Sejarah dapat membuktikan dampak positif dari vaksin. Penemu vaksin pertama kali yaitu Edward Jenner pada tahun 1796.[5] Dia menggunakan cacar sapi untuk dibiakkan menjadi bakteri sehingga mempunyai manfaat.Â
Manfaatnya untuk menyembuhkan cacar dan secara resmi digunakan tahun 1956.[6] Negara Indonesia ikut berpartisipasi untuk mengatasi wabah cacar dengan memberikan vaksin kepada seluruh masyarakat. Akibatnya pada tahun 1974, wabah cacar dapat dimusnahkan di seluruh dunia.[7] Setelah kesuksesan tersebut, vaksin digunakan untuk mengurangi penyebaran beberapa penyakit menular.Â
Vaksin dapat digunakan kepada masyarakat jika melewati beberapa tahapan yang harus dilakukan. Para peneliti membutuhkan proses yang lama untuk menghasilkan vaksin. Proses pembuatan vaksinasi membutuhkan waktu 10 tahun sampai 15 tahun.[8] Alasannya yaitu proses pembuatan vaksin harus melewati beberapa tahapan. [9] Tahap pertama yaitu eksplorasi, eksplorasi dilaksanakan melalui penelitan di laboratorium.Â
Tujuannya untuk mengindetifikasi antigen alami yang dapat mencegah suatu penyakit tertentu. Tahap kedua yaitu studi praklinis, calon vaksin diberikan ke hewan untuk mengetahui akibat dan resikonya. Tahap ketiga yaitu uji klinis fase pertama, vaksin akan diberikan kepada beberapa orang dewasa untuk menguji dan mengkaji akibat dan resikonya terhadap manusia. Â
Tahap keempat yaitu uji klinis fase kedua,vaksin diberikan kepada sekelompok orang yang lebih banyak dan beragama usia maupun kondisi kesehatannya.Â
Tahap kelima yaitu uji klinis fase ketiga, vaksin diberikan kepada lebih banyak orang dengan kondisi yang lebih variasi dibandingkan tahap sebelumnya. Tahap keenam, vaksin mendapatkan izin pemakaian kepada manusia. Namun, pada situasi pandemi covid 19, proses pembuatan vaksin dan pemberian vaksin kepada masyarakat jauh lebih cepat karena telah ada teknologi biofarmasetik.[10]
Vaksin Sebagai Wujud Solidaritas Sosial
Vaksinasi untuk mencapai kekebalan kelompok merupakan bentuk dari solidaritas. Menurut, Kamus Besar Bahasa Indonesia arti solidaritas adalah sifat solider, sifat satu rasa (senasib dan sebagainya); perasaan setia kawan antara sesama anggota sangat diperlukan.[11] Berdasarkan hal tersebut, solidaritas merupakan kata sifat yang merujuk pada suatu perasaan. Keterkaitan arti solidaritas dengan pandemi Covid-19 yaitu setiap orang memiliki perasaan senasib karena menanggung situasi yang sama (pandemi Covid-19).Â
Tetapi, arti solidaritas dari sudut pandang filosofis berbeda dengan pengertian umum. Arti solidaritas dari sudut pandang filsafat bukan hanya sebatas perasaan.Â
Alasannya arti solidaritas berkaitan dengan relasi antara "Aku" dengan The Other[12]. Pengertian "Aku"[13] secara filosofis dapat dimengerti sebagai keseluruhan bukan sebagian. "Aku" merupakan keseluruhan dari kesadaran tentang pikiran, keberadaan, tindakan religiusitas bahkan relasinya dengan "the other". Sedangkan The Other merupakan pengertian filsafat yang berbeda dengan pengertian secara umum.Â
The Other menurut pengertian filosofis yaitu ada yang lain, ada yang berbeda terhadap sesuatu atau sesorang.[14] Menurut Levinas tentang The Other "..The presentation and the development of the nations employed owe everything to the phenomenological method. Intentional analysis is the search for the concrete."[15] Levinas melihat The Other dari dalam bukan dari hal yang nampak sebab The Other merupakan manusia yang sama dengan kita. Dia melihat The other  dari eksistensinya. Alasannya yaitu The Other berhak untuk menujukkan eksistensi sebagai seorang pribadi.Â