Mohon tunggu...
Anak Nusantara
Anak Nusantara Mohon Tunggu... -

Anak Pulau tanpa batas di Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Teroris, Ternyata...

14 November 2011   15:24 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:40 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Tapi sang supir tetap melajukan busnya dengan kencang. Kencang sekali. Mungkin 100 km per jam di jalan yang berkelok-kelok. Si supir tidak perduli. Seperti sudah gila. Dan sang kernet dengan sigap terus bergelayutan dari pintu depan ke belakang. Sangat terlatih. Sirkus edan.

Dalam keadaan kacau balau, sepintas aku mencoba melihat supir lewat kaca spion. Gila, matanya terbelalak merah menyala. Raut muka keras dan menggigit kuat karet... atau kabel? Dia tidak mendelik sedikit pun. Matanya lurus memandang ke depan. Selurus-lurusnya dan tegang. Sementara kedua tangannya menari-nari dengan lincah di setir. Aku semakin panik.

Tiba-tiba aku melihat wanita yang duduk di sebelah pria bertopi haji putih mengangkat tangan kanannya. Mengacungkan HP berwarna kuning. Aku lihat hp tersebut menyala terang. Jempolnya siap memencet tombol angka 5 ditengah. Aku pikir: ”gila... bom!.. meledak ni mobil...” Dengan sigap, entah kekuatan darimana, aku meloncat ke depan dan langsung menampik tangan tersebut. HP pun jatuh tepat di bawah kaki ku. Ku sepak HP itu keluar pintu. Selanjutnya, aku rampas tas hitam di pangkuan si lelaki berpeci haji putih dan melemparkannya ke luar pintu bus. Aman.

Keduanya bengong, selanjutnya marah dan berusaha mengejarku. Adegan tarik-tarikan baju dan celana terjadi. Agak mirip Keanu Reeves dalam bus di film Speed dikejar mpok Ati. Mobil terus meliuk-liuk, menggoncangkan seluruh isi bus. Dengan susah payah, aku terus merangsek maju ke arah supir yang sedang kesurupan. Susah sekali. Aku pusing. Entah dimana tangan dan kakiku. Aku jadi teringat masa dulu ketika sering naik kereta api Bogor – Jakarta. Aku tidak pernah tahu dimana tangan dan kaki setelah berada di dalam gerbong. Yang penting nyelip. Urusan menyambung kembali kaki dan tangan, bagaimana nanti saja setelah turun di Stasiun Manggarai.

Belum sempat aku meraih si supir. Bus berhenti mendadak. Seluruh penumpang terjerembab ke depan. Termasuk aku. (iya lah... masak terpaku atau melenting ke belakang... matrix kali ah). Supir dan kernet keluar bus dan meminta penumpang untuk turun. Sejoli di depan sudah turun kekencingan duluan. Aku langsung meloncat keluar dari pintu samping kiri depan bus.

”Apalagi nih...” Pikirku. ”Aduh.. jangan-jangan disandera nih ...”

Semua penumpang berebutan turun. Ada yang muntah. Ada yang berdiri tegak tapi kepala leng-geleng-geleng. Ada yang terduduk lemas.

Aku? Terjerembab dan tersimpuh diatas dengkul (untung saja dengkul ku kuat.. kalo tidak, sudah gegar otak nih...)

Tiba-tiba dari arah belakang… ‘plak!’. Sebuah tamparan yang cukup keras, mendarat di atas telinga kananku. Kencang sekali. Aku yang sedang berusaha bangkit dari merangkak, terhuyung dan terjerembab kembali. Perih dan sakit sekali. Tapi aku masih bisa memalingkan muka. Ku tengok dan samar-samar pusing, aku dengar: ”Eh, kenapa kau tendang HP-ku tadi? Orang gila kau!”.

Aku bengong. bingung.

Perempuan itu terus menceracau. Bibirnya bergerak dan berputar-putar. Matanya membelalak merah. Tangan kanannya terangkat tinggi-tinggi, siap menghantam kepalaku lagi dengan tapak tangannya yang putih tapi panas terisi amarah. Aku langsung bangkit. Entah kekuatan darimana. Berlari lintang pukang seribu arah. Aku tak melihat gundukan rumput di depan. Lariku terhenti, ketika aku jatuh terjerembab tepat di depan sepasang laki-laki dan wanita berseragam. Perawakan mereka sedang. Dalam keadaan linglung dan mata buram, aku samar-samar melihat mereka menyeringai. Sepertinya, mata mereka melebar dan tertawa terkekeh-kekeh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun