Ucapan pertama dari saya adalah, semoga tidak menyinggung SARA.
[caption id="attachment_385523" align="aligncenter" width="300" caption="Aung San Suu Kyi sang peraih Nobel Perdamaian yang terpaksa bungkam"][/caption]
Kita tentu masih ingat beberapa tahun silam nama Aung San Suu Kyi ada di tiap layar kaca berita yang kita tonton, iya, saya kagum dengan beliau, mendekam sebagai tahanan rumah selama 15 tahun dari 21 tahun masa penahanannya sejak pemilihan umum tahun 1990 saya tidak habis pikir bagaimana beraninya dia memperjuangkan demokrasi dari negaranya sendiri. Namun nama itu seketiika dicari kembali ketika pembantaian etnis Rohingya, karena dia tidak pernah muncul setelah beberapa tahun pembantaian ini berlangsung. (saat ini mulai hot lagi beritanya, sebenarnya sudah ada sejak beberapa waktu lalu)
Berbagai media masa cetak maupun elektronik bertanya, kemana peraih Nobel perdamaian itu. Bukannya Pembantaian etnis ini menyinggung Hak Asasi Manusia. Padahal bisa jadi "Word Power"nya dapat terpakai lagi dalam kasus ini.
"Words allow us to express our feelings, to record our experiences, to concretize our ideas, to push outwards the frontiers of intellectual exploration. Words can move hearts, words can change perceptions, words can set nations and peoples in powerful motion. Words are an essential part of the expression of our humanness. To curb and shackle freedom of speech and expression is to cripple the basic right to realize our full potential as human beings". ~Aung San Suu Kyi~
Saya sangat merindukan kata-kata ini dipakai lagi untuk mendasari pemberian hak kewarganegaraan kepada etnis rohingya. Apa pasal, sejak awal di Myanmar sendiri juga terdiri atas banyak etnis. mulai dari Etnis Siam Thailand, etnis Mon, Etnis Karen, Etnis Kachin, Etnis Kayah, Etnis Rakhine. Lalu Etnis Birma merupakan "Pendatang" dari Tibet, sehingga saya juga heran apa bedanya mereka dengan Rakhine dan Rohingya yang sama-sama "pendatang" (bedanya Rakhine dan Rohingya dari bangladesh). Ternyata bedanya Etnis Birma memegang Militer dan mengambil alih kekuasaan . Muncul istilah Birmaisasi (yang hampir sama seperti faham Fasisme di eropa tempo dulu dan pemikiran Hitler zaman dulu) di mana Etnis Non-Birma merasa di Tindas oleh paham tersebut. Sementara Aung San Suu Kyi sendiri selain didukung oleh etnis Birma yang tidak suka dengan pemerintahan Junta Militer serta seluruh etnis Non-Birma.
Iya sih, saya akhirnya setuju juga bahwa Aung San Suu Kyi sudah berbicara setelah lama diam lewat partainya. "Saya tidak diam karena perhitungan politik," . "Saya diam karena, siapa pun yang berdiri di sebelah saya, akan terancam oleh banyak pertumpahan darah. Jika saya berbicara untuk hak asasi manusia, mereka (Rohingya) hanya akan menderita. Akan ada lebih banyak darah. "
Terdengar seram tapi itulah realitanya. Dia masih belum berani bertindak karena Junta Militer yang ada masih sensitif dengan berbagai kata-katanya. Untuk sekarang pisau masih tajam belum tumpul sehingga Aung San Suu Kyi membutuhkan banyak keberanian untuk membela etnis rohingya di muka umum.
Nah, saya yang penasaran mencoba mencari apa bedanya masing-masing etnis dilihat dari wikipedia.
- Bamar/Birma. Dua pertiga dari total warga Myanmar. Beragama Buddha, menghuni sebagian besar wilayah negara kecuali pedesaan.
- Karen. Suku yang beragama Buddha, Kristen atau paduannya. Memperjuangkan otonomi selama 60 tahun. Menghuni pegunungan dekat perbatasan dengan Thailand.
- Kayah. Etnis yang beragama Buddha yang berkerabat dengan etnis Thai.
- Arakan. Juga disebut Rakhine, umumnya beragama Buddha dan tinggal di perbukitan di Myanmar barat.
- Mon. Etnis yang beragama Buddha yang menghuni kawasan selatan dekat perbatasan Thailand.
- Kachin. Kebanyakan beragama Kristen. Mereka juga tersebar di Cina dan India.
- Chin. Kebanyakan beragama Kristen, menghuni dekat perbatasan India.
- Rohingya. Etnis yang beragama Islam yang tinggal di utara Rakhine, banyak yang telah mengungsi ke Bangladesh atau Thailand.
Mereka Butuh Next Nelson Mandela
[caption id="attachment_385524" align="aligncenter" width="300" caption="Kita Butuh penyuara anti apartheid di Myanmar"]
Mungkin Aung San Suu Kyi tidak cukup, mereka butuh manusia yang anti apartheid untuk memperjuangkan hak-hak atas Rohingya. bedanya jika di afrika selatan mereka berkulit putih vs hitam. kalau di Myanmar berkulit kuning langsat vs coklat tua. Kita tentu teringat bagaimana Nelson Mandela mempejuangkan banyak hal yang sulit tentang ketidak adilan yang terjadi di negaranya. Perjuangannya tidak sia-sia karena apartheid di Afrika Selatan terhapuskan, dan dia meninggalkan Warisan yang komplit di akhir hayatnya. Kini Afrika selatan menjadi salah satu negara yang diperhitungkan derajatnya di dunia dengan kerukunan antar ras yang sangat baik. Terbukti lewat penyelenggaraan Piala Dunia 2010 yang tanpa cela yang berarti.
Mungkin saja mereka butuh Bhinneka Tunggal Ika
[caption id="attachment_385525" align="aligncenter" width="300" caption="Indonesia Memegang Teguh Bhinneka Tunggal Ika"]