Mohon tunggu...
Amy Razan
Amy Razan Mohon Tunggu... Freelancer - -

Puisi, Cerpen, Review makanan, Tentang teknologi, Eksplor program K-variety show dan K-reality show |

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Menggapai Mimpi yang Terpendam

22 Juli 2024   16:30 Diperbarui: 22 Juli 2024   16:31 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kehidupan Sonya berubah sejak ia menginjak kelas 2 SMA. Di awal semester, ayahnya, Pak Budi, memberi tahu bahwa ia tidak mampu lagi membiayai pendidikan Sonya hingga perguruan tinggi. Dengan kondisi keuangan yang sulit, mereka harus prioritaskan kebutuhan sehari-hari. Ibu Sonya, yang berjualan gorengan, juga mengalami penurunan pendapatan.

Sonya mendengar kabar itu dengan hati yang berat. Namun, ia memutuskan untuk mencari alternatif setelah lulus SMA. Setiap hari setelah pulang sekolah, ia membantu ibunya mempersiapkan bahan-bahan untuk gorengan, lalu mengerjakan tugas sekolah.

Pada ulang tahun Sonya, Pak Budi memberinya hadiah istimewa: alat dan bahan rajut yang lengkap. "Kapan bapak membeli semua ini?" Sonya bertanya dalam hati. Ternyata, hadiah itu dibeli dari sisa gaji kemarin dan bantuan bosnya yang penasaran dengan kondisi rumah mereka. Sonya terharu hingga menitikkan air mata. Kebaikan yang diberikan kepada orang lain memang berbuah kebaikan pula.

Mulai saat itu, Sonya serius mendalami dunia merajut. Dia merajut handuk kecil dengan kombinasi warna biru tua dan pink tua. Dalam satu jam, handuk kecil itu selesai. Semangatnya tidak luntur; ia lanjut merajut gantungan kunci karakter animasi yang menantang.

Suatu malam, adiknya memanggil Sonya untuk makan malam. "Kak, ayo kita makan malam, bapak dan ibu sudah menunggu di ruang makan," ajak adiknya. Pak Budi menyambutnya dengan senyuman dan berkata, "Wah, ada yang lagi rajin merajut nih. Semoga semangatnya nggak kendor ya? Dan bisa balik modal."

Sesampainya di meja makan, keluarga mereka menikmati hidangan buatan ibu. Setelah makan, Sonya kembali ke kamar untuk melanjutkan rajutannya. Dia mencari contoh gambar animasi di internet dan mencoba membuat gantungan kunci Mario Bros. Prosesnya menantang, terutama pada bagian mata dan topi.

Pagi harinya, Sonya membawa dua handuk rajut ke sekolah untuk dijual. Ibunya memberikan saran, "Sonya, nanti handuk rajut kamu mau dijual berapa? Ibu sarankan jangan terlalu mahal, kira-kira di atas 10.000 bisa kamu beri harga handuk itu." Sonya mengangguk dan berterima kasih.

Saat tiba di sekolah, Sonya menemukan tasnya berantakan dan tali rajut keluar. Dengan tenang, dia mencari tahu siapa yang melakukannya. Diana dan gengnya yang iseng membuka tasnya. Saat bel istirahat, wali kelas, Bu Riana, menghampiri Sonya dan memberitahu bahwa Diana yang membuka tasnya. Bu Riana memberikan hukuman pada Diana dan teman-temannya, lalu memuji hasil rajutan Sonya.

"Sonya, ibu suka dengan gantungan rajutan kamu. Ini dijual?" tanya Bu Riana sambil menunjuk tas Sonya. "Iya, Bu. Rencana saya akan menjual gantungan kunci seperti ini. Tetapi yang baru jadi ada handuk kecil, Bu," jawab Sonya.

"Ibu ingin membeli handuk ini, Sonya. Berapa harganya?" tanya Bu Riana lagi. "Satu handuk kecil ini 15.000, Bu," jawab Sonya. "Baiklah, ibu beli satu. Kamu juga bisa jual di toko online, pasti banyak yang mau beli," saran Bu Riana.

Sonya pulang dengan semangat baru. Dia membersihkan diri, menyelesaikan tugas sekolah, lalu lanjut merajut. Malam itu, dia membuat 10 gelang dengan tiga warna yang berbeda. Setelah selesai, dia makan malam dan membuat akun toko online, memotret hasil rajutannya, dan mengunggahnya.

Beberapa hari kemudian, ada yang membeli tiga gelang. Sonya segera mengemasi barang dan menunggu kurir JNE. Ibunya terkejut dan bangga melihat semangat Sonya. "Aku tidak menyangka ibu akan terus mendukung aku," kata Sonya terharu.

Keesokan paginya, ibu Sonya membangunkannya karena ada kurir JNE yang datang. "Sonya, bangun. Ada kurir JNE yang datang untuk mengambil barang. Sonya bangun sudah ditunggu itu," seru ibunya.

Sonya berlari mengemasi barangnya dan menyerahkan kepada kurir. "Alhamdulillah, laris manis neng jualannya. Berkah. Saya pamit dulu," kata kurir dengan senyum.

Pak Budi bertanya, "Tadi itu kamu kirim barang buat siapa, Sonya?" "Pak, ini orang pertama yang beli barang hasil rajutan aku. Alhamdulillah ada yang tertarik dan membeli," jawab Sonya dengan bahagia.

Pak Budi memeluknya, "Selamat ya, Sonya. Terus kamu lanjutkan merajut dan jangan patah semangat." Notifikasi masuk lagi; ada yang memesan barang. Sonya berlari ke kamar untuk menyiapkan barang dan menggunakan kardus kecil dari tangga untuk mengemasnya.

Sonya tak lagi merasa iri pada teman-temannya yang mendapatkan segala yang diinginkan. Dia kini bersyukur atas apa yang dimilikinya dan terus merajut mimpinya, mengubah keterbatasan menjadi peluang yang tak terduga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun