Sudah benar Jokowi menghardik permasalahan anggaran yang tidak efisien pada Kementerian Tenaga Kerja dan Kementerian Kehutanan, kami melihat Menteri Keuangan senyam senyum. Tapi masalah efisiensi bukan hanya anggaran.
Sebenarnya bila Jokowi lebih jeli lagi, sebenarnya Menteri Keuangan tidak efisien kerjanya karena kebanyakan kampanye, pidato di acara-acara, keliling kampus, selfie-selfie, dan nge-vlog. Menteri ini pun semakin populer di lembaga-lembaga survey sebagai calon presiden atau cawapres Jokowi.
Akibat keberadaan Menteri Keuangan yang tidak efisien ini juga ekonomi Indonesia tidak kunjung terpacu. Menteri Keuangan yang katanya ekonom kelas internasional ini pasrah saja dengan pertumbuhan ekonomi yang stagnan 5%, di bawah rata-rata pertumbuhan Asia 6,5%. Lagipula ini sesuai dengan mazhab neoliberalisme yang cenderung menginginkan kestabilan (stagnan) pertumbuhan dibanding dengan memacu pertumbuhan.
Belakangan ia malah keluarkan teori ngaco bahwa urbanisasi akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Lalu buat apa selama 3 tahun ini pemerintah Jokowi berusaha menggolkan dana desa, bila kelak penduduk desa disuruh jadi lumpen semua di kota??
Tentang pembangunan infrastruktur yang sudah dikerjakan Jokowi bagus untuk 3-5 tahun mendatang. Hanya tidak cukup untuk mendongkrak ekonomi saat ini. Karena pembangunan ekonomi bukan hanya tentang infrastruktur. Ada permasalahan-permasalahan ekonomi (seperti daya beli, lapangan kerja, dan ketimpangan pendapatan) yang rakyat ingin rasakan solusinya dalam kurun waktu kurang dari 2 tahun sisa pemerintahan Jokowi.
Jadi Jokowi harus hati-hati. Bila permasalahan stagnasi ekonomi --yang semakin telanjang di publik- tidak dibereskan dengan segera di sisa kurang dari 2 tahun, maka peluang Prabowo (atau Anies?) menyalipnya di 2019 semakin besar.
Atau bukan tidak mungkin nanti di 2019 akan terbentuk poros baru di luarnya, suatu kekuatan alternatif yang citranya bertolak belakang dari seluruh gaya yang sibuk dengan pencitraan SBY, Jokowi,dan Anies. Sosok ini akan lebih candid seperti Duterte di Filipina, atau dalam kadar yang lebih kecil, seperti Donald Trump di AS. Â **
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H