Masih tertuju pada pandangan kritis dalam ilmu ekonomi, madzhab mainstream lebih fokus pada cara mengelola sumber daya yang terbatas dan keinginan yang tidak terbatas. Jika kapitalisme memecahkan permasalahan ekonomi dengan market mechanism dan sosialisme menggunakan centralized planning, maka ekonomi Islam menggunakan cara yang ditentukan dalam Al-Qur'an, Hadits dan praktek-praktek ekonomi Islam pada masa kejayaan Islam.
Sesuai dengan namanya, madzhab pemikiran ekonomi Islam ini mendominasi khasanah pemikiran ekonomi Islam di seluruh dunia. Sehingga meluasnya madzhab ini dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu :
- Pemikiran mereka relatif lebih moderat jika dibandingkan dengan madzhab lainnya sehingga lebih mudah diterima masyarakat
- Ide-ide mereka banyak ditampilkan dengan cara-cara ekonomi konvensional, misalnya menggunakan economic marketingdan quantitative methods sehingga mudah dipahami oleh masyarakat luas.
- Sebenarnya hal ini tidak mengherankan, sebab para pendukung madzhab Mainstream kebanyakan latar belakang pendidikan ekonomi konvensional. Tak hanya itu, mereka juga menguasai ilmu keislaman yang memadai.
- Kebanyakan tokoh merupakan staff, peneliti, penasehat, atau setidaknya memiliki jaringan erat dengan lembaga-lembaga regional atau internasional yang telah mapan seperti Islamic Development Bank(IDB), International Institut of Islamic thought(III T), Islamic research and Training institute(IRTI), dan Islamic Foundation pada beberapa universitas maju.
Selain itu madzhab mainstream banyak dipelopori oleh tokoh-tokoh yang berasal dari Islamic Development Bank(IDB) antara lain M. Umar Chapra, M.A. Mannan, Nejatullah Siddiqi, Khursid Ahmad, Monzer Khaf dan sebagainya. Mereka mengakui adanya scarcity(kelangkaan) yang mendasari terbentuknya ilmu ekonomi. Karena sebagian tokoh madzhab mainstream adalah alumni dari berbagai perguruan tinggi Amerika dan Eropa, sehingga mereka dapat menjelaskan fenomena ekonomi dalam bentuk model-model ekonomi dengan pendekatan ekonometri.
Salah seorang tokoh mazhab ini Umer Chapra mengatakan bahwa usaha pengembangan ekonomi Islam bukan berarti memusnahkan semua hasil analisis yang baik dan sangat berharga yang telah dicapai oleh para ekonom konvensional. Yang bermanfaat diambil, yang tidak bermanfaat dibuang, sehingga terjadi suatu proses transformasi keilmuan dan dipandu oleh prinsip-prinsip syariah Islam. Keilmuan yang saat ini berkembang di dunia Barat pada dasarnya dikembangkan oleh para ilmuan muslim pada masa jahiliyah, sehingga bukan tak mungkin ilmu yang berkembang sekarang pun masih ada beberapa pengembangan dari pemikiran ilmuan muslim terdahulu.
Jadi, pandangan mazhab ini tentang masalah ekonomi hampir tidak ada bedanya dengan pandangan ekonomi konvensional. Kelangkaan sumber dayalah yang menjadi penyebab munculnya masalah ekonomi.
Perbedaan mazhab ini dengan ekonomi konvensional adalah dalam penyelesaian masalah ekonomi tersebut. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa masalah kelangkaan ini menyebabkan manusia harus melakukan pilihan. Cara penyelesaian masalah ini dengan cara memaksa manusia melakukan pilihan atas keinginannya. Kemudian manusia membuat skala prioritas pemenuhan keinginan, dari yang paling penting sampai yang tidak penting. Dalam ekonomi konvensional, pilihan dan penentuan skala prioritas dilakukan berdasarkan selera pribadi masing-masing, tidak peduli apakah itu bertentangan dengan norma serta nilai agama ataukah tidak. Dengan kata lain pilihan dilakukan berdasarkan tuntutan nafsu semata (Homo economicus). Sedangkan dalam ekonomi Islam, penentuan pilihan tidak bisa seenaknya saja, sebab semua aspek kehidupan kita telah diatur oleh Allah lewat Al-Qur'an dan Hadits. Sebagai manusia ekonomi Islam (Homo islamicus) harus selalu patuh pada aturan-aturan syariah yang ada.
Mengambil hal-hal yang baik dan bermanfaat yang dihasilkan dari bangsa dan budaya non-Islam sama sekali tidaklah diharamkan. Nabi bersabda bahwa hikmah atau ilmu itu bagi umat Islam ibarat barang yang hilang. Dimana saja ditemukan, maka umat Muslimlah yang paling berhak mengambilnya. Catatan sejarah umat Muslim memperkuat hal ini. Para ulama dan ilmuwan Muslim banyak meminjam ilmu dari peradaban lain, seperti Yunani, India, Persia, dan China, yang bermanfaat diambil dan yang tidak bermanfaat dibuang atau ditinggalkan saja, sehingga transformasi ilmu diterangi dengan cahaya Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Chapra, M. Umer. 2000. Islam dan Pembangunan Ekonomi. Jakarta : Gema Insani Press
Chamid, Drs. Nur, MM. 2010. Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Fauzia, Dr. Ika Yunia, Lc., M.E.I. 2014. Prinsip Dasar Ekonomi Islam Perspektif Maqashid Al-Syariah. Jakarta : Kencana Prenadamedia Group