"Haha" sembari mengeluarkan asap rokok, "kamu macam filsuf-filsuf Yunani saja yang memaknai hidup"
Inan meminum es teh nya dan menyingkirkan piring lalu duduk anggun dihadapan wono "lah kamu, semangat lah kembali untuk hidup. Ngantuk dan lusuhnya disimpan buat malam hari"
"Hmmm, huluhhh huluhhhh.jadi ke toko buku?" Tanya wono sambil menyeruput kopi "emang buku apa sih yang mau dibeli?"
"Jadilah, toh saya sudah sampai sini. Perempuan di titik nol"
"Hah" sedikit kaget, "ingin menguak budaya patriarki teh"
"Bukan hanya menguak tapi merelesasikan dengan sederhana dikehidupan nyata bahwa perempuan juga bisa mendapatkan hak yang sama seperti laki-laki bukan hanya sebagai bawahan laki-laki apalagi setelah menikah, dan memang mungkin agama sudah menjawab tentang bab antara hak laki-laki kepada perempuan dan hak perempuan kepada laki-laki tapi sedikit dari mereka yang memahami betul dari zaman ke zaman"
 "Lalu apa yang sudah kamu lakukan untuk melawan budaya patriarki?"Â
"Hmm, itulah yang sedang saya fikirkan. Mungkin berawal dari dalam diri sendiri dulu, seharusnya setiap manusia itu harus memerdekakan isi kepala terlebih dahulu sebelum ia berinteraksi dengan orang lain sehingga tahu apa hak dirinya dan apa hak orang lain, terlebih soal nikah"
"Memerdekakan isi kepala menurut mu bagaimana?"
"Ketika tahu kadar untuk diri sendiri dan untuk orang lain"
"Bukankah setiap manusia mempunyai hasrat dan nafsu melebihi ego, bagaimana caranya bisa kita kendalikan"