Regenerasi pada pemain pelatnas sebenarnya sudah berjalan, tetapi masih terkesan lambat dan belum maksimal. PBSI dirasa perlu belajar dari regenerasi yang telah dilakukan oleh China atau Jepang. Di tahun ini kita pasti dikejutkan oleh kemunculan pemain-pemain muda China seperti Zheng Siwei, Chen Qinchen, Jia Yifan di usia yang baru 19 tahun dapat mengobrak-abrik dominasi pemain-pemain senior di ajang superseries. Di tahun lalu mereka adalah juara di BWF World Junior Championships 2015 dan di tahun depan tentunya akan ikut menjadi unggulan untuk meraih gelar di BWF World Championships. Jepang juga tak kalah dalam regenerasi, pemain top mereka Nozomi Okuhara dan Akane Yamaguchi juga merupakan jebolan BWF World Junior Championships. Ratchanok Intanon yang merupakan tunggal putri andalan Thailand juga merupakan juara di BWF World Junior Championships tiga tahun beruntun.
Melihat fakta tersebut tentunya PBSI sekarang dituntut harus lebih berfokus untuk memajukan sektor junior dan mencari pemain berbakat sedini mungkin. Keputusan Susi Susanti untuk menggalakkan kembali Pelatnas Pratama tentunya menjadi salah satu usaha PBSI untuk mempercepat regenerasi pebulutangkis nasional. Tentunya program tersebut harus dibarengi dengan roadmap, sarana prasarana, profesionalitas pengelolaan dan pemandu bakat yang berkualitas sehingga nantinya diharapkan dapat menjaring talenta-talenta berbakat dan setelah menjalani pelatnas menjadi pemain matang dan siap berlaga di BWF World Junior Championships.
> Evaluasi Metode Latihan
Kualitas pebulutangkis bukan hanya dilihat dari sisi teknik, bila dibandingkan dengan negara-negara tradisi bulu tangkis lainnya teknik yang dimiliki pemain-pemain kita tidak berbeda jauh, masalah ketahanan fisik masih menjadi hal yang sering dihadapi pemain kita apalagi di sektor tunggal yang memerlukan ketahanan fisik yang luar biasa. Tentunya PBSI harus mencari metode pelatihan yang paling tepat agar potensi yang dimiliki oleh atlet kita dapat maksimal dikeluarkan. Dari tahun ke tahun harus ada evolusi proses pelatihan di PBSI agar tidak lagi konvensional. Meningkatnya performa negara-negara seperti Jepang, India dan Thailand beberapa tahun ini tidak dapat terlepas dari metode latihan yang mereka gunakan sangat berkualitas bahkan beberapa sudah latihan menggunakan bantuan teknologi elektronik.
> Kualitas Pelatih
Indonesia memiliki segudang pelatih berkualitas dan berpengalaman, pelatih yang mempunyai trek record bagus dapat dipertahankan dan mencari pelatih berkualitas untuk cabang-cabang yang lemah. Â Lagi-lagi bukan hanya dari sisi teknik, seorang pelatih harus dapat menjadi master motivator sang pemain saat berada di dalam dan luar lapangan, dalam hal ini seorang pelatih harus dibekali oleh ilmu psikologi sehingga dapat memahami anak didiknya. Tentu kita semua masih ingat pengakuan Owi/Butet yang berkonsultasi ke psikolog sebelum berlaga di Olimpiade Rio 2016. Pertanyaannya adalah, mengapa hanya saat akan berlaga di Olimpiade? Seharusnya ada seorang dokter psikolog yang dimiliki PBSI untuk menjaga psikologi pemain sebelum dan sesudah bertanding.
>Pemilihan Pemain
Diharapkan di tahun depan pemain-pemain muda mendapat kepercayaan dan kesempatan lebih dari PBSI untuk menunjukkan kemampuannya. Daftar pemain yang diturunkan dalam suatu ajang Superseries atau Grand Prix pun harus benar-benar yang mempunyai kesiapan bertanding. Pelatih yang mengusulkan sang pemain juga harus professional tidak boleh ada nepotisme dalam pemilihan pemain yang diturunkan.
Yang tidak kalah penting adalah dukungan dari pemerintah dan seluruh masyarakat agar bulu tangkis lebih berprestasi di masa depan.Â
Kenapa harus bulu tangkis? Karena dengan bulu tangkis bendera nasional kita dapat berkibar di atas negara-negara lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H