Wajar saja, anak-anak jadi liar tak terkendali, karena tiap hari nyaris dihantui sinetron yang tidak bergizi semacam itu. Sungguh ironi, negara yang memiliki sumber daya laut yang luar biasa, malah memilih sinetron Anak Jalanan sebagai tonton dari pada mengembangkan potensi Aquanus yang dapat menjadi media pembelajar maritim yang efektif, menghibur dan transformatif.
Aquanus dan Problem Suprastruktur Maritim
Di era digital dan euforia maritim,hidup Aquanus seharusnya menjadi tanggung jawab negara. Pemerintah dengan ambisi poros maritimnya, kecanduan membangun infrastruktur, abai terhadap pembangun suprastruktur. Padahal kedua variable ini harus selaras sejalan. Disinilah peran Aquanus menjadi penting, karena dengan kekuatannya, ia dapat membantu pemerintah dalam membangun suprastruktur maritim di Indonesia.
Harus diakui, pembangunan suprastruktur selalu luput dalam pandangan kita, bangsa kita lebih suka pada yang instan dan dapat langsung dilihat oleh mata. Bangsa ini perlu belajar, bahwa apa yang mereka lihat sebagai realita pembangunan, tidak melulu objektif, netral tanpa kepentingan.
Realita pembangunan selalu berkaitan dengan gagasan, nilai dan ideologi tertentu. Sayangnya, pembangunan poros maritim ini lupa untuk menyisipkan ideologi pancasila, gagasan maritim, dan membelokan habitus masyarakatnya dari darat ke laut.
Ibarat infrastruktur adalah raganya, maka pembangunan seperti pelabuhan, jalan raya, pabrik memang diperlukan. Maka dari itu, untuk memperkuat raga, diperlukan jiwa yang sehat, dengan demikian pembangunan suprastruktur adalah upaya menguatkan jiwa dengan menciptakan lembaga sosial, gagasan dan nilai-norma yang memperkuat etos kemaritiman pada bangsa ini.
Dalam upaya menanamkan jiwa maritim kepada masyarakat, negara mempunyai kekuatan untuk mendorong seluruh aparatnya merubah paradigma masyarakat. Untuk merubah paradigma masyarakat tidak perlu melulu dengan regulasi yang ketat maupun tindakan represif.
Negara harusnya lebih persuasif, dengan menjalankan serangkaian strategi kebudayaan untuk “memaksa” masyarakat dengan kekuatan media, tidak lagi dengan mengangkat senjata. Negara seharusnya mulai belajar bagaimana cara mengartikulasikan wawasan dan etos maritime dengan cara-cara halus namum mampu menginternalisasi gagasan maritim kealam bawah sadar masyarakat.
Dengan demikian, membujuk masyakat berserta pranata-pranatanya untuk “taat” terhadap semangat maritim melalui keluarga, pendidikan, kesenian dan media adalah tugas penting negara saat ini. Harapannya, negara mampu menggiring dan menentukan secara langsung maupun tidak langsung struktur-struktur kognitif masyarakat dalam memandang berbagai problematika dunia maritim.
Mendisplinkan pikiran masyarakat dalam membangun kedaulautan maritim sebenarnya sangat mudah dilakukan pada saat ini. Dengan perkembangan teknologi, kreatifitas tinggi dan imajinasi sosial, melakukan internalisasi kealam bawah sadar dan menata paradigma masyarakat terkait dapat dilakukan dengan berbagai media seperti film maupun komik.
Film dan komik dalam kajian cultural studies, bukan hanya menjadi hiburan, tetapi sarana untuk menyampaikan pesan politik, infiltrasi ideologi dan mendorong transformasi sosial. Karena film dan komik mempunyai daya magisnya sendiri yang mampu menghipnotis khalayak, dan menggiring kesadaran publik dengan menerima apa saja pesan yang disampaikan film maupun komik.