Mohon tunggu...
Ananda Juni Safputri
Ananda Juni Safputri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Singaperbangsa Karawang

excited membahas soal gejala sosial dan hukum

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Penelantaran Rumah Tangga sebagai Tindak Pidana KDRT

3 Januari 2023   15:43 Diperbarui: 31 Januari 2024   15:23 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri degan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, hal ini terdapat pada Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan. 

Dapat dipahami bahwa dengan adanya sebuah perkawinan maka akan terbentuk sebuah keluarga dimana dalam keluarga itu menghasilkan sebuah hak dan kewajiban diantara anggotanya. Seperti tanggung jawab seorang ayah untuk memberi nafkah kepada keluarga, dan seorang ibu bertanggungjawab mengurus anak serta keluarganya. 

Keluarga adalah unit sosial terkecil dalam masyarakat yang berperan dan berpengaruh sangat besar terhadap perkembangan sosial dan perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga. 

Keluarga memerlukan organisasi tersendiri dan perlu kepala rumah tangga sebagai tokoh penting yang memimpin keluarga disamping beberapa anggota keluarga lainnya. 

Anggota keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak merupakan sebuah satu kesatuan yang memiliki hubungan yang sangat baik. Hubungan baik ini ditandai dengan adanya keserasian dalam hubungan timbal balik antar semua anggota/individu dalam keluarga. 

Sebuah keluarga disebut harmonis apabila seluruh anggota keluarga merasa bahagia yang ditandai dengan tidak adanya konflik, ketegangan, kekecewaan dan kepuasan terhadap keadaan (fisik, mental, emosi dan sosial) seluruh anggota keluarga. Keluarga disebut disharmonis apabila terjadi sebaliknya.

Namun pada kenyataannya tidak semua keluarga memiliki keharmonisan dalam keluarganya, berbagai macam hal negatif seperti penelantaran rumah tangga sering terjadi dalam sebuah keluarga, baik terhadap istri, anak, maupun suami itu sendiri. Penelantaran terhadap rumah tangga sendiri merupakan sebuah tindak kekerasan yang terjadi pada ruang lingkup rumah tangga. 

Penelanataran Rumah Tangga di Indonesia sangat marak terjadi, hal ini merupakan rahasia umum yang realitasnya sering kita jumpai dalam masyarakat kita. Seperti seorang suami yang tidak memberi nafkah kepada keluarganya, orang tua yang membiarkan anak-anaknya terlantar, tidak memberikan kesempetan seorang anak untuk mendapatkan pendidikan, orang tua yang meninggalkan anaknya, dan masih banyak lagi perbuatan-perbuatan penelantaran rumah tangga yang terjadi.

Sebagai penegasan, berbagai bentuk KDRT yang selama ini terjadi dalam realitas masyarakat, antara lain: kekerasan secara fisik, psikologi dan seksual, serta penelantaran dalam rumah tangga. 

Menurut Pasal 1 Undang-undang PKDRT yang dimaksud dengan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) adalah, setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan/ atau penelantaran rumah tangga terutama ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkungan . 

Keberadaan UU PKDRT bertujuan untuk melindungi hak-hak anggota keluarga dari kekerasan yang mungkin dan akan terjadi di dalam rumah tangga, selain itu keberadaan undang-undang ini juga bertujuan untuk menjaga keutuhan dan keharmonisan keluarga dimana hal yang terpenting untuk menjaga kerukunan dan keutuhan dari sebuah keluarga adalah bagaimana orang yang ada dalam keluarga tersebut dapat menjaga kualitas pengendalian dirinya terutama emosi yang dapat memunculkan bibit kekerasan jika terlalu dikeluarkan secara berlebihan.

Salah satu contoh dari bentuk penelantaran rumah tangga terdapat pada salah satu putusan pengadilan Nomor 335/Pid.Sus/2021/PN Kwg mengenai kasus Valencya dimana dalam putusan tersebut menimbang, bahwa mengenai istilah "menelantarkan", dalam Undang undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga tidak memberikan definisi tentang apa yang dimaksud dengan "menelantarkan", hanva saia istilah "menelantarkan" ini disebutkan dalam pasal 9 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 tahun 2004 yang berbunyi: "Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut". 

Menimbang, bahwa berdasarkan pengertian menelantarkan sebagaimana tersebut di atas, maka istilah "menelantarkan orang" dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga menurut Majelis Hakim mengandung maksud bahwa ada orang yang melakukan suatu perbuatan, dan perbuatan itu mengakibatkan orang lain dalam lingkup rumah tangganya menjadi telantar, yaitu : tidak terpelihara, tidak terurus atau serba tidak Kecukupan. 

Dalam Kasus ini terdakwa dengan bukti serta petunjuk yang ada tidak terbukti secara sah melakukan tindak penelantaran ini.  Sedangkan menurut Keterangan Ahli dikatakan bahwa memang benar Valencya selaku korban yang dirugikan mengalami sebuah guncangan psikis ,kekerasan fisik, dan stress berkepanjangan yang diakibatkan oleh terdakwa, hala ini juga dirasakan oleh kedua anaknya. Namun memang sejatinya kasus seperti ini sulit dibuktikan dalam pengadilan karena dari definisi penelantaran itu sendiri yang masih belum jelas sehingga memiliki makna yang ambigu.

Hal ini membuktikan bahwa Penelantaran rumah tangga memerlukan penegakan secara nyata dan kejelasan dalam regulasinya sehingga hal ini tidak menjadi polemik di masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun