Mohon tunggu...
Artha Ikrar Satryawan
Artha Ikrar Satryawan Mohon Tunggu... Lainnya - analog ph. bookworm. (copy)typist.

Écrire c'est vivre... •°

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Naik Kereta Api Indonesia: Dahulu, Kini, Nanti

31 Oktober 2024   03:39 Diperbarui: 31 Oktober 2024   07:34 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aroma beraneka. Banjir peluh. Barang pindah kepemilikan selagi lengah. Tubuh-tubuh manusia yang lelah. Anggota tubuh bersenggolan bahkan, bukan tak mungkin, kaki dengan mudahnya terinjak/terlindas orang lain.

Tubuh-tubuh kereta yang menua. Kebersihan yang jauh panggang dari api, entah di tubuh kereta itu sendiri, maupun di stasiun-stasiun besar sekalipun. Jadwal-jadwal keberangkatan dan kedatangan kereta yang ngaret; tersendat. Kerumunan penumpang, termasuk di Kereta Rel Listrik (KRL). Entah sudah berapa nyawa celaka, terbujur sia-sia, gegara jatuh, atau tersengat listrik. Itu masih ditambah maraknya kasus kecelakaan kereta.

Itu dahulu. Silam. Di bawah kepemimpinan Jonan, dilanjutkan Sukmoro, KAI bersalin rupa 180. Reformasi adalah keniscayaan. Yang buruk sirna. Wajah KAI berubah drastis. Anak kecil ini nyaris pangling.

Sementara, di bawah kepemimpinan Hartantyo, badai pagebluk terlampaui. Bahkan, anak ini penasaran, apa rasanya kereta berkecepatan 350 km/jam. Atau, mengisi tumblernya yang kosong dengan air bening yang tersaji. Rasanya selimut yang wangi, alih-alih koran bekas menjadi lapik tidurnya. Kereta kelas ekonomi kok ada New Generation-nya, kayak Gen Z saja. Rasa penasaran yang bakal menetap bilamana belum dialami sendiri.

Bisa mandi tenang sebab barang bawaan aman di loker penyimpanan. Didiek Hartantyo "ada-ada saja" inovasinya bagi perkeretaapian Indonesia. Itu yang ada dalam imaji si anak atas pengalaman ulang-alik berkereta api.

Nanti

Nun. Nanti. Entah seperti apa gerangan KAI. Setiap pemimpin ada eranya, setiap masa ada pemimpinnya. Siapa pun ia, Hartantyo sudah mendidik, betapa visi klir dan kuat, diiringi konsistensi, bisa menerobos "kegelapan".

Asal tak jemawa, dengan kerendahan hati sedia mendengarkan pelbagai kritik konstruktif demi kemajuan, PT KAI kiranya bisa kontinu membuat "adaptif, solutif, kolaboratif untuk Indonesia" bukan slogan belaka.

Dan, segala kemajuan tersebut tentu saja tiada bisa berjalan seorang diri. Ia mesti beroleh dukungan morel dan cinta para pengguna layanannya, termasuk dari anak kecil yang kini enggak malu-malu lagi menyoal ci(n)ta.

Kereta ini tak gentar, terus melaju, aku (tak) takut...

Salam,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun