Numpang cerita awak, boleh?
Jadi gini, di kampung kami kan, di Simalungun yang tetanggaan sama Siantar,ada lah sekarang isu panas! Iya, tapi nggak sepanas kopi susu di warung Mak Bores lah ces! Isu-nya soal 700-an guru-guru honor. Kalo kelen tanya kenapa heboh masalah guru-guru itu? Ya, karena di-PHK lah orang tu.
Karena kebetulan awak anak guru, awak prihatin kali lah sama nasib ibu – bapak guru-guru honor itu. Betul, sedih awak! Cemmana tak sedih, udahlah gaji honor orang tu kecil, bayarnya nyendat pula, eh, di PHK lagi. Apa tak ngerikali kelen rasa itu? Bah, so tanggung lah ces sakitnya.
Jujur aja, belum bisanya awak masih membantu guru-guru honor itu (awak ni apalah?). Tapi, atas nama solidaritas keluarga Guru, sesekali awak sempatkannya berdo’a, mudah-mudahan ada solusi terbaiklah. Istilah modernnya kata dosen kami dulu, win-win solution gitu. Udah itu, awak usahakan pula lah mengikuti perkembangan persoalan itu (maklum, awak ‘Kepo’ kata anak sekarang)
Tapi, jujurlah ya, makin ke sininya kan, makin prihatin kali-nya awak dengan persoalan itu lah! Bukan apa-apa, awak perhatikan-kan, ada yang berusa bikin masalah honorer itu kek kuda. Maksud awak, mulai ditunggangi gitu. Kayaknya, adalah ‘joki-joki’ mulai nebeng, terus menggiring opini. Menurut analisa (analisa ma ho) awak sih, beraroma politik juga nya ini.
Tujuannya apa? Awak pikir, jawaban paling tepat itu ya, biar masyarakat umum melihat perkara ini dari satu sisi aja, sisi yang dimaui penggiring opini tadi lah. Kalau berhasil, terbangunlah opini di masyarakat kalau pihak yang berseberangan sama penggiring opini itu nggak cuceng, nggak peduli sama masyarakat (kadang pihak ke-III pun jadi terpengaruh).
Point ini yang awak rasa tak pas. Padahal kan, biar fair, menurut awak, persoalan itu idealnya dinilai dari dua sisi berbeda. (Harus objektif, kata kawan awak!) Gini, awak jelaskan sikit. Tapi, janji jangan kelen bilang awak penjilat, ya! Tapi seandainya kelen bilang, terus kelen anggap awak penjilat, awak cuma mau bilang, : maafkan mereka Tuhan, he-he-he-he.
Kek-gini-nya itu; pangkal persoalan ini kan awalnya karena sekitar 700 guru honor (ada yang bilang 730 juga) di rumahkan Pemerintah Kabupaten Simalungun sejak 1 Juli semalam karena nggak ada anggaran untuk gaji. Gara-gara ini, muncullah anggapan kalau Bupati, itu, JR Saragih menyakiti guru-guru honor yang sebenarnya sudah teraniaya.
Kalau kelen ditanya, menurut kelen betul kek-gitu? (Udah, jawab dalam hati aja!) Kalau awak ditanya, awak pasti jawab gini: kurang pas kalau JR Saragih-nya yang dianggap paling bersalah! Pejabat Bupati sebelum JR, menurut awak malah punya andil besar.
Apa hubungannya sama Pj Bupati? Jelas berhubunganlah, ces.. Kan, kebijakan merumahkan ini juga terpaksa diambil, karena gaji mereka nggak ditampung di anggaran 2016. Waktu pembahasan APBD 2016, kalau awak tak salah, posisinya lagi masa-masa Pilkada, kan. Jadi, waktu itu, Pemkab Simalungun dipimpin Penjabat, amang Binsar Situmorang kek nya waktu itu.
Jadi waktu itu, Pemkab yang dipimpin Pj Bupati menyusun anggaran 2016 terus meniadakan anggaran gaji honor. Salahnya, bisa pula lolos, udah gitu, tak be-cakap kek nya dewan-dewan sana. Padahalkan, udah rahasia umumnya kurang guru di Simalungun. Udah gitu, nampak kali waktu itu, begitu tak dianggarkan gaji honor, jadi alat politik pula lah isu guru honor ini untuk nyerang Je eR. Sampai di sini, ada empat catatan awak, ya :
1. Penghapusan anggaran gaji honorer dilakukan untuk anggaran 2016
2. Anggaran tahun 2016 disusun oleh Pj Bupati (masa pilkada)
3. Sempat muncul wacana stop honorer dari elit politik (termasuk oknum DPRD) waktu anggaran 2016 dibahas
4. Terjadi politik bumi hanguskan tenaga honorer tanpa mempertimbangkan fakta bahwa Simalungun kekurangan tenaga pendidik, dan legislatif waktu itu adem-adem saja.
“Sekadar saran nih, buat kankawan guru honor : teruslah berjuang, semangat jangan kendur. Tapi, hati-hati sama par – politik, ditunggangi nanti kelenmacam kuda. Senang di dia, derita pula di kelen nanti”
Ombudsman apa Ombus-ombus?
Selesai se babak, kita masuk babak baru yo, eak eak eak. Jadi, cem yang udah awak bilangin di atas tadi, gara-gara penggiringan-penggiringan opini yang terus dimaenkan dalang yang bukan dalangnya wayang itu, banyaklah reaksi yang muncul. Ada yang bijak dan tetap objektif, tapi tak sedikit pula yang tendensius, bahkan asal bunyi aja macam ….. (isi sendiri).
Parahnya, biar kelen tahu, selevel ombudsman pun rupanya udah tak cuceng lagi menyikapi persoalan ini. Setahu awak, ‘terpelesetnya’ Ombudsman ini, mulanya waktu perwakilan Ombudsman Sumut, waktu itu kalau tak silap namanya Abyadi Siregar menerima laporan soal guru honor ini di hotel wak De eL, hotel Sapadia, minggu lalu hari kamis sore.
Singkat cerita, setelah dengar cerita dari beberapa guru honorer (sepihak ya, karena cerita orang Dinas Pendidikan kan tak di dengar dia), orang Ombudsman itu langsung mengeluarkan statemen, yang awak nilai kesannya men-judge. “Kok jahat kali Bupati JR Saragih itu? Kenapa jahat sekali DPRD nya?,” kata dia waktu itu . (Baca: Jahat kali JR Saragih itu)
Awak jadi mikir; segampang itu Ombudsman mengeluarkan pernyataan? Kayak menghakimi pula itu! (Woi, itu Ombudsman apa ombus-ombus?) Setelah awak kaji-kaji pun, kek nya, nggak ada lah alasan untuk membenarkan orang Ombudsman yang asal ngoceh itu. Yah, awak memang tak pande-pande kali, tapi awak tahu, ada aturan yang harus dipatuhi mereka.
Pernah awak baca, kalau tak silap aturan-aturan itu macam : harus melakukan menguji laporan, terus, nggak boleh memihak alias cover both side macam istilah-istilah wartawan gitu. Kalau kelen bilang, mungkin, orang Ombudsman itu spontan, atau lupa ada aturan, atau apalah alasannya, awak pikir, selevel Ombudsman tak cocok gitu. Yang iyanya, ada awak tangkap kesan kek gini :
a. Ombudsman melanggar tata cara pengambilan keputusan, macam yang diatur di UU No 37 tahun 2008 ayat 1 plus 2 (Karena, langsung ngoceh aja uwak tu sebelum mengui laporan aduan)
b. Udah gitu, Ombudsman pun keknya melanggar azas yang berlaku dalam penanganan laporan sesuai Pasal 3 poin D UU Ombudsman, terus, pasal 3 poin H. (Iyalah, belum apa-apa sudah menuduh pihak lain jahat, udah gitu nggak dijaga kerahasiaan laporan)
c. Kayaknya, tak salah curiga sama Ombudsman ini. Curiga kalau mereka bertindak di luar kewenangannya (Cemmana tidak curiga, belum selesai penanganan perkara laporan, belum pula ada rekomendasi atas laporan itu sudah ngoceh aja di media-media)
d. Teruss, yang bikin awwak makin bingung, kok, macamnya orang Ombudsman itu lupa sama aturan Pasal 29 UU Ombudsman No 37 Tahun 2008? (kenaffa cuma keterangan sepihak aja didengar? Keterangan terlapor, mannah?)
Intinya, dari point a – b – c – d, di atas ini, kesimpulan sementara awak, Ombudsman kayaknya bisa diduga sudah melakukan penyalah gunaan kekuasaan, Abuse of Power kata cees awak orang se-kampungnya Tulang Donald Trump! Kenapa? Ah, udah tahulah kelen itu kenapa. (*) #wificornersetasiunkereta15112016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H