bahasa kedua adalah bahasa yang diperoleh anak setelah menguasai bahasa lain. Jika bahasa yang diperoleh sebelumnya telah dikuasai dengan lebih baik, bahasa yang diperoleh itu disebut B2. Jika penguasaannya tidak sempurna, maka bahasa yang diperoleh itu disebut B1. Menurut perannya dalam kehidupan peserta didik, B2 tidak sekuat B1. Jika B1 digunakan untuk semua aspek kehidupan, terutama aspek emosional, maka B2 hanya digunakan untuk aspek tertentu saja.
Bahasa kedua adalah bahasa yang diperoleh anak setelah mereka memperoleh bahasa lain (Harras dan Bachari, 2009:71). Belajar bahasa kedua sendiri merupakan fenomena yang muncul dalam masyarakat multibahasa, dalam hal ini mengacu pada bahasa nasional atau bahasa kedua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H