Mohon tunggu...
ANANDA ALFIKRO
ANANDA ALFIKRO Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa UIN Walisongo Seorang Pengajar, Peneliti, dan Pendidik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Kasus Perceraian di PA Indramayu pada Masa Pandemi Covid-19 Tinjauan Kultur Budaya

3 Juli 2023   09:31 Diperbarui: 3 Juli 2023   09:36 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut hukum Islam, perkawinan itu dapat putus karena beberapa sebab, antara lain: karena putus dengan sendirinya (karena kematian), karena adanya perceraian, karena adanya putusan Pengadilan, karena terjadi Nusyuz di pihak suami istri, terjadinya Syiqoq atau percekcokan dan perselisihan antara suami dan istri, dan salah satu pihak melakukan perbuatan zina ataupun saling menuduh karena perzinahan. Sedangkan menurut pasal  39 Undang Undang Perkawinan (UUP) menyatakan bahwa putusnya perkawinan atau hal yang menyebabkan percerain hubungan suami istri yakni kematian salah satu pihak, perceraian dan atas keputusan hakim. 

Berbeda dengan pasal 199 KUHPerdata yang menyebutkan bahwasannya perkaawinan dapat bubar atau putus dikarenakan manakala salah satu pihak mengalami kematian, ketidak hadiran ditempat ( Afwezig Heid ) oleh salah satu pihak selama 10 tahun dan di ikuti dengan perkawinan baru, kemudian ada keputusan hakim setelah pisah meja dan tempat tidur dan yang terakhir dikarenakan perceraian yang di inginkan kedua pihak. 

Berbeda dengan Hukum Adat yang memberikan pemaparan terkait putusnya perkawinan, yang biasanya disebabkan oleh istri berzina, salah satu pasangan mandul, seorang suami yang tidak bisa memenuhi kebutuhan sepeerti mencari nafkah dan kepuasan lahir batin. Islam telah memberikan tinjauan agar perkawinan itu diikuti dan dilaksanakan selama-lamanya dan bersifat abadi, ditambahi rasa kasih sayang dan saling mencintai antara pihak suami dan istri. Islam juga tidak membolehkan perkawinan yang pelaksanaannya untuk sementara waktu saja tidak bersifat selamanya, untuk melepaskan hawa nafsu yang menggunakan istilah perkawinan sebagai tabir kepalsuannya saja. 

Ketika ikatan perkawinan sudah tidak mampu lagi untuk dipertahankan, rumah tangga yang mereka bina tidak lagi memberi rasa damai terhadap pasangan suami istri, maka Islam mengatur tata cara untuk mengakhiri dirinya supaya tidak terjebak dalam perceraian sebagai jalan akhir. Namun, tak jarang juga beberapa perceraian pada kenyataan bisa disebabkan oleh hal hal yang dianggap masalah sepele tetapi, bisa berdampak sebagai ppenghancur dan pengakhir dari sebuah rumah tangga seseorang.

Indramayu adalah salah satu kabupaten yang berada di provinsi Jawa Barat. Kabupaten Indramayu terletak di pesisir utara Pulau Jawa dengan jumlah penduduk 1,719 juta jiwa yang terbagi dalam 31 kecamatan Dan 305 desa. Lokasi strategis dari Indramayu yang berbatasan  dengan  Laut Jawa serta  menjadi jalur utama Pantura. Indramayu juga dikenal sebagai Kota mangga yakni sentra mangga terbesar di Indonesia. Dibalik tersohornya kabupaten Indramayu tersimpan catatan pilu dalam   maraknya kasus perceraian. 

Pada kasus perceraian tentunya memiliki beberapa faktor penyebab. Faktor penyebab yang terjadi bagi setiap hubungan keluarga, umumnya melakukan tindakan cerai sebagai solusi terakhir apabila tidak ada pemecahan solusi bagi keluarganya. Terdapat berbagai faktor penyebab dalam tingginya perceraian jika melihat kondisi sosial di Indramayu. 

Salah satunya yaitu seperti yang diungkapkan oleh Kepala Pengadilan Agama Indramayu dengan mengatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab tingginya perceraian di Indramayu sehingga wajar dalam tingkat perceraian di Indramayu masih dalam urutan tertinggi dibandingkan dengan kota Malang maupun Surabaya. 

Pada kasus banyaknya perceraian di Indramayu, 70 persennya merupakan kasus gugatan yang dilakukan oleh istri.[2] dari informasi di tersebut bahwa dalam kasus perceraian di Indramayu lebih dominan oleh kaum hawa dibandingkan oleh kaum laki-laki. Tingginya angka perceraian yang dilakukan oleh perempuan sehingga muncul ketimpangan dari berbagai aspek terlebih budaya dan sosial Mengetahui peristiwa perceraian serta faktor-faktor penyebab dari banyaknya kasus perceraian yang terjadi di Indramayu.

Terkait perubahan sosial, Kuntowijoyo menjelaskan bahwa untuk menelusuri sejarah sosial dalam arti perubahan sosial dikategorikan pada model sistematis. Dalam bukun  Sosial Change in America yang ditulis oleh Thomas C. Cochran menjelaskan terdapat beberapa elemen yang akan dijadikannya ukuran bagi perubahan sosial tersebut.[1] Begitupun dalam penelitian sejarah perceraian di Indramayu, terdapat elemen-elemen yang menghubungkan banyaknya perceraian di Indramayu dengan melihat perubahan di setiap kurun waktunya. 

Karena sejarah merupakan suatu perubahan atau history is change.Perubahan sosial dan ekonomi akibat perpindahan kekuasaan itulah yang kemudian menyebabkan masyarakat Indramayu menjadi menurun dari segi perekonomiannya. Karena faktor ini pula masyarakat yang masih di usia produktif untuk meningkatkan pendidikan lebih condong tertarik pada dunia kerja. Yang menjadi alasan utamanya yaitu karena kebutuhan untuk menafkahi orang tuanya bahkan keluarganya sendiri. Karena kondisi sosial di Indramayu, di usia remaja bahkan masih di usia dini sudah menjalani hubungan rumah tangga. Ketidak mampuan orang tua untuk membiayai pendidikan anaknya sehingga wajar dalam usia yang masih relatif remaja sudah menyandang status berkeluarga. 

Tidak dipungkiri juga dengan pendidikan yang rendah, masyarakat Indramayu selalu mencari pekerjaan sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI) atau Tenaga Kerja Wanita (TKW). Alasan hasil yang lebih besar dengan melihat dari 5 teman maupun tetangganya yang terbilang sukses mengakibatkan rasa keinginan untuk mendaftarkan diri sebagai TKI/TKW pun telah muncul. Terlebih lagi jika kondisi keluarganya telah mengalami lilitan ekonomi. Sehingga, tindakan untuk mencari pekerjaan sebagai TKI/TKW merupakan tujuan yang di capai untuk merubah status perekonomiannya. Hal itu pula yang menyebabkan dari salah satu faktor banyaknya perceraian yang terjadi di Indramayu dengan tingkatan terbesar se-Jawa Barat bahkan se-Indonesia.

Indramayu dapat dikategorikan sebagai salah satu wilayah yang terbanyak mengenai kasus perceraian. Pada kasus perceraian tentunya memiliki beberapa faktor penyebab. Faktor penyebab yang terjadi bagi setiap hubungan keluarga, umumnya melakukan tindakan cerai sebagai solusi terakhir apabila tidak ada pemecahan solusi bagi keluarganya. Terdapat berbagai faktor penyebab dalam tingginya perceraian jika melihat kondisi sosial di Indramayu. Angka perceraian di Kabupaten Indramayu menjadi yang tertinggi di Jawa Barat. Jika dirata-rata ada 12 ribu pasangan bercerai setiap tahunnya di Indramayu. 

Berdasarkan angka tersebut, sekitar seribu pasangan bercerai setiap bulannya di Indramayu. Rata-rata usia mereka 20 hingga 24 tahun. Hal tersebut yang membuat janda dan duda muda banyak ditemui di Indramayu.  Faktor ekonomi masih menjadi alasan yang mendominasi ribuan masyarakat di Indramayu bercerai setiap bulannya.  Hal itu berakibat salah satu pasangan kurang terpenuhi kebutuhan rumah tangga maupun kebutuhan biologisnya sehingga memutuskan untuk bercerai. Di masa Pandemi COVID 19 yang marak terjadi banyak sekali peraturan yang mengharuskan agar masyarakat berdiam diri di rumah masing-masing. 

Dari kebijakan tersebut timbullah antusiasme masyarakat di Kabupaten Indramayu untuk melakukan perceraian dikarenakan kurangnya tanggung jawab suami kepada istri untuk memberikan Nafkah bagi keluarga secara penuh. Ada beberapa faktor yang menjadikan faktor ekonomi sebagai faktor utama dari maraknya kasus perceraian di pengadilan agama Kabupaten Indramayu seperti :

1. Peran istri kurang memadai pada saat menyimpan uang suami. Maksudnya adalah tatkala suami mendapatkan gajian atau uang harusnya seorang istri mempunyai keahlian ataupun tanggung jawab dalam memanajemen uang. Terutama dalam konteks Pandemi COVID 19 membuat lowongan kerja semakin menyempit dan pemutusan hubungan kerja  marak terjadi sehingga terjadi ketimpangan antara pemasukan dan pengeluaran tiap keluarga. Kebanyakan mayoritas keluarga di Kabupaten Indramayu tidak menyadari bahaya dari Pandemi COVID 19 akhirnya, mereka tidak mempunyai simpanan uang ataupun barang berharga yang bisa dijual kembali.

2. Peran suami yang kurang mengayomi, kurang berusaha serta tidak mempunyai rasa peduli dan tanggung jawab terhadap keluarga. Maksudnya adalah tatkala berada di posisi Pandemi COVID 19 semua aspek yang ada di dalam negara ditutup. Baik dari aspek perekonomian, aspek pariwisata, aspek bisnis, dan sebagainya. Dengan ditutupnya aspek-aspek yang menjadi sumber pendapatan seorang suami ( kepala keluarga ) yang memiliki kewenangan untuk mencari nafkah ditutup ataupun terkena pemutusan hubungan kerja ( PHK ). 

Oleh karena itu, peran suami pada saat ini harus benar-benar matang untuk bisa mempersiapkan apa yang akan dilakukan selanjutnya karena walaupun dalam masa yang sulit peran suami sebagai kepala keluarga dan pemberi nafkah harus bertanggung jawab. pada saat ini mayoritas mata pencaharian masyarakat Indramayu adalah sebagai nelayan ataupun petani mungkin, atas ditutupnya dari semua aspek tersebut berdampak buruk bagi para petani ataupun nelayan yang ada di Kabupaten Indramayu dengan ditutupnya aspek tersebut mereka tidak mempunyai mata pencaharian lain sehingga mereka hanya menganggur di rumah. Otomatis ini adalah salah satu faktor yang menjadikan faktor ekonomi menjadi penyebab utama kasus perceraian di Kabupaten Indramayu.

Sehingga dapat disimpulkan dari 2 penjabaran yang telah disebutkan faktor ekonomi merupakan penyebab utama dari tingginya kasus perceraian di Kabupaten Indramayu pada saat kondisi pandemi COVID 19. Selain faktor ekonomi yang merupakan faktor utama penyebab maraknya kasus perceraian banyak juga faktor-faktor yang timbul sebagai faktor pendorong dari perceraian di kabupaten Indramayu. 

 ASPEK BUDAYA

Pernikahan dini merupakan salah satu fenomena yang kini masih terjadi di masyarakat Indramayu Karena pada dasarnya masyarakat Indramayu masih memegang teguh prinsip adat istiadat yang sangat kental di mana semakin muda orang tersebut menikah maka, semakin rendah pula asumsi atau pemikiran bahwa orang tersebut akan menjadi Perawan Sunti ( gadis yang tidak menikah sampai usia tua atau sampai mati ) bagi perempuan ataupun bagi lelaki akan dikenal dengan julukan Perjaka Buluk ( perjaka yang tidak menikah sampai usia tua atau sampai mati ). Dari pemaparan penjelasan tentang asumsi tersebut masyarakat Indramayu masih kurang memperhatikan yang namanya dedikasi yang sangat mumpuni, yang sangat cukup untuk mengizinkan anak-anaknya menikah karena, mereka masih mempercayai asumsi tersebut akhirnya, sampai saat ini Pernikahan dini di Kabupaten Indramayu masih tetap terjadi.

ASPEK  SOSIAL

Aspek sosial merupakan salah satu aspek pendorong yang sangat kuat selain aspek budaya. Kali ini yang dimaksud dengan aspek sosial tidak akan dijelaskan secara global ataupun umum namun, secara signifikan dan khusus yang marak terjadi di masyarakat Kabupaten Indramayu. Maksud dari aspek sosial ini yakni pengaruh lingkungan yang berada pada keluarga tersebut contohnya pengaruh tetangga, pengaruh mertua, ataupun pengaruh-pengaruh yang mendoktrin salah satu pasangan untuk berpisah ( bercerai ).

Masyarakat Indramayu masih memiliki kebiasaan buruk seperti Berghibah ( membicarakan orang lain ), menggunjing ataupun memfitnah yang sampai saat ini  masih bisa ditemui. Seperti pada umumnya berita yang belum teruji kebenarannya langsung disebarkan untuk menjadi bahan gosip ( Berghibah ) yang dominan menceritakan keburukan atau aib seseorang.  Selain keburukan seperti membicarakan aib orang lain ataupun memfitnah salah satu keburukan masyarakat yang masih tampak adalah mudah diadu domba.Banyak kasus perceraian di pengadilan agama Kabupaten Indramayu yang didasari pada omongan tetangga yang belum teruji kebenarannya secara pasti. Dari omongan yang belum teruji tersebut karena termakan oleh nafsu yang tinggi dan tanpa memfilterisasi diri otomatis timbul perkataan yang di luar kontrol kita seperti kata-kata memberikan Talak. Selain ulah tetangga yang menyebabkan huru-hara dan kekacauan pada rumah tangga seseorang ternyata pengaruh mertua memiliki peran yang mendominasi. Salah satu contoh kasus yang dapat saya berikan adalah rata-rata masyarakat di Kabupaten Indramayu manakala terlilit hutang atau pun menginginkan sesuatu yang susah untuk mendapatkannya maka, memutuskan untuk mengambil langkah bekerja di luar negeri sebagai Tenaga Kerja Wanita ( TKW ). Dalam jangka waktu 3 tahun seorang istri bekerja di luar negeri sebagai pahlawan devisa yang pada awalnya bertujuan untuk mendapatkan uang guna membayar hutang-hutangnya di Indonesia Namun, karena bujukan atau doktrin dari orang tua kandung   ( mertua Suami ) malah memberikan opsi untuk bercerai dengan memberikan alasan baik alasan secara faktual maupun alasan khayalan. Sehingga akhirnya pihak istri meminta talak kepada suaminya dengan didasari doktrin dari orang tua bahwa sang suami melakukan perselingkuhan dengan wanita lain yang belum tentu teruji kebenarannya Mungkin dari dua contoh yang penyusun berikan bisa menjadikan sebuah dasar bahwasanya nilai-nilai sosial masyarakat di Kabupaten Indramayu masih membutuhkan bimbingan ataupun perbaikan supaya tidak terjadi kasus-kasus yang serupa kedepannya.

ASPEK MENTAL

Mental yang belum kuat dan belum matang untuk mampu menempuh kehidupan berkeluarga.  Di dalam beberapa situasi dan kondisi masyarakat di Indramayu yang memegang prinsip bahwasanya "menikah itu tidak dibatasi oleh umur selagi mampu dan bisa menjalani kehidupan keluarga". Dengan adanya prinsip ini banyak masyarakat yang menurut penyusun menyalahi atau memahami penafsiran yang tidak sesuai mereka berasumsi bahwa semakin muda orang tersebut menikah maka semakin baik pula kehidupan keluarga yang akan mereka tempuh. Penyusun hanya mengambil sampel menyebutkan bahwa masih banyak anak-anak di bawah umur 19 tahun yang diizinkan orang tuanya untuk melangsungkan pernikahan. Orang tua belum mengetahui kapasitas kemampuan  anaknya dalam menjalankan hubungan rumah tangga. Ditinjau dari sisi psikis, seorang anak yang berusia di bawah 20 tahun masih belum cukup handal mengolah pemikirannya secara dewasa artinya masih belum bisa memikirkan untuk jangka yang akan datang. Dengan didasari teori itu banyak kasus perceraian di Pengadilan Agama Kabupaten Indramayu yang mana pasangan suami istri tersebut masih usia di bawah 20 tahun dan baru menjalani rumah tangga selama kurang dari 1 tahun. Setelah ditelusuri lewat metode penelitian wawancara ternyata pasangan tersebut tidak berpikir untuk jangka kedepannya. Mempunyai pemikiran " hari ini makan besok bisa makan dan lusa masih bisa makan". Oleh karena itu, banyak kasus perceraian disebabkan oleh faktor mental yang belum kuat dan belum mampu menghadapi kehidupan secara realistis otomatis tidak ada cara lain untuk mengakhiri hubungan pernikahan selain bercerai.

ASPEK KESEHATAN

Hal yang harus digarisbawahi terkait aspek kesehatan adalah bukan semena-mena ( tidak semuanya ) jadi, bisa di bilang ini hanya terjadi pada pasangan tertentu. yang dimaksud aspek kesehatan adalah Kabupaten Indramayu merupakan salah satu kabupaten di Jawa barat yang tinggi kasus HIV AIDS ditambah lagi Dalam hukum Islam seorang suami boleh menjatuhkan talak.  ( bercerai) kepada istri manakala istri mempunyai penyakit yang berhubungan dengan seksual contohnya kemandulan  ( tidak bisa memiliki Keturunan ). Serta Tidak bisa dipungkiri dan tidak bisa dilewati bahwasanya  kecantikan merupakan daya tarik seorang pria kepada wanita pilihannya. Ada pula beberapa kasus perceraian yang hanya didasari oleh kecantikan istrinya berbeda dengan kenyataan Dan dari situ kemudian pihak suami menggugat istrinya atas dasar pembohongan pada suaminya. Dapat saya simpulkan bahwa kecantikan merupakan salah satu aspek kesehatan yang memang menjadi daya tarik suatu pria terhadap istrinya manakala suami tidak puas dengan kecantikan istrinya atau dalam notabenenya itu kesehatan maka suami tersebut berani menggugat cerai istrinya di pengadilan agama.

ASPEK PELANGGARAN HAM DAN HUKUM

Salah satu faktor penyebab perceraian adalah dari aspek pelanggaran hak asasi manusia ataupun pelanggaran hukum yang dilakukan oleh oknum antara istri ataupun suami. Sering kita dengar dan sering kita lihat dari media televisi ataupun media sosial berupa internet kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia dalam ranah rumah tangga seperti kekerasan dalam rumah tangga ( KDRT ) ataupun tindakan penganiayaan, serta tindakan pidana ringan ( Tipiring ).

Akibat dari perbuatan yang telah dilakukan oleh salah satu oknum dari pasangan suami istri tersebut dapat merugikan salah satu pihak sehingga pihak tersebut menuntutnya sampai ranah Pengadilan Agama untuk melakukan perceraian karena telah dianiaya. Bukan hanya di situ saja jika ranahnya sudah melanggar hak asasi manusia ataupun hukum yang berlaku di Indonesia maka salah satu  dari pasangan tersebut bisa dipidanakan. Karena hal tersebut bisa menyebabkan trauma yang cukup berat bagi korbannya dan  bisa menyebabkan seseorang tersebut Tidak mempunyai kebebasan ( tertekan ) bagi korbannya.

                        Dari beberapa ulasan terkait aspek pendorong maraknya kasus perceraian di pengadilan agama Kabupaten Indramayu yang dijabarkan oleh penyusun maka secara garis besar dapat disimpulkan bahwasanya faktor utama dari kasus perceraian tersebut adalah faktor ekonomi dan faktor Kultur budaya masyarakat. Lalu, Apa hubungan antara aspek ekonomi dan aspek kultur budaya yang menjadi Faktor utama ?

                Faktor ekonomi menjadi factor utama dari adanya perceraian dimanapun tempat terjadinya perkawinan jika dari segi ekonomi kurang mampu dalam menjalani kehidupan berumah tangga. Maka, bisa jadi pasangan tersebut bisa bercerai. Karena pada dasarnya pihak suami sebagai kepla keluarga harus bisa memberikan nafkah lahir dan batin salah satunya bertujuan untuk membentuk kehidupan yang harmoni di kelurga mereka. Namun, pada saat ini semua aspek kehidupan tertutup dan terbatasi karena dilanda Pandemi COVID 19. Semua aspek warga negara menjadi terhambat dan tertutup semua hal dan kegiatan selalu dibatasi dan di control oleh pemerintah. Banyak sekali Pemutusan Hubungan Kerja terjadi dimana mana hal ini disebabkan merosoknya semua system ekonomi global yang terhambat.

            Jika seorang suami tersebut menjadi karyawan dalam suatu perusahaan dan seketika perusahaan tersesbut dinyatakan pailit dan bangkrut maka mau tidak mau harus dilakukan memutus hubungan kerja karyawan. jika seorang suami yang di PHK dan tidak mempunyai keahlian atau bakat tertentu otomatis akan menjalani hari hari kedepan dengan menganggur tanpa adanya pemasukan. Sedangkan, pengeluaran tiap hari pasti ada namun pemasukan nihil sama sekali tidak ada. Jika tidak terjadi hubungan timbal balik dan saling mengerti, saling memahami dan saling merasakan dari pihak suami dan istri tentu saja semua pihak akan membantu dan saling memberi dukungan untuk memulai dan mencari nafkah dengan jalan lain. Namun kebanyakan istri di kabupaten  Indramayu  hanya mengandalkan kinerja dan nafkah dari suami saja ditambah lagi seorang istri tidak mempuyai tabungan untuk masa krisis atau panceklik.

            Dengan dilanjutkan dengan beberapa masalah seperti harga sembako yang semakin mahal atau pengeluaran yang boros menjadi salah satu awal dari pertengkaran dalam rumah tangga seseorang. Tatkala terjadi pertengkaran seorang suami berapi api karena disalahkan oleh pihak istri karena tidak mau bekerja dan dominan menganggur dirumah tanpa adanya pemasukan sedikit pun. Hingga, akhirnya seorang suami dengan rasa marah secara tidak langsung menguarkan kata kata TALAK kepada istrinya dan menyuruh istrinya untuk pulang kerumah orang tua. Dari sisi orang tua tidak bisa memberikan Arahan atau beberapa nasihat atas apa yang terjadi pada rumah tangga anaknya. Mereka hanya bisa memberikan opsi akhir untuk meminta bercerai dengan suaminya dengan dalih dan alasan masih banyak orang yang lebi tampan dan lebih kaya dari suami yang sekarang. Atau bisa juga dengan menyuruh sang anak untuk menjadi TKW diluar Negeri seperti Taiwan, Arab, Singapura dan Malaysia.

Setelah mengetahui saran dan nasehat dari orang tua, istri kemudian melakukan sebuah penentuan antara menggugat cerai suami atau dirinya bekerja diluar negeri sebagai TKW. Dengan beban pikiran itu pihak istri biasanya mengunjungi atau berkumpul dengan teman temannya sembari memina petunjuk atas masalah tersebut. Namun kebanyakan opsi dari teman nya lebih condong untuk memilih bekerja diluar negeri menjadi TKW. Lanjut akhirnya si Istri meminta persetujuan suami untuk bekerja di luar negeri dan tanpa piker Panjang dari suami akhirnya di izinkan mengingat kondisi terlilit hutang ditambah pandemic.

Namun, bukannya menjadi TKW di luar negeri menjadi jalan keluar yang bisa dilakukan malah justru menjadi awal dari rusaknya perkawinan pasangan itu dikarenakan kurangnya rasa percaya akan pasangan ditambah omongan orang tua yang menyuruh untuk cerai semata.

            Dari situlah biasanya siklus peristiwa yang terjadi di masyarakat indramayu terkait tingginya angka perceraian di masa Pandemi COVID 19 ini di dasari dengan Faktor Ekonomi di dukung oleh factor Kultur dan budaya masyarakat indramayu yang lebih memilih bercerai karena merupakan jalan terbaik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun