Mohon tunggu...
Amy Naylan
Amy Naylan Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

Menyingkap Pandangan Ekonom Islam terhadap Perekonomian

17 November 2017   10:21 Diperbarui: 17 November 2017   12:20 1544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Adanya perbedaan pandangan mengenai suatu permasalahan sudah menjadi hal yang wajar dalam agama Islam. Perbedaan pendapat dalam Islam menjadikan pandangan lebih luas menyikapi persoalan yang sedang terjadi. Termasuk perbedaan pandangan dalam dimensi ekonomi Islam. Didalam ekonomi Islam terdapat pemikiran para ahli ekonom Islam kontemporer yang diklasifikasikan menjadi tiga madzhab. Namun disini akan mengulas tentang Madzhab Mainstream.

Berbeda dengan pemikiran Baqir, madzhab Mainstream malah mendukung rumusan yang telah digulirkan ilmu ekonomi konvensional. Masalah perekonomian, menurut madzhab ini terjadi karena sumber daya yang terbatas dan dihadapkan pada keinginan manusia yang tak terbatas.

Madzhab mainstream beranggapan bahwa perbedaan utama antara ekonomi konvensional dengan ekonomi Islam terletak pada tujuan masing-masing. Mazhab ini justru setuju dengan pandangan konvensional bahwa masalah ekonomi muncul karena sumberdaya terbatas dan keinginan manusia yang tidak terbatas. Seperti yang disabdakan Nabi Muhammad SAW. bahwa manusia tidak akan pernah puas terhadap apa yang diinginkannya. Bila diberikan emas satu lembah, ia akan meminta emas dua lembah. Bila diberikan dua lembah maka dia akan meminta tiga lembah dan seterusnya sampai ia masuk kubur.

Salah satu contoh persoalan ekonomi di Afganistan terjadi kekurangan sumber daya ekonomi. Namun di sisi lain, manusia juga memiliki keinginan yang tidak terbatas. Meskipun negara itu mengalami krisis sumber daya, itu tidak berdampak apapun pada keinginan manusia. Justru dengan ajaran Islamlah kemudian manusia dituntut untuk mengendalikan keinginannya, sebab jika keinginan tak terkendali maka akan menyengsarakan kehidupan manusia itu sendiri.

Lebih konkret lagi mereka mencontohkan suatu kasus yaitu total permintaan dan penawaran beras di seluruh dunia berada pada titik ekuilibrium memang benar adanya. Namun, jika kita berbicara pada tempat dan waktu tertentu, maka kemungkinan besar terjadi kelangkaan sumber daya. Seperti suplai beras di Ethiopia dan Bangladesh lebih langka dibandingkan di Thailand. Jadi keterbatasan sumber daya memang ada, bahkan diakui pula oleh Islam. Dalil yang dipakai adalah Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 155:

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوفْ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الأَمَوَالِ وَالأنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ

"Dan sungguh akan Kami uji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira bagi orang-orang yang sabar."

 

Sedangkan keinginan manusia yang tidak terbatas dianggap sebagai hal yang alamiah. Dalil yang dipakai adalah Al-Qur'an surat At-Takatsur ayat 1-5:

أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ (1) حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ (2) كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ (3) ثُمَّ كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ (4) كَلَّا لَوْ تَعْلَمُونَ عِلْمَ الْيَقِينِ (5)

"Bermegah-megahan telah melalaikan kamu. Sampai kamu masuk ke liang kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu)."

Masih tertuju pada pandangan kritis dalam ilmu ekonomi, madzhab mainstream lebih fokus pada cara mengelola sumber daya yang terbatas dan keinginan yang tidak terbatas. Jika kapitalisme memecahkan permasalahan ekonomi dengan market mechanism dan sosialisme menggunakan centralized planning, maka ekonomi Islam menggunakan cara yang ditentukan dalam Al-Qur'an, Hadits dan praktek-praktek ekonomi Islam pada masa kejayaan Islam.

Sesuai dengan namanya, madzhab pemikiran ekonomi Islam ini mendominasi khasanah pemikiran ekonomi Islam di seluruh dunia. Sehingga meluasnya madzhab ini dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu :

  • Pemikiran mereka relatif lebih moderat jika dibandingkan dengan madzhab lainnya sehingga lebih mudah diterima masyarakat
  • Ide-ide mereka banyak ditampilkan dengan cara-cara ekonomi konvensional, misalnya menggunakan economic marketingdan quantitative methods sehingga mudah dipahami oleh masyarakat luas.
  • Sebenarnya hal ini tidak mengherankan, sebab para pendukung madzhab Mainstream kebanyakan latar belakang pendidikan ekonomi konvensional. Tak hanya itu, mereka juga menguasai ilmu keislaman yang memadai.
  • Kebanyakan tokoh merupakan staff, peneliti, penasehat, atau setidaknya memiliki jaringan erat dengan lembaga-lembaga regional atau internasional yang telah mapan seperti Islamic Development Bank(IDB), International Institut of Islamic thought(III T), Islamic research and Training institute(IRTI), dan Islamic Foundation pada beberapa universitas maju.

Selain itu madzhab mainstream banyak dipelopori oleh tokoh-tokoh yang berasal dari Islamic Development Bank(IDB) antara lain M. Umar Chapra, M.A. Mannan, Nejatullah Siddiqi, Khursid Ahmad, Monzer Khaf dan sebagainya. Mereka mengakui adanya scarcity(kelangkaan) yang mendasari terbentuknya ilmu ekonomi. Karena sebagian tokoh madzhab mainstream adalah alumni dari berbagai perguruan tinggi Amerika dan Eropa, sehingga mereka dapat menjelaskan fenomena ekonomi dalam bentuk model-model ekonomi dengan pendekatan ekonometri.

Salah seorang tokoh mazhab ini Umer Chapra mengatakan bahwa usaha pengembangan ekonomi Islam bukan berarti memusnahkan semua hasil analisis yang baik dan sangat berharga yang telah dicapai oleh para ekonom konvensional. Yang bermanfaat diambil, yang tidak bermanfaat dibuang, sehingga terjadi suatu proses transformasi keilmuan dan dipandu oleh prinsip-prinsip syariah Islam. Keilmuan yang saat ini berkembang di dunia Barat pada dasarnya dikembangkan oleh para ilmuan muslim pada masa jahiliyah, sehingga bukan tak mungkin ilmu yang berkembang sekarang pun masih ada beberapa pengembangan dari pemikiran ilmuan muslim terdahulu.

Jadi, pandangan mazhab ini tentang masalah ekonomi hampir tidak ada bedanya dengan pandangan ekonomi konvensional. Kelangkaan sumber dayalah yang menjadi penyebab munculnya masalah ekonomi.

Perbedaan mazhab ini dengan ekonomi konvensional adalah dalam penyelesaian masalah ekonomi tersebut. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa masalah kelangkaan ini menyebabkan manusia harus melakukan pilihan. Cara penyelesaian masalah ini dengan cara memaksa manusia melakukan pilihan atas keinginannya. Kemudian manusia membuat skala prioritas pemenuhan keinginan, dari yang paling penting sampai yang tidak penting. Dalam ekonomi konvensional, pilihan dan penentuan skala prioritas dilakukan berdasarkan selera pribadi masing-masing, tidak peduli apakah itu bertentangan dengan norma serta nilai agama ataukah tidak. Dengan kata lain pilihan dilakukan berdasarkan tuntutan nafsu semata (Homo economicus). Sedangkan dalam ekonomi Islam, penentuan pilihan tidak bisa seenaknya saja, sebab semua aspek kehidupan kita telah diatur oleh Allah lewat Al-Qur'an dan Hadits. Sebagai manusia ekonomi Islam (Homo islamicus) harus selalu patuh pada aturan-aturan syariah yang ada.

Mengambil hal-hal yang baik dan bermanfaat yang dihasilkan dari bangsa dan budaya non-Islam sama sekali tidaklah diharamkan. Nabi bersabda bahwa hikmah atau ilmu itu bagi umat Islam ibarat barang yang hilang. Dimana saja ditemukan, maka umat Muslimlah yang paling berhak mengambilnya. Catatan sejarah umat Muslim memperkuat hal ini. Para ulama dan ilmuwan Muslim banyak meminjam ilmu dari peradaban lain, seperti Yunani, India, Persia, dan China, yang bermanfaat diambil dan yang tidak bermanfaat dibuang atau ditinggalkan saja, sehingga transformasi ilmu diterangi dengan cahaya Islam.

DAFTAR PUSTAKA

Chapra, M. Umer. 2000. Islam dan Pembangunan Ekonomi. Jakarta : Gema Insani Press

Chamid, Drs. Nur, MM. 2010. Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Fauzia, Dr. Ika Yunia, Lc., M.E.I. 2014. Prinsip Dasar Ekonomi Islam Perspektif Maqashid Al-Syariah. Jakarta : Kencana Prenadamedia Group

Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) UII Yogyakarta. 2008. Ekonomi Islam. Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun