Mohon tunggu...
A Munif
A Munif Mohon Tunggu... Lainnya - munif

Tak peduli seberapa hebat anda dimuka bumi ini, yang terpenting seberapa bermanfaat selama hidup ini

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Fenomena Pemuda dan Ngaji di Sosial Media

23 Februari 2021   10:54 Diperbarui: 23 Februari 2021   11:44 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ngaji biasanyna terdiri dari guru dan murid. Aktivitas seorang guru yang memberikan dan berbagi ilmu Allah kepada murid-muridnya. Aktivitas ngaji sering kali dilakukan secara tatap muka atau konvensional. Tetapi, di era digitalisasi ini membuat ngaji dapat dilakukan secara daring. Fenomena ini memunculkan pertanyaan besar terkait keabsahan ngaji secara daring.

Ulama di Indonesia ada beberapa pendapat terkait ngaji secara daring. Ustadz Kholisin, M. Si Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Walisongo Semarang menuturkan, "ngaji di sosial media itu boleh saja jika diniatkan hanya untuk menambah wawasan umum saja, jika untuk hal-hal yang rinci dan detail harus dilakukan secara luring atau tatap muka karena untuk kepemahan dan menjaga sanad". 

Senada dengan Ustadz Kholisin, Habib Umar berpendapat bahwa selagi masih ada ikatan ta'aluq hati dengan gurunya, maka  bisa dianggap sebagai guru dan murid. Namun keberkahan mengaji itu tetap ada pada tempat majelis ilmu atau pondok pesantren. Alumni Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Walisongo M. Sofiyullah berpandapat ada Riwayat hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqi, "jadilah orang yang alim, atau orang yang belajar, atau orang yang mendengarkan atau orang yang cinta (mejelis ilmu) dan jangan menjadi orang yang kelima (tidak kesemuannya) maka niscaya akan rusak." 

Dari hadits ini mencari ilmu ada beberpa tingkatnya, mengaji atau mencari ilmu harus ada usahanya atau susah payahnya. Diusahakan terlebih dahulu untuk bisa tatap muka atau bertemu. Jika hanya bisa bisa mendengarkan dari radio, televisi atau internet makai a termasuk dalam kategori mendengarkan. Mendegarkan pun juga membutuhkan usaha misalnya membutuhkan listrik, sinyal dan kuota.
Dari beberapa pendapat di atas, mengaji di sosial media dibolehkan dengan ketentuan tertentu. Ketentuan-ketentuan itu harus dipahami dan dijalankan supaya keutamaan mengaji tetap terjaga dan keilmuan dari guru ke murid bersambung. Alangkah bain jika bisa bertemu secara langsung, dan tentunya ini lebih disetujui oleh banyak ulama.

Refrensi:
Wikipedia
Diskusi dengan beberapa teman di mejelis Kitab Kuning

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun