Kemendikbud Ristek melalui Dirjen GTK mengeluarkan peraturan tentang peran baru pengawas sekolah dalam mengimplementasikan kebijakan merdeka belajar, melalui Perdirjen nomor 4831/B/HK.03.01/2023.Â
Diharapkan melalui kebijakan ini akan mampu memberikan arah yang jelas tentang peran Pengawas sekolah dalam mengawal dan sekaligus mengakselerasi transformasi sekolah  menuju terciptanya profil pelajar Pancasila. Terbitnya kebijakan ini tak lepas dari sikap pro dan kontra.Â
Sebagia menilai aturan ini akan "memangkas" beban berat yang ditanggung oleh pengawas sekolah dalam menjalankan  tugas kepengawasan pada sekolah binaanya. Dan sebagian menilai hal yang sebaliknya. Jangan-jangan kebijakan ini justru akan menambah beban bagi pengawas sekolah.Â
Bagi yang pro kebijakan ini mungkin klimak dari serangkaian polemic yang menerpa pengawas sekolah. Bagi yang kontra, menilai kebijakan ini masih tumpah tindih dengan kebijakan yang lebih tinggi-yang selama ini menjadi pedoman kerja pengawas sekolah. Sehingga memunculkan kekhawatiran akan menjadi beban baru.
Sebagai ujung tombak untuk menyukseskan program Kemendikbud Ristek, pengawas sekolah tentunya akan lebih bijak jika menjadikan kebijakan tersebut sebagai panduan untuk terus mengoptimalkan diri sebagai katalisator terjadinya transformasi pendidikan di sekolah binaan.Â
Pengawas sekolah hendaknya jangan terjebak pada "diksi" yang sesungguhnya bukan kapasitas kita untuk menilai.Â
Bukan berarti pengawas sekolah dibatasi untuk menyampaikan diskursus tentang kebijakan, namun jika terlalu lama terjebak pada hal-hal yang bukan menjadi tugas pokok dan fungsinya  tentunya akan memberikan implikasi kurang baik terhadap pelayanan kepada warga sekolah. Para pengambil kebijakan tentunya telah melakukan kajian yang komprehensif sebelum pengambilan keputusan.
Pandemi covid-19 yang terjadi lebih dari tiga tahun silam telah mengubah lanskape kehidupan manusia. Hal yang yang sebelumnya ajeg, kini berubah dengan sangat cepat.Â
Bumi seakan berputar lebih cepat dari biasanya. Temuan bidang sains dan tehnologi berlangsung dengan sangat cepat. Hal baru yang disodorkan sepertinya belum sempat kita maknai, namun dalam sekejap telah tergantikan dengan hal yang lebih baru lagi.Â
Proses pengusangan berlangsung dengan sangat cepat. Seperti hukum alam, maka perubahan paradigmatis yang terjadi tersebut tidak bisa dicegah. Kita hanya bisa mengikuti iramanya.Â
Ketidakberdayaan tersebut mengharuskan manusia untuk sesegera mungkin melakukan adaftasi agar tidak hanyut dalam pusaran pengusangan tersebut. Dibutuhkan upaya dan strategi jitu untuk menghadapi fenomena perubahan tersebut.
Kondisi sebagaimana yang digambarkan tersebut juga dirasakan oleh para pengawas sekolah. Tata kerja atau strategi pengawas sekolah yang sebelumnya lebih banyak bersifat evaluative dan normative tidak lagi sejalan dengan dinamika yang terjadi di sekolah.Â
Fokus layanan yang cenderung pada keterlaksanaan delapan (8) Standar Nasional Pendidikan ( SNP) sudah tidak relevan bagi sekolah yang saat ini diberikan kemerdekaan untuk mengelola dirinya sendiri.Â
Dalam kaitannya dengan itu, maka sudah saatnya pengawas sekolah memerankan diri sebagai pendamping dalam upaya untuk menggerakan warga sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran yang berpusat kepada lebutuhan peserta didik.Â
Pengawas juga harus bisa memastikan kemampuan literasi, numerasi dan karakter pada sekolah binaannya meningkat dengan tolok ukur raport pendidikan.Â
Yang juga tidak kalah penting yakni pengawas sekolah harus memastikan kualitas proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan meningkat. Dalam kontek inilah maka dibutuhkan sosok pengawas sekolah yang lebih agile dan transformatif.
Pengawas yang agile dan transformative merupakan sosok pengawas sekolah yang lincah dalam membersamai sekolah baik ketika proses penyusunan perencanaan program, pelaksanaan program, maupun ketika melakukan tindakan reflektif.Â
Pengawas yang agile dan transformative mampu bermanuver melalui pemilihan teknik dan metode yang relevan ketika menyusun rekomendasi hasil refleksi yang dilakukan oleh warga sekolah termasuk diantaranya mampu mengkalkulasi berbagai praktik baik yang dilakukan oleh warga sekolah.Â
Mereka sangat paham dengan komitmen para kepala sekolah karena sebelumnya telah melakukan identifikasi atas pola kepemimpinan perubahan kepala sekolah.
Polemik tentang Pengawas Sekolah sesungguhnya telah bergulir dalam beberapa tahun terakhir.Â
Setahun lalu misalnya, kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Tehnologi melalui Surat Edaran Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan Nomor 0584 / B3 / GT.03.15 / 2022 tanggal 2 Maret 2022 mengambil kebijakan untuk menghapus kegiatan Pendidikan dan Pelatihan ( diklat ) Calon Pengawas Sekolah.Â
Guru yang ditugaskan sebagai pengawas sekolah sepenuhnya akan diambil dari guru penggerak. Sebagaimana diketahui, program guru penggerak didesain untuk menghasilkan guru-guru yang memiliki kompetensi pemimpin pembelajar. Sehingga mereka diproyeksikan untuk menjadi kepala sekolah dan pengawas sekolah.Â
Di tengah krisis jumlah pengawas sekolah yang semakin berkurang, terbitnya surat edaran tersebut mematik berbagai spekulasi baik di kalangan pengawas sekolah, praktisi maupun pengamat pendidikan.Â
Ada sinyalemen yang menduga penghapusan Diklat calon pengawas sekolah tersebut sebagai upaya untuk melakukan regenerasi pengawas sekolah dari generasi "tua" ke generasi milenial.Â
Dan pada saat yang bersamaan juga dimaksudkan untuk melakukan revitalisasi tugas pokok dan fungsi ( Tupoksi ) pengawas sekolah agar lebih sesuai dengan dinamika dan perkembangan yang terjadi.
Selama ini tugas dan tanggungjawab seorang pengawas sekolah secara substantive maupun administrative sangat berat dan komplek. Seorang pengawas sekolah secara administrative di awal dan akhir tahun wajib menyusun sejumlah laporan.Â
Laporan tersebut bukan saja menjadi syarat mutlak untuk kenaikan pangkat, namun juga sebagai bentuk tanggungjawab profesi kepada atasannya.Â
Penyusunan laporan yang terlalu banyak tersebut memicu lahirnya laporan duplikasi dengan aroma plagiasi sangat tinggi. Dan ini tentunya selain bertentangan dengan norma dan etika, juga jauh dari sikap professional seorang pengawas sekolah.
Kita tentu tidak menyalahkan para pengawas sekolah. Sebab komplek dan rigidnya tugas pengawas sekolah memang karena ada ketentuan yang mengatur.Â
Coba kita perhatikan bunyi pasal 15 ayat 4 Â Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2008 tentang guru sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2017 tentang Perubahan atas PP 74 tahun 2008 tentang Guru. Sangat jelas, begitu berat beban tugas yang dipikul oleh seorang pengawas sekolah.Â
Dalam pasal tersebut ditegaskan bahwa guru yang diangkat dalam jabatan sebagai pengawas satuan pendidikan melakukan tugas pembimbingan dan pembinaan profesional guru dan tugas pengawasan. Yang dimaksud tugas kepengawasan tersebut adalah kegiatan pengawasan akademik dan pengawasan manajerial.
Secara teknis terbitnya Peraturan Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan ( GTK) Nomor 4831/ B/HK.03.01/2023 tanggal 11 Agustus 2023 tentang Peran Pengawas Sekolah dalam Implementasi Kebijakan Merdeka Belajar Pada Satuan Pendidikan tampaknya cukup meringakan tugas pengawas sekolah.Â
Namun, dari substansi sepertinya akan memunculkan tantangan baru bagi pengawas sekolah pun bagi kepala sekolah.
Secara teknis, Perdirjen ini memang tidak terlalu banyak menuntut  pemenuhan portopolio bagi pengawas sekolah dalam membersamai atau mendampingi sekolah binaanya.Â
Hal ini tentunya sangat berbeda dengan sebelumnya yang "mengharuskan" pengawas sekolah untuk menyusun berbagai bentuk dan jenis dokumen laporan kepengawasan yang terkadang menyita sebagian besar waktu pengawas sekolah. Nah dalam konteks ini, Perdirjen ini tentunya akan memberikan implikasi baik bagi pengawas sekolah.
Tantangan implementasi Perdirjen ini tempaknya pada substansi  "jantung" dari kebijakan ini yang fokus pada peran baru pengawas sekolah sebagai pendamping.Â
Pada poin inilah akan memunculkan permasalahan baru. Tantangan akan muncul bukan saja dari pengawas sekolah, namun juga dari Kepala sekolah.Â
Untuk itu dibutuhkan kerja keras semua pihak untuk menyukseskan kebijakan ini. Sosialisasi bagi kepala sekolah menjadi sangat penting di tengah paradigma lama kepala sekolah yang masih sering menganggap pengawas sekolah sebagai manusia setengah dewa. Orang yang serba tahu.Â
Menganggap pengawas sekolah sebagai sosok senior yang kaya ilmu dan pengalaman sering kali menjerumuskan kepala sekolah pada sosok permisif pada rendahnya inovasi dan kreativitas. Sosok yang hanya selalu ingin "disuapi" dan kurang greget dalam menggali potensi diri.
Kita berharap melalui revitalisasi peran dan tugas pengawas sekolah sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan Nomor 4831/2023 pengawas sekolah akan makin lincah dalam mendampingi sekolah dan sekaligus menjadi katalisator transformasi pendidikan di sekolah.Â
Pengawas sekolah harus sesegera mungkin mengubah paradigma dari sosok pengendali ke sosok --fisik maupun mental- sebagai teman warga sekolah.Â
Membangun kemitraan dengan warga sekolah hanya bisa dilakukan melalui pola pendampingan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia secara berkelanjutan yang didasari prinsip menghargai perbedaan, kesetaraan, terarah dan terpadu serta menyandarkan semua bentuk pendampingan dari hasil refleksi.Â
Para pengawas sekolah tentunya berharap Perdirjen ini bukan hanya sekedar kebijakan baru, namun akan menjadi momentum "kebangkitan" peran baru pengawas sekolah dalam rangka transformasi pendidikan menuju profil pelajar Pancasila.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H