“sebegitu rendahkan mereka dari kami?”
“coba renungkan ..binatang hanya saling bunuh, sedangkan manusia bisa saling fitnah, dan mau mengkhalalkan segala cara demi mencapai tujuan. Engkau sudah tahu fitnah lebih kejam dari pembunuhan itu sendiri. korban pembunuhan mati seketika dan usai rasa sakitnya, sedang Korban fitnah akan merasakan sakit sepanjang sisa umurnya sampai ajal menjemputnya”
“jadi sebaiknya kami tetap menjadi binatang saja, mohon nasehat wali…”
“menurutku begitu..”
“Bukankah tuhan menjadikan manusia sebagai makhluk paling mulia?”
“memang benar begitu. Manusia bisa menjadi lebih mulia daripada malaikat, jika dia mendekatkan sifat dan perilakunya dengan meniru sifat-sifat tuhan, seperti sifat kasih sayang, santun, lembut atau sejenisnya” kanjeng wali bertutur. “Tapi ingat manusia juga bisa lebih hina dari binatang, jika memperturutkan sifat-sifat buruk, seperti berbohong, memfitnah, menipu,licik atau sejenisnya” lanjut kanjeng wali “ menjadi binatang itu lebih enak dan mudah…tidak di tuntut tanggungjawab dunia sampai akhirat. Segala hasrat kebinatangan bisa di salurkan tanpa beban, hubungan sexual bisa dengan siapa saja. tidak perduli anak atau orang tuanya sendiri. Tidak perduli teman atau tetangga, selagi mau dan bisa, semua mungkin untuk dilakukan. Semua hanya berdasarkan kuasa. Siapa yang kuat itulah sang penguasa. Setelah jadi peguasa melakukan apapun bisa, tanpa harus bertanggungjawab kepada yang maha kuasa, tidak perlu takut neraka.benar bukan?”
“Benar wali…kami baru mengerti. Mohon pamit wali…doakan saja kami tetap jadi binatang, jangan jadi manusia, saya kuatir tidak kuat menjadi manusia”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H