Mohon tunggu...
Ana Fauzia
Ana Fauzia Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi

Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Reformasi Parlemen dalam Memperluas Jangkauan Penanganan Covid-19 melalui Kerjasama Multilateral

23 September 2020   11:45 Diperbarui: 23 September 2020   12:16 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Alat Kelengkapan Dewan - Badan Kerjasama Antar Parlemen (source: dpr.go.id)

PENDAHULUAN

Negara Indonesia saat ini tengah berada dalam situasi ketidakpastian. Era new normal telah menjadi kebijakan negara untuk kemudian mengambil langkah dalam menanggapi problematika perekonomian. Namun, perlu untuk kemudian menjadi perhatian bahwa pusat utama dari kebijakan new normal dilaksanakan dengan tetap mengutamakan protokol kesehatan. Sehingga, sangat perlu kebijakan ini diterapkan dengan tetap menyelesaikan problematika kesehatan.

Perlu kita ketahui, bahwa saat ini Negara Indonesia berada dalam situasi darurat kesehatan. Namun, tidak bisa kita pungkiri bahwa darurat kesehatan tersebut kemudian bermanifestasi kepada dampak yang lainnya termasuk dampak ekonomi. WHO sendiri pun sudah menetapkan bahwa virus covid-19 ini bukan lagi indemi, namun sudah menjadi pandemi global. Sehingga, berkaitan dengan hal tersebut, maka solusi yang harus diterapkan adalah solusi global. 

Untuk menunjang optimalisasi terwujudnya solusi global dalam menghadapi covid-19 ini, maka diperlukan keberadaan parlemen untuk menyuarakannya. Parlemen sendiri memiliki alat kelengkapan yakni Badan Kerjasama Antar Parlemen (BKSAP) yang nantinya akan menyuarakan kepentingan nasional Indonesia dan memperjuangkan berbagai resolusi yang bermanfaat bagi kepentingan publik untuk disuarakan di internasional.

PEMBAHASAN

"Dinyatakan bahwa dalam Resolusi PBB Perdana yang berjudul "Global Solidarity to Fight the Coronavirus Disease 2019 (COVID-19)" bahwa dalam menanggulangi virus covid-19, PBB akan melakukan kerja sama internasional yang intensif untuk penanggulangan covid-19 dengan menerapkan pedoman yang relevan yang direkomendasikan oleh WHO" (Resolusi Majlis Umum PBB No. A/74/L.52 berjudul "Strengthening of the United Nations System"). 

Sebagai bentuk optimalisasi BKSAP dalam menanggulangi covid-19, diharapkan BKSAP bersama dengan parlemen dari negara lain melakukan diplomasi langsung bersama PBB bukan hanya antar parlemen negara namun juga menyertakan ahli kesehatan di bidangnya, termasuk WHO. Sebagaimana hal ini pun juga sesuai dalam "Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib dalam Pasal 76 ayat 1, dalam mejalankan tugas, BKSAP memberlakukan kerja sama internasional dengan parlemen negara lain, bahkan termasuk di dalamnya organisasi parlemen bertaraf internasional dan organisasi internasional dengan tujuan dalam hal melaksanakan tugas yang diberikan oleh pimpinan DPR" (Peraturan DPR RI No. 1 Tahun 2014, Ps. 76 ayat (1)). 

Organisasi internasional disini artinya pun juga termasuk dari PBB itu sendiri. Walaupun BKSAP telah mengadakan rapat bersama APPFGH pada tanggal 4 Mei 2020 dengan dihadiri perwakilan WHO seperti Darryl Bareet Kat Fajardo dan Ki-Hyun Hahm (laporan diterbitkan di website https://ksap.dpr.go.id/dokumen/index/id/16, Jakarta, 4 Mei 2020). 

Namun, mengingat peran PBB sebagai organisasi internasional yang menjangkau seluruh bangsa-bangsa lebih banyak daripada Asia-Pacific Parliamentary Forum on Global Health (APPFGH) hanya terdiri dari 30 negara yang tergabung dalam Member States of the WHO Western Pacific Region dan Association of Southeast Asian Nations (ASEAN). Sehingga, tidaklah dapat dimungkinkan kemudian hanya bergantung selesai setelah kemudian optimalisasi di bidang kesehatan hanya selesai dari hasil rapat antara APPFGH bersama BKSAP saja. Karena, sangat perlu kemudian pada saat rapat benar-benar secara nyata dan langsung dihadiri oleh perwakilan negaranya.

Tujuan dari pelibatan perwakilan negaranya ini tidak lain juga sebagai upaya agar kebijakan yang dilakukan bisa secara langsung dapat diimplementasikan dan disosialisasikan kepada negaranya. Karena, sangat sulit kemudian suatu kebijakan yang sudah diberikan nyatanya tidak bisa sampai di negara yang lainnya. Walaupun sudah pasti ada penyebaran informasi melalui lembaga-lembaga tertentu kepada negara yang tidak terlibat dalam rapat, namun percaya atau tidak suatu kebijakan akan lebih implementatif ketika memang negara tersebut terlibat langsung untuk memberikan aspirasinya. 

Bahkan, tidak hanya negara namun juga bagaimana lembaga yang ahli di bidangnya baik kesehatan atau perekonomian yang kemudian diikutsertakan dalam rapat virtual BKSAP antar parlemen dengan negara lain. "Dr. Paranietharan sebagai perwakilan WHO dari Indonesia memberikan penegasan pentingnya kerja sama internasional mengoptimalkan dukungan sumber daya dan fasilitas kesehatan bagi negara-negara berkembang" (laporan disampaikan pada Webinar Peran Parlemen dalam Kerja Sama Internasional untuk Penanggulangan Wabah Covid-19, Jakarta, 21 April 2020). 

Diketahui bahwa selama pandemi ini, begitu banyak ketidakmerataan dalam hal pemberlakuan fasilitas kesehatan dan juga tenaga kesehatan yang berada di dalamnya. Tak bisa dipungkiri, permasalahan internal negara memang berbeda-beda. Peran parlemen terutama BKSAP dalam diplomasi antar parlemen sangat menjadi faktor utama dalam hal menyuarakan aspirasi dan kekurangan dari setiap negara-negara masing-masing yang diwakilinya. Bahkan, sangat kemudian untuk diperlukan bahwa pendekatan BKSAP masing-masing negara kepada internal masyarakat di dalamnya diperlukan. 

Pengembangan lembaga-lembaga filantropis juga perlu untuk ditambah kuantitasnya. Terlebih, Indonesia sendiri juga mengalami program reses untuk mendekatkan diri kepada masyarakat. Walaupun kebijakan masing-masing negara ini berbeda-beda dalam hal penamaannya, maka perlu sekali untuk mengoptimalkan hal tersebut sebagai upaya penyesuaian.

"Ketua BKSAP DPR RI menyatakan bahwa Indonesia telah meluncurkan aplikasi yang bernama "Peduli Lindungi", yang dapat mengidentifikasi zona merah, dan menginformasikan kepada masyarakat mengenai potensi jika mereka telah terpapar atau melakukan kontak kepada orang-orang yang telah terinfeksi COVID-19. Bahkan, dikatakan juga bahwa Vietnam juga telah meluncurkan sebuah aplikasi berbasis bluetooth, "Bluezone". 

Aplikasi ini berfungsi dalam membantu masyarakat dalam memberikan informasi agar lebih hati-hati terhadap adanya indikasi kontak langsung dengan pasien covid-19" (laporan disampaikan pada Webinar Peran Parlemen dalam Kerja Sama Internasional untuk Penanggulangan Wabah Covid-19, Jakarta, 21 April 2020). 

Informasi ini didapatkan dari laporan web seminar "Peran Parlemen dalam Kerja Sama Internasional untuk Penanggulangan Wabah Covid-19" yang dilaksanakan pada tanggal 21 April 2020. Namun perlu kita ketahui, bahwa aplikasi ini masih minim akan sosialisasi kepada masyarakat baik internal negara maupun luar negeri. Sehingga, perlu untuk kemudian BKSAP pada saat diplomasi antar parlemen, menyebarluaskan gagasan tersebut kepada negara lain melalui diplomasi dengan negara luar ASEAN dan APPFGH sehingga kebijakan ini dapat berjalan luas dan merata di seluruh dunia. Dan BKSAP nantinya juga berkoordinasi dengan DPR RI untuk kemudian disampaikan DPRD dalam hal melakukan penyebaran informasi terkait eksistensi aplikasi tersebut.

Maka agar solidaritas dalam menangani covid-19 ini terjangkau luas, maka diperlukan keikutsertaan WHO pada saat rapat forum bersama PBB untuk kemudian secara nyata memberikan langkah yang tepat sesuai dengan standar kesehatan yang objektif dalam penanganannya di mata internasional. 

Terlebih lagi dalam hasil laporan penyelenggaraan rapat BKSAP bersama APPFGH pada tanggal 4 Mei 2020 bahwa APPFGH melalui WHO WPRO akan berkonsultasi dengan WHO Representative (country office) di Indonesia tentang kerja sama lebih jauh terkait usulan mekanisme perundang-undangan covid-19, namun agar perundang-undangan covid-19 ini menjangkau seluruh negara, maka BKSAP diharapkan mengadakan rapat forum kembali baik itu menyertakan PBB dengan menyampaikan aspirasi dan saran rapat forum kepada PBB atau WHO pusat di dalamnya, agar suara aspirasi dari parlemen dapat sesuai dengan kondisi negara masing-masing.

Tambahan lagi, di era akan memasuki normal baru ini, maka diperlukan solusi global dan standar kesehatan internasional agar pelaksanaan normal baru pun juga objektif sesuai dengan orientasi awal yakni kesehatan. 

Selain itu, agar diplomasi parlemen dalam multilateral lebih optimal, diperlukan perluasan jangkaun diplomasi, dimana pemusatannya tidak hanya pada forum APPFGH, hal yang bisa dilakukan dengan kemudian mengikutsertakan forum lain seperti Global Organization of Parliamentarians Against Corruption (GOPAC), Inter-Paliamentary Union (IPU), dan Parliamentary Union of the OIC Member States (PUIC). 

Namun, perlu ditekankan bahwa pada saat BKSAP mengadakan forum, maka diharapkan dapat mengikutsertakan negara yang berhasil dalam menghadapi corona, sebagai uji kelayakan contoh pada publik dan dunia dalam penanganan virus corona. Bahwa seperti yang didapatkan data dari data dari Corona virus COVID-19 Global Cases by Johns Hopkins CSSE bahwa negara Asia Tenggara yang sukses menghadapi corona adalah Singapura, Malaysia, Vietnam, Thailand, dan Filipina.

BKSAP sebagai bagian dari parlemen (DPR-RI), diharapkan pula untuk melakukan pendekatan rapat virtual tidak hanya di bidang kesehatan, namun juga di bidang lainnya seperti ekonomi. Mengingat, pandemi ini semakin lama tidak hanya berpusat pada kesehatan semata saja, namun juga ekonomi lagi. Pemberlakuan pusat perhatian terkait rapat persoalan diluar bidang kesehatan nantinya seperti ekonomi misalnya, BKSAP diharapkan dapat memberikan usulan dengan kemudian melakukan koordinasi bersama dengan lembaga filantropi internasional untuk bersama-sama mewujudkan dan menjangkau dalam hal pemberlakuan kebijakan optimalisasi selain bidang kesehatan. 

Program tersebut nantinya dengan bagaimana kemudian mengikutsertakan lembaga filantropi pada saat diplomasi parlemen dengan melakukan berbagai kebijakan perekonomian dan kemudian bekerja sama dengan lembaga United Nations Economic and Social Commission for Asia and Pacific (UN ESCAP).

Pengadaan rapat kembali oleh BKSAP sangat diperlukan untuk kemudian melakukan diplomasi antar parlemen kembali yang kemudian nantinya tidak hanya membahas persoalan kesehatan. Sehingga nantinya, ahli yang disertakan dalam diplomasi parlemen adalah tenaga ahli kesehatan dan juga tenaga ahli di bidang perekonomian. Harapannya, jangkauan diplomasi parlemen menjadi lebih best pratices terkait kesehatan dan perekonomian. 

Sehingga, materi pembahasannya pun nantinya tidak hanya terpusatkan dengan tidak langsung dari perkataan oleh BKSAP dan parlemen lainnya. Hal ini menghindari adanya pembahasan yang hanya terpusat di ranah politik. Sehingga, perlu kemudian nantinya pemfokusan rapat benar-benar menyertakan tenaga ahli dalam pembahasan di ranah multilateral.

Optimalisasi pelibatan publik antar BKSAP dengan masyarakat untuk menyuarakan kepentingan publik di ranah internasional. Kebijakan akan berjalan optimal ketika masyarakat internal dalam suatu negaranya pun juga turut aktif dalam menanganinya. Sehingga, diperlukan pendekatan terlebih dahulu dari BKSAP kepada masyarakat agar dalam melakukan diplomasi multilateral, suara aspirasi masyarakat juga dapat tersampaikan. 

Sebelum jauh kemudian membuat suatu perundang-undangan terkait covid-19, maka diperlukan transparansi terhadap publik terkait eksistensi dari BKSAP sebagai alat kelengkapan parlemen dan ujung tombak dari diplomasi oleh parlemen dengan melakukan optimalisasi di internal negaranya terlebih dahulu untuk kemudian disampaikan ke eksternal (multilateral).

Pelibatan publik ini diperlukan untuk optimalisasi peran dari BKSAP agar ketika melakukan diplomasi dalam mitigasi pandemi corona, maka dapat sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Ketika masyarakat pun turut serta dalam transparansi informasi dan diplomasi parlemen, maka kebijakan pun akan lebih efektif untuk dilaksanakan, dan kemungkinan masyarakat patuh akan protokol kesehatan akan tinggi, dikarenakan BKSAP selalu melakukan pendekatan publik melalui transparansi. 

Hal ini dikarenakan, masyarakat sudah mengetahui dan sadar akan upaya yang dilakukan oleh pemerintah. Pelibatan publik dilakukan dengan mengoptimalkan rapat diplomasi parlemen antarnegara secara live di youtube tidak hanya pada saat pandemi saja, namun saat negara sudah dalam keadaan normal sekalipun. Selain itu juga dilakukan dengan pendidikan politik terkait keberadaan dari Badan Kerjasama antar Parlemen melalui pengadaan webinar dan kunjungan ke beberapa instansi, kampus, dan sekolah.

Saat ini, tak jarang beberapa webinar hanya melibatkan DPR namun tidak BKSAP. Akhirnya, hanya beberapa orang saja yang kemudian mengetahui terkait eksistensi dari BKSAP ini. Sehingga, diharapkan BKSAP dapat secara rutin melakukan webinar dalam optimalisasi kerja sama internasional untuk kemudian melakukan penguatan kerja sama multilateral. 

Namun, perlu untuk kemudian memperkuat jembatan dalam internal negara terlebih dahulu. Salah satunya dengan memanfaatkan dan mengoptimalkan media yang ada dengan kemudian melakukan pendekatan melalui media sosial.

Dan juga, terdapat kesediaan ruang yang terbuka seluas-luasnya untuk kemudian bagaimana masyarakat memberikan suatu gagasan responsif kepada BKSAP layaknya bagaimana kemudian judicial review kepada Mahkamah Konstitusi yang dapat diajukan oleh seluruh WNI. 

Namun, bagaimana nantinya pengajuan usulan oleh masyarakat tetap diberikan melalui prosedural yang sistematis dan selektif untuk menghindari adanya penyalahgunaan oleh pihak-pihak asing yang tidak bertanggung jawab. Mengingat, BKSAP sendiri terkadang masih asing didengar oleh masyarakat awam. 

Hingga kemudian dampaknya akan berakibat bahwa tak jarang beragam aktivitas, posisi internasional hingga lobi-lobi yang dilakukan para pelaku diplomasi parlemen selama ini kurang terpantau masyarakat secara luas. Akibatnya, seringkali kemudian masyarakat berasumsi bahwa kinerja dari yang dilakukan oleh DPR dan BKSAP seringkali tidak berjalan lurus dengan beragam aktivitas yang dilakukan oleh lembaga legislatif ini.

KESIMPULAN

Dari pemberlakuan beberapa pernyataan maka kesimpulannya yakni dengan kemudian menambah eksistensi PBB dengan Pelibatan PBB secara langsung bersama BKSAP dalam rapat pembahasan covid-19 beserta negara di seluruh dunia dan tenaga ahli kesehatan untuk turut serta menjadi pemateri webinar. Selain itu juga dilakukan pemerataan fasilitas kesehatan di negara berkembang dan rendah kualitas sumber daya manusia. 

Optimalisasi program sejenis "reses" dan aplikasi yang mendukung adanya keberadaan daerah yang memang masih red zone untuk penyesuaian menghindari potensi penularan. Selain itu, mengingat covid-19 juga berdampak pada seluruh aspek, maka diperlukan perluasan pemfokusan materi dan diplomasi di seluruh aspek tidak hanya di kesehatan namun juga ekonomi. 

Penjangkauan materi pun juga diharapkan dapat berjalan efektif dengan melibatkan publik dengan melakukan pendekatan secara langsung agar pada saat diplomasi, maka BKSAP dan parlemen negara lain dapat menyuarakan yang memang sesuai dengan aspirasi negara dan kebutuhan masing-masing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun