Mohon tunggu...
Amung Palupi
Amung Palupi Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Lepas

Seorang yang sedang mencari kesempatan dunia dengan melakukan hal yang bisa dilakukan

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Senjakala Kantor Pos: Memiliki Daya Tarik Tersendiri daripada Para Pesaing di Tengah Perubahan Zaman

6 Mei 2024   01:10 Diperbarui: 6 Mei 2024   02:15 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

"Kalau saudara atau saudari memang ingin berkunjung ke kota kami, maka jangan lihat hal yang sudah terbarukan disini, tapi lihatlah gedung -- gedung yang tak pernah berubah karena tak lekang oleh jaman"

Itulah sebuah kata untuk mencitrakan kota Pangkalpinang, ibukota Provinsi Kepulauan penghasil Timah terbesar di Indonesia.

Jika memang ingin berkunjung kesini, seperti yang tertulis diatas maka lihatlah gedung -- gedung tersebut yang masih aktif hingga sekarang.

Selain kualitas cuacanya yang masih segar dibandingkan kota Jakarta, kota inipun menyimpan memori kecil dari penulis, salah satunya adalah gedung kantor pos Indonesia. Tata letaknya dari dulu hingga sekarang masih sama, masih dipertigaan jalan tepat ditengah kota, masih aktif, salah satu gedung yang tak pernah berubah.

Alasanku untuk fokus ke kantor pos di Pangkalpinang ini, selain masih tak berubah tata letaknya, namun juga karena masih bisa bertahan ditengah guyuran jasa pengiriman paket yang sekarang lebih modern, lebih canggih, dan lebih populer.

Kerjasamanya dengan Western Union adalah alasanku untuk kesana untuk mendapatkan uang jajan bulanan dari luar negeri. Namun seiring hari berganti, sekarang yang kulihat tak banyak orang yang ingin mengirimkan paket atau surat melalui salah satu perusahaan BUMN disini, kecuali beberapa hal semisal lowongan kerja dan hal itupun bisa dihitung dengan jari.

Tergerusnya pangsa pasar pengiriman paket sebenarnya bukan langkah mati dari kantor pos sendiri, karena dari pengamatan orang yang sering berkunjung tiap bulan kesana seperti saya, ternyata masih banyak masyarakat yang sengaja antri didepan loket legendaris tersebut.

Adalah Wesel Pos. Walaupun tak sepopuler kiriman uang antar bank atau dompet digital, masih banyak orang tua, buruh, kerabat serta masyarakat lainnya yang menggunakan ini. Alasannya cukup sederhana, yakni keamanan serta bisa langsung diantar ke alamat rumah yang dituju.

Bekerjasama dengan penyedia layanan transfer uang internesional seperti Western Union. Saya sendiri memiliki pengalaman jika kesyahduan menerima uang dari lembaga ini adalah potongan jumlah uang yang tak terlalu besar daripada bank serta tak perlu punya rekening dollar. 

Taspen yang merupakan salah satu perusahaan bekerjasama dengan kantor pos Indonesia juga adalah solusi bagi ASN untuk mengelola dana pensiun. Lagi -- lagi menurut pengamatan mata telanjang seraya bertanya singkat alasan mereka mengambil di kantor pos adalah gagap digital perkara rentang usia yang tak bisa lagi menerjemahkan teknologi modern. Keramahan para pegawai kantor pos menyikapi permintaan para pensiunan merupakan sebuah hal berharga bagi mereka.

Lalu ada pula legalisasi surat -- surat tertentu seperi ijazah, sertikikat, akte kematian, kelahiran dan lain sebagainya. Fungsi ini sampai sekarang masih menjadi primadona dan tak sepi pengunjung bagi kalangan yang membutuhkan persetujuan dari lembaga lainnya.

Mungkin sudah lumrah pula jika banyak perusahaan, lembaga hukum, lembaga pemerintahan lain juga masih membeli materai hingga berlembar -- lembar dari bilik kantor pos Indonesia, terutama karena harganya yang masih belum ada kenaikan tambahan daripada pedagang warung kelontongan, Penjaja jasa fotokopi besar, dan lainnya. Apakah JNE, TIKI, atau Lion Parcel ada yang jual materai juga ?!

Ada juga fungsi kantor pos yang masih dan sangat menjadi primadona bagi sebagian masyarakat lainnya yaitu sebagai wadah penyalur bantuan sosial dari pemerintah sebagai program peningkatan mutu kesejahteraan berkelanjutan.

Tak lupa dengan segala pembayaran manual seperti pembelian token listrik, transfer antar bank, tagihan listrik dan air, pajak bumi bangunan, pulsa handphone dan lain sebagainya yang masih bisa dilakukan disana.

Namun keraguanku adalah ketika Pos Indonesia menuju transformasi menuju dunia digital untuk melawan dompet -- dompet digital seperti gopay, ovo, dan lain sebagainya, belum lagi dengan aplikasi bank digital dengan menu serupa rasanya mereka harus sangat bekerja keras mendapatkan perhatian masyarakat apalagi dari kalangan muda.

Mengingat jika dikantor pos ini, meja bentuk trapesium hingga papan pengumunan khas untuk menempelkan sehelai kertas lowongan pekerjaan juga belum hilang, rasanya antri di dalam ruangan dengan segala kekurangannya seperti minim pendingin udara dari beragam sudut, ternyata masih menjadi kenangan yang tak tergerus oleh jaman walau usia penulis sudah memasuki paruh usia 30 tahun.

Jad bisa disimpulkan bahwa kantor pos Indonesia belumlah mati atau bahkan tertinggal dari perusahaan jasa pengiriman barang swasta lainnya, karena hal paling utama yang bisa dilihat sekarang sebenarnya hanya pergeseran fungsinya saja seperti lebih ke arah sosial ekonomi. Juga harus ada perubahan besar terlebih dalam pemaksimalan layanan pembeda hingga sosialisasi tentang hal yang sedang dikerjakan dan dibangun oleh perusahaan berplat merah ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun