Wilayah atau objek kajian ul al fiqh berupa dalil syara' yang kull, dimana pembahasannya dapat dibagi menjadi empat hal, yaitu:
a. Pembahasan mengani hukum syara' dan yang berkaitan dengannya, seperti hkim, mahkm fh dan mahkm 'alaih. Pembahasan ini disebut ats tsamrah (buah).
b. Pembahasan mengenai sumber-sumber dan dalil-dalil hukum, yang meliputi dalil-dalil umum, yakni al qur'an hadis, ijm', dan qiys. Pembahasan ini disebut al
musmirah (pemberi buah).
c. Pembahasan mengenai cara mengistinbathkan hukum dari sumber-sumber dan dalil-dalil tersebut, yang meliputi metode kebahasaan dan kemaknaan.
Pembahasan ini disebut urq alistimr (metode mengambil buah).
d. Pembahasan mengenai ijtihad, yang meliputi kriteria orang yang berhak disebut mujtahid. Pembahasan ini disebut al muamir (pengambil buah).
Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa wilayah kajian ul al fiqh hanya meliputi dua hal, yaitu dalil-dalil umum dan al ahkm (hukum-hukum syara'), dan yang lainnya hanya dianggap sebagai pelengkap saja. Setiap teks ayat atau hadis dalam berbagai macam bentuk dan karakteristiknya dikaji sedemikian rupa sehingga akan membuahkan kesimpulan-kesimpulan yang dirumuskan dalam bentuk kaidah-kaidah umum. Kemudian, hukum syara' dijelaskan secara panjang lebar, baik dari segi konsepnya maupun dari segi bagaimana ia ditetapkan melalui dalil-dalil syara'.
Qawaid  Fiqhiyyah  adalah  kata  majemuk  yang terbentuk dari dua kata, yakni kata qawaid dan fiqhiyyah, kedua kata itu memiliki pengertian tersendiri. Secara etimologi, kata qaidah (), jamaknya qawaid (). berarti; asas, landasan, dasar atau fondasi sesuatu, baik yang bersifat kongkret, materi, atau inderawi seperti fondasi bangunan rumah, maupun yang bersifat abstrak, non materi dan non indrawi seperti ushuluddin (dasar agama). Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, arti kaidah yaitu rumusan asas yang menjadi hukum; aturan yang sudah pasti, patokan; dalil. Qaidah  dengan  arti  dasar  atau  fondasi  sesuatu yang bersifat materi.
Baca juga: Sebab-sebab Perbedaan dalam Fiqih
KAIDAH-KAIDAH POKOK QAWAID FIQHIYYAH
Kaidah-kaidah pokok qawaid fiqhiyah dibagi kedalam empat kaidah besar, yaitu:
1.Keyakinan tidak dapat dihilangkan oleh keraguan ( ).
Kaidah ini menandaskan bahwa hukum yang sudah berlandaskan keyakinan tidak dapat dipengaruhi oleh keraguan yang timbul kemudian. Rasa ragu uamh merupakan unsur eksternal dan muncul setelah keyakinan tidak akan menghilangkan hukum yakin yang telah ada sebelumnya. Seorang yang sebelumnya telah yakin bahwa dia berada dalam kondisi suci dengan berwudlu misalnya tidak akan hilang hukum kesuciannya disebabkan munculnya keraguan setelah itu. Karena keraguan itu timbul, dia telah meyakini keabsahan thahrah yang telah dilakukan.
Yang dimaksud yakin dalam kaidah ini adalah tercapainya kemantapan hati pada satu objek hukum yang telah dikerjakan, baik kemantapan itu sudah mencapai kadar pengetahuan yang mantap atau persepsi kuat.
2.Kesulitan mendatangkan kemudahan ( ).
Maksudnya adalah bahwa hukum-hukum yang dalam penerapannya menimbulkan kesulitan dan kesukaran bagi mukallaf (subyek hukum), maka syari'ah meringankannya sehingga mukallaf mampu melaksanakannya tanpa kesulitan dan kesukaran.