Bagi sesiapaun yang kenal dengan JR Saragih, mungkin pernah bertemu, atau barangkali mengikuti berita (terserah di TV, Radio, Koran, Media Online), tentu tidak asing lagi dengan sebuah ‘kebiasaan’ yang dia miliki. Menangis!. Yah, kebiasaan yang satu ini boleh dibilang ‘ganjil’ mengingat latar belakangnya sebagai eks serdadu. (Tapi bukan berarti prajurit TNI nggak boleh nangis, ya)
Lihat saja di berbagai kesempatan, JR Saragih, sangat jamak terlihat meneteskan air mata. Dan yang cukup menarik, setiap kali itu terjadi, pria kelahiran 10 November 1968 itu, nyaris tak sekalipun berusaha menutupi. (Biasanya pejabat kan suka jaga image di depan umum, he..he…he).
Berhubung ‘tradisi’ menangis ini, oleh banyak orang dianggap lebay untuk ukuran seorang Bupati, tak heran kalau air mata JR sering ditanggapi dengan ‘nada’ sumbang oleh pihak-pihak (bisa orang, bisa lembaga yak!) tertentu. Ada yang bilang, itu air mata buaya, ada juga yang bilang air mata sandiwara. Lalu, ada juga yang bilang JR cengeng. Meminjam istilah inang-inangParrengge-rengge, ‘pokkokna maccamma i’.
Tapi di sisi lain, ada juga kelompok yang lebih dewasa memberi penilaian tentang ‘tradisi’ menangis JR Saragih ini. Tentu jika ditanya satu persatu, orang-orang yang masuk dalam kelompok ini punya alasan yang berbeda menanggapi hal itu. Dan mungkin, jawaban ter-klise yang bakal didapati ialah; “ Namanya manusia, wajar saja lah kalau dia (JR) menangis”.
Nah, yang jadi pertanyaan, terlepas dari penilaian masing-masing soal ‘tradisi’ menangis JR Saragih itu adalah; Tangisan JR tulus nggak sih? Jangan-jangan cuma sandiwara, dibuat-buat. Hmmmm, pertanyaan menarik. Ada yang bisa memberi jawaban yang tepat? Rasanya Wallahu a’lam. Cuma JR, dan Tuhan yang tahu. Artinya: meski tidak yakin itu tulus, jangan pula men judgehal itu sandiwara.(Ingat: suudzon nggak baik,loh!)
Keistimewaan yang seperti apa? Monggo, simak penjelasan John Elliot Bradshaw berikut. John, psikolog berkebangsaan Amerika, dalam bukunya ‘Home Coming’ menyebutkan; hanya orang-orang bermental baja lah yang dapat dengan mudahnya menitikkan air mata (baca: menangis). John berpendapat, ada 4 alasan ilmiah yang mampu menguatkan argumentnya itu, antara lain:
1. Mereka (orang yang mudah menangis)adalah kelompok orang yang sama sekali tidak takut memperlihatkan sisi rapuh (jiwanya) kepada orang lain. Sikap ini, justru lebih terhormat dibandingkan dengan sikap berpura-pura kuat. ‘Memaksakan diri untuk terlihat kuat, membuktikan kita sedang lari dari kenyataan,’ tulis psikolog kelahiran tahun 1933 ini.
2. Merekaadalah sosok yang beranimenghadapi emosi. Tentang hal ini, John berpendapat, “Adakalanya harus menangis, dan terisak. Emosi yang sedang melanda bathin, adalah hal yang harus dihadapi agar tidak berlarut-larut. Dan menangis, adalah metode katarsis untuk melepaskan ketegangan, dan semuja energy negatif”.
3. Mereka adalah sosok yang tidak takut dengan pandangan orang lain. Tangisan memang sering diidentikkan dengan kelemahan, sifat kekanak-kanakan. Ada pula anggapan itu adalah cara untuk mencari simpati. Tapi ingat, menurut John, jangan ambil pusing dengan pandangan negative orang lain, silahkan ekspresikan emosi sebebas-bebasnya. Toh, menangis adalah hak pribadi, bukan?
4. Mereka mengerti betapa berharganya air mata. Siapa sangka, ternyata, dibandingkan dengan orang dengan kebiasaan berbeda, orang yang mudah menangis ternyata memahami benar jika air mata memiliki efek menyembuhkan. Dalam jurnal psikologi, Psychcentral disebutkan menangis bisa membantu melepaskan stres, menurunkan tingkat hipertensi, serta menurunkan kadar mangan agar tingkat kecemasan, rasa gugup, amarah, dan sifat agresif juga menurun.