Mohon tunggu...
A Munif
A Munif Mohon Tunggu... Lainnya - munif

Tak peduli seberapa hebat anda dimuka bumi ini, yang terpenting seberapa bermanfaat selama hidup ini

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Fenomena Pemuda dan Ngaji di Sosial Media

23 Februari 2021   10:54 Diperbarui: 23 Februari 2021   11:44 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fenomena Pemuda & Ngaji di Sosial Media

Era globalisasi adalah suatu tatanan kehidupan manusia yang secara global telah melibatkan seluruh umat manusia. Peradaban yang baru ini membuat manusia secara konsep diminta untuk mengikuti kemajuan zaman. Di zaman digitalisasi ini atau biasa dikenal dengan era 4.0 membuat peradaban manusia menjadi lebih cepat dan pesat. Alhasil, hampir semua tatanan dan sektor dapat dirubah dalam bentuk digitali. 

Revolusi digital adalah perubahan dari teknologi mekanik dan elektronik analog ke teknologi digital yang telah terjadi sejak tahun 1980  dan berlanjut sampai hari ini. Sekitar 40 tahun teknologi digital sudah membantu banyak terhadap manusia dalam kesahariannya. Tidak hanya dalam sisi positif, dari sisi negative juga terjadi. Positif dan negatif selalu datang secara beriringan, semua kembali kepada pengguna atau pelaku bagaimana ia dapat menggunakannya untuk perbuatan positif atau negatif. Misalnya adalah telepon pintar atau smartphone. 

Telepon pintar adalah alat komunikasi yang paling sering digunakan oleh manusia. Telepon pintar dapat digunakan dengan cara positif misalnya untuk berkomunikasi untuk menjalin silaturahmi, mencari informasi dan berita. Di sisi kebalikannya juga dapat digunakan untuk membuat berita palsu, informasi yang salah, konten yang tidak benar dan lain sebagainya.

Dewasa ini, pemuda adalah pelaku yang paling unggul atau upgrade dalam menanggapi fenomena 4.0. Pengatahuan dan rasa tau yang tinggi, mengakibatkan pemuda menjadi subjek dan objek dalam hal digital dan teknologi. Pemuda sebagai pelaku subjek artinya teknologi digital juga merupakan karya dan buah hasil dari pemuda yang inovatif dan kreatif, sedangkan pemuda sebagai objek artinya pemuda menjadi sasaran utama dari teknologi digital yang mereka buat. 

Dibandingkan dengan anak-anak atau orang tua, perkembangan dan pemahaman pola pikir terhadap teknologi pemuda lebih unggul, cepat dan tanggap. Produktivitas pemuda dalam berkarya, berinovasi, dan berkreasi dalam tekonlogi digital merupakan unsur paling penting. Secara cepat dan massif pemuda dapat meproduksi sebuah karya dalam rangka sebagai hiburan, infromasi, edukasi untuk kalangan yang lebih banyak dan majemuk. Pemuda yang memiliki keinginan yang kuat dalam berkarya akan membuat negaranya lebih progresif serta maju. 

Oleh karena itu, setiap negara memiliki kesempatan untuk lebih maju jika negaranya bisa memproduksi pemuda yang produktif. Bonus demografi yang digaungkan oleh banyak negara adalah istilah suatu negara yang potensi pertumbuhan ekonomi yang tercipta akibat perubahan struktur umur penduduk, di mana proporsi usia kerja lebih besar dari pada proporsi bukan usia kerja. Negara yang mampu memaksimalkan kesempatan bonus demografi ini akan menjadi negara yang maju serta memiliki power dalam kancah dunia.

Di era 4.0 ini, banyak fenomena aktivitas analog yang sudah digitalisasikan. Ini adalah bentuk inovasi yang dapat diterapkan karena kecanggihan dari teknologi digital. Misalnya ojek  daring (online), pembayaran lewat daring, pemesanan barang secara dairng dan masih banyak yang lain. Aktivitas-aktivitas ini tentu sangat memudahkan manusia dalam kesehariannya. 

Secara keseluruhan menjadi lebih cepat dan praktis. Namun, ada beberapa hal yang tidak sepatutnya untuk didaringkan. Ada batasan-batasan yang tidak bisa untuk diterabas misalnya dalam konteks agama islam seperti ibadah solat, akad nikah dan lain-lain. Terkadang ketidaktauan manusia ketika mengalami permasalahan diri akibat kurangnya pemahaman menimbulkan permasalahan yang Panjang. Padalah jika ditanyakan atau dikonsultasikan kepada yang ahli akan menjadi solusi baik untuk dirinyna. 

Akhir-akhir ini muncul fenomena dalam konteks islam seperti ngaji online atau ngaji di sosial media. Hal ini menimbulkan banyak permalahan dan pertanyaan dalam pemahaman ngaji di sosial media. Apakah boleh ngaji di sosil media?

Ngaji adalah isitilah aktivitas menambah ilmu, pengetahuan dan wawasan dalam konteks agama islam. Ngaji dapat dilakukan secara individu atau bersama-sama. Hakikat ngaji adalah menambah pengetahuan dan menguruahi kebodohan atau ketidaktauan. Ngaji adalah hal wajib yang dilakukan oleh umat islam. Ngaji yang disandarkan kepada Allah SWT dan diniatkan untuk menambah ilmu akan mendapat ganjaran berupa pahala oleh Allah SWT. 

Ngaji biasanyna terdiri dari guru dan murid. Aktivitas seorang guru yang memberikan dan berbagi ilmu Allah kepada murid-muridnya. Aktivitas ngaji sering kali dilakukan secara tatap muka atau konvensional. Tetapi, di era digitalisasi ini membuat ngaji dapat dilakukan secara daring. Fenomena ini memunculkan pertanyaan besar terkait keabsahan ngaji secara daring.

Ulama di Indonesia ada beberapa pendapat terkait ngaji secara daring. Ustadz Kholisin, M. Si Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Walisongo Semarang menuturkan, "ngaji di sosial media itu boleh saja jika diniatkan hanya untuk menambah wawasan umum saja, jika untuk hal-hal yang rinci dan detail harus dilakukan secara luring atau tatap muka karena untuk kepemahan dan menjaga sanad". 

Senada dengan Ustadz Kholisin, Habib Umar berpendapat bahwa selagi masih ada ikatan ta'aluq hati dengan gurunya, maka  bisa dianggap sebagai guru dan murid. Namun keberkahan mengaji itu tetap ada pada tempat majelis ilmu atau pondok pesantren. Alumni Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Walisongo M. Sofiyullah berpandapat ada Riwayat hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqi, "jadilah orang yang alim, atau orang yang belajar, atau orang yang mendengarkan atau orang yang cinta (mejelis ilmu) dan jangan menjadi orang yang kelima (tidak kesemuannya) maka niscaya akan rusak." 

Dari hadits ini mencari ilmu ada beberpa tingkatnya, mengaji atau mencari ilmu harus ada usahanya atau susah payahnya. Diusahakan terlebih dahulu untuk bisa tatap muka atau bertemu. Jika hanya bisa bisa mendengarkan dari radio, televisi atau internet makai a termasuk dalam kategori mendengarkan. Mendegarkan pun juga membutuhkan usaha misalnya membutuhkan listrik, sinyal dan kuota.
Dari beberapa pendapat di atas, mengaji di sosial media dibolehkan dengan ketentuan tertentu. Ketentuan-ketentuan itu harus dipahami dan dijalankan supaya keutamaan mengaji tetap terjaga dan keilmuan dari guru ke murid bersambung. Alangkah bain jika bisa bertemu secara langsung, dan tentunya ini lebih disetujui oleh banyak ulama.

Refrensi:
Wikipedia
Diskusi dengan beberapa teman di mejelis Kitab Kuning

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun