Di sana berdiri para pemimpin Partai Komunis untuk menyaksikan parade Jasad Pemimpin Revolusi Soviet di Lapangan Merah, di sisi luar Kremlin.Â
Di bawahnya, dalam gelap, Lenin terbaring disinari cahaya. Maiakovskii menyaksikan parade itu dan ia kecewa karena mumi dari idolanya itu bagaikan sebuah patung lilin dalam Museum Madame Tussaud.Â
Meskipun Mausoleum Lenin lebih lugas, namun miskin ornamen, ketimbang kuil agung buat Ho Chi-Minh di Hanoi. Usaha mengabadikan pemimpin Bolsyewik itu hanya sebuah ilusi yang tak menggugah semangat. Maiakovskii di kemudian hari memutuskan untuk bunuh diri karena kekecewaanya.
Tahun 1991 Uni Soviet runtuh dan bubar. Proyek Marxisme-Leninisme dinyatakan gagal. Kapitalisme mulai berdatangan. Sebuah restoran McDonald's dibuka di Moskow dengan ramai pengunjung. Di hari-hari pertama, antrean masuk ke tempat makan ala Amerika ini lebih panjang ketimbang deretan peziarah Lenin di Lapangan Merah.
Sebuah media masa kala itu memberitakan bahwa anggaran negara untuk laboratorium Mausoleum Lenin dipangkas menjadi 20 persen. Pada tahun 1997 bahkan Presiden Yeltsin mengusulkan sebuah referendum untuk memutuskan alangkah lebih baikkah bila makam itu ditutup dan tubuh Lenin dikuburkan di samping ibunya. Namun usul ini ditolak Parlemen, namun kemudian diusulkan supaya jenazah Lenin dibawa keliling dunia sebagai pameran, sehingga akan menghasilkan uang.
Sebuah revolusi yang hendak mengubah dunia dengan semangat keilmuan, sebuah revolusi sience dan teknologi modern waktu itu, ternyata tak bisa meneruskan diri, justru karena sebuah ilusi yang dibawa modernitas itu sendiri. Vladislav Todorov, seorang cendekiawan Bulgaria dari Institut Telaah Kesenian di Sofia, mengaaan
"dan kita menemukan satu renungan tentang monumen yang tak seharusnya didirikan itu, Mumi Lenin adalah titik di mana modernisasi berhenti"
Para saintis mengatakan bahwa modernitas merupakan peralatan untk membebaskan diri dari pesona magis di dunia, tapi di Lapangan Merah itu sesuatu yang magis lahir kembali di luar rencana. Mereka yakin sience dan teknologi mampu membebaskan manusia dari takhayul dan segala ideologi, karena ilmu bisa mengendalikan dunia.
Namun kemudian bukan pembebasan, melainkan justru kendali, yang tumbuh sebagai paradigma. Revolusi pun jadi represi, dan kesadaran kelas jadi ideologi, serta berhala baru pun berdiri. Ketika Marx mencatat sesatnya manusia dalam "reifikasi" (Verdinglichung), ia sebenarnya seperti nabi klasik yang memperingatkan malapetaka pemberhalaan.
Revolusi sering memakan katakatanya sendiri. Di sebuah sudut Kota Seattle di Negara Bagian Washington, AS, ada sebuah berhala Lenin di tepi jalan yang ramai. Area itu dibeli dan dibawa seorang turis Amerika dari sebuah kota yang ada di wilayah bekas Uni Soviet, setelah penduduknya memutuskan untuk membongkar patung setinggi dua meter itu.Â
Di Seattle, benda itu ditawarkan untuk dijual. Sampai tahun lalu, ia belum laku juga. Berhala pun, seperti segala hal yang dibendakan, dengan mudah menjelma komoditas, untuk ditukar pasar.