Betapa kekuatan jempol tangan kita ini sungguh dahsyat. Sejumlah isu berembus di media sosial hanya dari ujung jempol. Saking cepatnya sejumlah informasi beredar, memancing pembacanya gatal untuk menuliskan komentar tanpa sempat berpikir panjang. Bahkan, mereka asal sharing sebelum disaring. Akibatnya, berita benar atau salah yang disampaikan tidak sempat dicerna dan dicari kebenarannya lebih dalam.
Padahal, jika berita keliru lantas menjadi viral, bisa berimbas fatal, loh. Di antaranya, penyebaran isu penyerangan ulama dan kebangkitan PKI. Akibatnya, sejumlah warga menganiaya orang dengan gangguan jiwa.
Ada juga di Facebook beredar video yang menayangkan Kapolrestabes Semarang Kombes Pol Abiyoso Seno Aji sedang berbicara di depan media. Berdasarkan suara dari video itu, Abiyoso seolah mengecam PKI yang menyerang ulama dan mempersilakan masyarakat untuk menghakimi secara massal. Namun, gerakan mulut Abiyoso berbeda dengan suaranya. Setelah didalami, video tersebut sebenarnya diambil saat Abiyoso konferensi pers soal geng motor.
Ini yang bikin miris. Agama mengajarkan kerukunan dan kebaikan, namun justru membuat perpecahan, keresahan, dan kekerasan.
Agama memang merupakan sesuatu yang hakiki. Persoalan agama berkaitan dengan iman dan kepercayaan seseorang. Tak heran kalau warganet sangat mudah tersulut dengan isu-isu yang membawa unsur agama. Namun, reaksi negatif tak sepatutnya terjadi jika kita cerdas dalam menyikapinya.
Lantas, Bagaimana Mencerdaskan Masyarakat di Dunia Maya?
Untuk mencerdaskan masyarakat merupakan tanggung jawab bersama. Salah satunya adalah kementerian agama. Boleh kan ya saya berandai-andai menjadi menteri agama. Ada beberapa program yang bakal saya bikin untuk memberantas berita hoax.
Upgrade Kompetensi Guru dan Pemuka Agama di Zaman Now
Peran guru agama serta pemuka agama sangat penting bagi kehidupan beragama. Mereka adalah sosok panutan dalam belajar agama. Jangan sampai mereka menjadi sumber informasi yang salah. Mereka harus bisa menetralisis adanya isu-isu yang tidak benar.
Kompetensi guru agama dan pemuka agama tak cuma mengacu pada kemampuan mereka mengajar pendidikan agama yang baik dan benar, tapi juga mengajarkan anak didiknya berkehidupan sosial. Salah satunya etika dalam interaksi dengan umat beragama di kehidupan nyata dan di dunia maya.
Guru agama yang kekinian sudah seharusnya menyesuaikan dengan kehadiran wadah baru pengajaran di media sosial. Mereka pun diharapkan bisa menjelaskan dengan baik dan benar ketika mendapati berita hoax di internet.
Mengacu pada Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Kompas 6/6), sebanyak 54,87 persen anak muda lebih gemar mencari pengetahuan agama melalui dunia maya. Padahal, informasi dari dunia virtual, apalagi berkaitan dengan agama, tak bisa sepenuhnya dipercaya sebagai kebenaran. Pembelajaran agama memerlukan guru dengan otoritas penuh dalam ilmu keagamaan.
Bikin Akun Medsos Resmi Kemenag
Mungkin kita harus introspeksi diri mengapa orang lebih banyak mempercayai info-info di media sosial. Bisa jadi karena aksesnya sangat mudah. Karena itu, kalau saya jadi menag, akan memberikan akses semudah mungkin melalui media sosial untuk menjawab pertanyaan masyarakat. Terutama yang berkaitan dengan keagamaan. Terbuka kesempatan kepada masyarakat untuk berdiskusi.
Ini tentu sesuai dengan salah satu misi Kemenag dalam meningkatkan akses dan kualitas pendidikan umum berciri agama, pendidikan agama pada satuan pendidikan umum, dan pendidikan keagamaan.
Melengkapi Rumah Ibadah dengan Perpustakaan Instagrammable
Gawai memang penuh pesona. Bikin kecanduan siapa saja, mulai anak-anak sampai orang dewasa. Masyarakat kekinian sepertinya lebih asyik mantengin media sosial ketimbang membaca buku. Karena itu, kita harus mencuri perhatian mereka.
Kalau saya jadi menteri agama, akan melengkapi rumah ibadah dengan perpustakaan dengan desain yang instagrammable. Buku-bukunya juga beragam mulai keagamaan, motivasi, novel remaja, sampai buku cerita anak. Bahkan, kalau perlu, dilengkapi juga dengan buku mengenai agama lain.
Masyarakat digairahkan kembali untuk membaca buku dan membuat mereka lebih merasa ngehits masuk ke perpustakaan ketimbang nongkrong di kafe ber-wifi.
Tak cuma untuk ruang baca, perpustakaan itu bisa digunakan untuk ajang diskusi soal agama atau kehidupan sosial lainnya. Tak menutup kemungkinan, mengundang umat agama lain buat beraktivitas bareng di perpustakaan itu seperti bedah buku, membuat craft, pelatihan menggambar, dan masih banyak lagi.
Dengan seretetan kegiatan itu, orang muda maupun orang tua bisa belajar lebih banyak tentang nilai dan norma sosial bermasyarakat. Dan yang penting, mereka akan ''sibuk'' berelasi dengan orang lain di dunia nyata bukan cuma eksis di dunia maya. Dengan demikian akan terwujud salah satu misi dari Kemenag yaitu memantapkan kerukunan intra dan antar umat beragama.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI