Mohon tunggu...
Ana Nur Fitri
Ana Nur Fitri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pendidikan Sosiologi

Senang mencoba hal baru yang bermanfaat

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Remaja: Panggung Sosial dan Permasalahannya

24 Oktober 2022   12:47 Diperbarui: 24 Oktober 2022   13:38 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Berbagai penelitian dilakukan untuk mengetahui pasti penyebab dari depresi. Belum ada penelitian yang menghasilkan sebuah kepastian terkait hal ini. Namun, sebagaimana yang dikutip oleh Drs. Mardiya, salah satu teori yang dikemukakan oleh Beck (1974) dengan perspektif cognitive-behavioral, menyatakan bahwa depresi terjadi karena pandangan yang negatif terhadap diri sendiri, interpretasi yang negatif terhadap pengalaman hidup dan harapan yang negatif terhadap diri sendiri dan masa depan. Pandangan ini menyebabkan timbulnya depresi, rasa tidak berdaya dan putus asa. Penyebab depresi pada anak usia remaja mirip dengan orang dewasa, biasanya karena triad cognitive yaitu: perasaan tidak berharga (worthlessness), tidak ada yang menolong dirinya sendiri (helplessness), dan tidak ada harapan (hopelessness). Sedangkan menurut teori belajar "merasa tidak berdaya" (learned helplessness model) dari Seligman (1975) depresi terjadi bila seorang individu mengalami suatu peristiwa yang tidak dapat dikendalikannya, kemudian merasa tidak mampu untuk menguasai masa depan.

Satu hipotesis untuk hubungan antara penggunaan media sosial dan gejala depresi adalah tindakan membandingkan kehidupan seseorang yang tidak sempurna dengan gambar kehidupan orang lain yang disempurnakan, diedit, dan tampaknya sempurna. Meskipun alasan ini bukanlah penyebab utama depresi pada remaja, tetapi hal ini dapat meningkatkan perkembangan pada gejala depresi.

Berbeda dengan depresi, anxiety merupakan gangguan mental yang menimbulkan kecemasan berlebih pada penderitanya. Anxiety dapat memicu penyakit lainnya, seperti yang diungkapkan dalam sebuah penelitian di Inggris tahun 2018 yang mengaitkan penggunaan media sosial dengan penurunan, gangguan, dan penundaan tidur, yang dikaitkan dengan depresi, kehilangan memori, dan kinerja akademik yang buruk. Penggunaan media sosial dapat mempengaruhi kesehatan fisik pengguna secara lebih langsung. Para peneliti mengetahui hubungan antara pikiran dan usus dapat mengubah kecemasan dan depresi menjadi mual, sakit kepala, ketegangan otot, dan tremor.

Fitur media sosial menghadirkan "like dan comment" pada postingan yang dibagikan. Untuk meningkatkan harga diri dan perasaan berada dalam lingkaran sosial, orang-orang memposting konten dengan harapan menerima umpan balik yang positif. Hal ini pun yang dipikirkan oleh para remaja ketika ingin membagikan ceritanya. Apakah saya akan mendapatkan banyak like? mengapa tidak ada orang yang mengomentari? bagaimana caranya disukai? mengapa semua orang menghujat saya?. Mereka mencari validasi di internet yang berfungsi sebagai pengganti koneksi bermakna yang mungkin tidak mereka buat di kehidupan nyata. Selain itu, ada istilah yang familiar di kalangan muda mudi, yaitu FOMO. FOMO atau fear of missing out adalah perasaan takut ketinggalan akan sesuatu yang sedang tren. Jika semua orang menggunakan situs media sosial, maka mereka harus menggunakannya karena mereka khawatir akan dianggap kuno atau tidak up to date. Mereka takut jika komunikasi yang dibangun tidak berhasil karena dirinya tidak mengetahui lelucon apa yang sedang ditertawakan, informasi apa yang sedang hangat diperbincangkan, dsb. Mereka takut merasa dipinggirkan dan tidak disukai. Oleh karena itu, ketakutan akan hal tersebut dapat membawa mereka kepada anxiety atau kecemasan berlebih.

KETERASINGAN DENGAN LINGKUNGAN SOSIAL

Perasaan kesepian atau tidak memiliki siapa-siapa untuk bercerita merupakan salah satu dampak dari penggunaan media sosial yang berlebih. Media sosial seperti Twitter menawarkan penggunanya untuk menge-tweet apapun yang sedang dipikirkan. Tak jarang penggunanya menggunakan platform ini untuk mengungkapkan isi hati atau sekedar menuangkan pikirannya. Individu mengharapkan koneksi sosial di internet. Dengan demikian, validasi atas perasaan dan kata-kata pendukung dapat diterima oleh si pembuat tweet. Ketika remaja menggunakan media sosial dan menjadikan dunia maya sebagai tempat yang memiliki kenyamanan lebih dari dunia nyata, memungkinkan remaja memilih untuk mengutamakan interaksi sosial di dunia maya. Namun, remaja harus menyadari bahwa koneksi sosial online tidak cukup menggantikan kedalaman dan kualitas hubungan offline. Akibatnya, individu dengan ribuan koneksi media sosial masih bisa merasa kesepian, tidak dikenal, dan tidak didukung.

ANALISIS    

Salah satu teori sosiologi modern yang dikemukakan oleh Erving Goffman, mengatakan bahwa kehidupan adalah drama. Setiap individu merupakan aktor dalam dunia sosialnya. Individu dapat mengatur peran atau karakter seperti apa yang ingin dibangun melalui back stage, biasanya bertujuan untuk menunjukkan citra positif. Back stage atau panggung belakang merupakan tempat individu menunjukkan sifat aslinya di panggung depan. Panggung depan atau front stage menampilkan cerita yang ingin dipertontonkan ke orang lain. Dengan mempersiapkan hal-hal seperti, penampilan, personal front, perilaku, serta momentum, dapat mendorong tercapainya tujuan individu melakukan dramaturgi.

Tidak hanya kehidupan di dunia nyata, di dunia maya pun seseorang dapat melakukan dramaturgi. Individu khususnya dalam pembahasan ini ialah remaja yang aktif menggunakan media sosial, berupaya untuk membangun sebuah citra diri yang diinginkan. Melalui platform serta fitur yang tersedia, membantu remaja untuk menjalankan aktingnya di front stage tanpa diketahui apa yang sebenarnya terjadi. Semua yang terdapat di media sosial tidak sepenuhnya benar. Ketika para remaja ini membangun citra diri yang berlebihan dan tidak sesuai dengan kenyataan, maka mereka akan merasa tertekan jika tujuan dari citra diri itu sendiri tidak tercapai. Oleh karena itu, berbagai upaya dilakukan, seperti dengan membuat kebohongan dan manipulasi. Selain itu, remaja memiliki keinginan atau obsesi atas sebuah eksistensi dan validasi. Mungkin mereka tidak mendapatkannya di dunia nyata, sehingga dunia maya lah yang menjadi harapan. Panggung sosial yang diciptakan dapat membawa berbagai permasalahan yang dihadapi oleh para remaja.

KESIMPULAN

Penggunaan media sosial yang tidak terkontrol dapat membawa para remaja ke dalam kondisi yang mengganggu kesehatan mental mereka. Keinginan untuk diakui membuat remaja melakukan apapun di media sosial dengan mengesampingkan masalah yang timbul nantinya, seperti mendorong terganggunya kesehatan mental remaja di era masyarakat digital karena remaja akan kehilangan jati diri, memicu berbagai penyakit mental seperti anxiety dan depresi, serta mengalami keterasingan dengan lingkungan sosial. Dengan memahami teori dramaturgi, permasalahan yang timbul akibat panggung sosial yang dibuat oleh para remaja di media sosial dapat dipahami.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun