Kemanusiaan juga membahas relasi dengan sesama. Sesama dalam filsafat disebut juga dengan liyan[13] Terminologi liyan berasal dari metafisika Timur. Pertama kali terminologi ini muncul dalam politik. Bidang politik ini berkaitan dengan filsafat politik Plato. Filsafat politik digambarkan secara menarik dengan kodrat polis. Polis ialah tata hidup dari manusia yang memiliki jiwa. Namun, liyan dalam fisafat politik Plato mendiskriminasi kaum wanita, anak, dan budak. Liyan pada zaman sekarang dimaknai secara berbeda. Liyan atau sesama merupakan wujud dari eksistensi yang memiliki kebebasan. Kebebasan tersebut berasal dari dalam dirinya. Sehingga, kehadiran sesama harus dihargai.  Â
 Para teroris tidak memahami konsep dirinya.  Mereka tidak memahami bahwa dirinya adalah pribadi yang unik. Mereka tidak memahami bahwa mereka adalah makhluk yang berakal budi. Ketidakpahaman menyebabkan mereka tidak dapat bertindak seturut kemampuan akal budinya. Para teroris pun tidak bisa melihat sesamanya sebagai Aku yang lain. Hal ini disebabkan ideologi --ideologi yang mereka yakini seperti doktrin thagut (setan) terhadap simbol Negara (aparatur negara dan pejabat Negara). Para teroris menganggap mereka tidak menjalankan hukum agama dan menghina Allah. Sehingga,para teroris memusuhi mereka dengan melakukan penyerangan. [14]Taktik penyerangan yang digunakan ialah taktik ightiyalat.[15]Â
III Kesimpulan
Para teroris menggunakan konsep Tuhan dan agamanya untuk menutupi tindakan keji. Para teroris menyerukan nama Tuhan. Namun, mereka membuat dan meledakkan bom. Para teroris menggunakan ayat-ayat Kitab Suci dalam setiap aksinya untuk membenarkan aksinya. Ayat-ayat Kitab Suci hanya dipahami secara sempit. Mereka ingin membela hak-hak orang lain. Namun, disisi lain mereka hanya membela hak-hak kelompok. Mereka tidak membela hak-hak di luar kelompoknya. Bahkan, mereka menghapus hak-hak orang lain dengan cara yang keji.
Maka, pemahaman dan penyadaran baru tentang konsep Tuhan, manusia dan sesame perlu semakin digalakkan lagi secara bersama dan harus berlandaskan pada asas kemanusiaan. Gerakan bersama dimulai dari lingkup yang paling kecil dan sederhana yaitu keluarga. Orangtua perlu mengajarkan nilai-nilai budi pekerti kepada anaknya. Nilai-nilai budi pekerti itu ialah percaya kepada Tuhan, menyadari dan mensyukuri keunikan dirinya, menghargai keberadaan orang lain dan menghargai alam.
Catatan Kaki
[1] Agus Handoko, "Analisis Kejahatan Berkedok Agama," Jurnal Sosial Budaya 6, no. 2 (2019): 157.
[2]Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), 1185.
[3] Selvia Santi, "Terorisme Dan Agama Dalam Perspektif Charles Kimball," Jurnal ICMES 1, no.2 (Desember 2017): Â 188-189.
[4] Valentinus Saeng, Diktat Sejarah Filsafat Barat, Â (Malang: STFT Widya Sasana, 2011), 43.
[5] Ibid., 53.