Mohon tunggu...
Ananda Zahro Islami
Ananda Zahro Islami Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

tebar salam hapus dendam cintai sesama

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengenal Bahasa Kedua pada Anak

22 Maret 2021   17:55 Diperbarui: 22 Maret 2021   18:06 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Bahasa mengikuti perkembangan zaman, dan orang tua juga harus memperhatikan pembelajaran bahasa untuk anak-anak mereka. Jika orang tua berhasil mengenalkan bahasa ibu yang baik kepada anak, maka perkembangan bahasa anak selanjutnya tentunya akan sangat penting dan akan berbeda dengan anak yang belum mengenal orang tua. 

Pembelajaran bahasa kedua berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seorang anak-anak mempelajari bahasa kedua setelah dia mempelajari bahasa pertamanya (Dona Aji K. dan Nuryani, 2013:179). Bahasa adalah sistem simbol suara, yang bersifat arbitrer dan konvensional. Baik bahasa pertama dan bahasa kedua memiliki tingkat kebutuhannya masing-masing untuk komunikasi lisan dan tertulis.

Pembahasan dalam bahasa kedua (B2) tidak terlepas dari pembahasan dalam bahasa pertama (B1). Bahasa kedua diperoleh setelah menguasai bahasa pertama. Penguasaan bahasa kedua berbeda dengan penguasaan bahasa pertama. Perbedaannya terletak pada proses akuisisi. 

Penguasaan B1 melalui proses akuisisi, dan penguasaan B2 melalui proses pembelajaran. Pembelajaran B2 hanya dapat diperoleh melalui pendidikan formal dan informal secara sengaja dan sadar. Ini berbeda dari penguasaan bahasa pertama yang alami, tidak disengaja, dan tidak disadari. 

Pengajaran bahasa kedua telah ada selama berabad-abad, dan telah berubah seiring waktu. Perubahan ini disebabkan oleh banyak faktor, seperti persepsi tentang hakikat bahasa dan pembelajaran bahasa. 

Perbedaan cara pandang ini akan mempengaruhi tujuan pembelajaran bahasa. Steinberg (2013:190) menyatakan bahwa metode pengajaran bahasa kedua dapat dilihat dari beberapa hal seperti: fokus pengajaran bahasa, pengajaran makna, pengajaran tata bahasa.

Teori pembelajaran bahasa kedua (B2) berasal dari dunia Barat, sedangkan teori yang terlibat dalam B2 adalah bahasa Inggris. Untuk bisa mengaplikasikan teori tersebut, walaupun memungkinkan untuk membuat teori berdasarkan pengalaman kita, kita harus lebih bijak. 

Dalam hal ini B2 adalah bahasa Indonesia (BI) yang banyak diperbincangkan, apalagi sebagian besar teori tersebut berasal dari dunia Barat dan mungkin tidak sesuai dengan kebutuhan kita di Indonesia. Untuk beberapa pertimbangan, item pertama untuk pembelajaran B2 dan item kedua untuk bahasa ibu (B1). 

Padahal, pembelajaran selalu dikaitkan dengan guru, pengaturan kurikulum, alokasi waktu, dll, dan ini tidak ada dalam proses memperoleh B1. 

Ada juga fakta bahwa saat mendapat B1, anak mulai dari awal; Saat mempelajari B2, pelajar sudah memiliki sebuah bahasa. Pembelajaran bahasa adalah proses penguasaan bahasa pertama dan bahasa kedua. 

Saat mempelajari bahasa pertama, perlu diketahui bahwa seorang anak tidak akan tiba-tiba memiliki tata bahasa B1 dalam pikirannya dan telah menguasai semua aturan. 

Bahasa pertama diperoleh secara bertahap, dan setiap tahap berikutnya mendekati tata bahasa dari bahasanya orang dewasa. Sejak awal bulan kedelapan belas, orang telah menguasai pengetahuan bahasa pertama secara informal. 

Selain itu, proses perolehannya diterima secara tidak langsung melalui ibu / bapak, keluarga dan masyarakat sekitar. Ketidakpahaman anak merupakan tanggung jawab penuh orang dewasa, terutama orang tua, untuk mengoreksi apa yang tidak mereka pahami, karena penguasaan bahasa dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya. 

Pada saat inilah orang tua perlu membimbing penguasaan dan perkembangan bahasa anak-anak mereka dengan memperhatikan pergaulan dan interaksi anak-anak mereka. Dibandingkan dengan orang dewasa, anak-anak mampu menyerap bahasa kedua dengan lebih baik, karena kemampuan pengucapan bahasa kedua anak-anak dengan aksen yang benar terjadi pada usia 2 atau 3 tahun, sehingga bahasa kedua anak-anak juga akan menurun seiring bertambahnya usia, dengan penurunan tajam terutama terjadi setelah usia sekitar 10 sampai 12 tahun.

Para peneliti banyak yang sepakat bahwa pada hakikatnya proses kognitif dan kebahasaan dalam kemampuan bahasa kedua bagi anak-anak sama dengan strategi yang digunakannya dalam kemampuan bahasa pertama (Simanjuntak, 1987:45). Intinya, proses pemerolehan bahasa setiap anak adalah sama, yaitu dengan membentuk dan menguji hipotesis tentang aturan bahasa. Kemampuan atau struktur bawaan yang dimiliki setiap anak secara psikologis memungkinkan pembentukan aturan-aturan ini. Inilah yang disebut perangkat akuisisi bahasa (Language Acquisition Device/LAD). 

Oleh karena itu, meskipun orang dewasa ingin bersaing dengan anak-anak dalam mengejar penguasaan bahasa kedua, karena perbedaan antara hasil yang diperoleh anak-anak dan orang dewasa, terlihat jelas bahwa terdapat juga perbedaan dalam pemerolehan bahasa antara orang dewasa dan anak-anak. 

Anak-anak dalam masa kritis akan memiliki kemampuan yang lebih baik daripada orang dewasa. Bahasa pertama yang terakhir akan sangat teliti, sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa isi bahasa pertama mereka akan sangat mempengaruhi upaya mereka untuk mempelajari bahasa kedua. 

Menurut urutannya, bahasa kedua adalah bahasa yang diperoleh anak setelah menguasai bahasa lain. Jika bahasa yang diperoleh sebelumnya telah dikuasai dengan lebih baik, bahasa yang diperoleh itu disebut B2. Jika penguasaannya tidak sempurna, maka bahasa yang diperoleh itu disebut B1. Menurut perannya dalam kehidupan peserta didik, B2 tidak sekuat B1. Jika B1 digunakan untuk semua aspek kehidupan, terutama aspek emosional, maka B2 hanya digunakan untuk aspek tertentu saja.

Bahasa kedua adalah bahasa yang diperoleh anak setelah mereka memperoleh bahasa lain (Harras dan Bachari, 2009:71). Belajar bahasa kedua sendiri merupakan fenomena yang muncul dalam masyarakat multibahasa, dalam hal ini mengacu pada bahasa nasional atau bahasa kedua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun