Mohon tunggu...
Alike Mulyadi Kertawijaya
Alike Mulyadi Kertawijaya Mohon Tunggu... Freelancer - Pandangan hidup kita bisa berubah, sesuai dgn kondisi dan waktu yang berbeda. Mari menjadi lebih baik

Ayah dari dua orang putri dan seorang putra. Tinggal di Bogor dan berprofesi sebagai tenaga rekrutmen di salah satu lembaga pemerintah daerah sembari menjalani profesi lamanya sebagai freelancer. Bakat menulis diperoleh secara otodidak. Menulis pertama kali saat duduk di bangku SMU. Aktivitas social yang digeluti saat itu turut membantu minatku dalam bidang kepenulisan. Tercatat beberapa kali tulisan tersebut mendapat tempat di media cetak. Saat ini aktivitas menulisnya terbilang memudar, hanya sekedar menulis ringan di blog pribadinya www.amulyadik.wordpress.com dan membagikan kegiatan harian di laman facebook. Pernah berkuliah di tiga kampus berbeda, namun karena satu dan lain hal terhenti di tengah jalan dan hanya menyelesaikan secara tuntas lewat prodi Ilmu Pemerintahan.

Selanjutnya

Tutup

Gadget

Siaran TV Digital untuk Semua

19 Agustus 2021   23:25 Diperbarui: 19 Agustus 2021   23:34 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Pada sekitar tahun 1990 kami membuat antena TV sederhana menggunakan batang alumunium yang dipotong-potong sesuai sketsa yang telah dibuat sebelumnya, dengan memakai tutup panci seng di bagian kepalanya. Cara ini kami dapat dari sepupu Ayah yang telah lebih dulu melakukannya. Kurang lebih bentuknya hampir sama dengan antena yang lazimnya dipakai saat ini untuk menerima sinyal UHF, hanya saja di bagian kepalanya berbeda karena kami menggunakan tutup panci seng yang sudah tidak terpakai. Hasilnya frekuensi UHF yang saat itu masih asing dipakai untuk siaran televisi dapat diterima dengan baik. Antena hasil karya sendiri ini kemudian bertengger dengan gagah mendampingi antena VHF pabrikan yang telah lebih dulu terpasang sebelumnya. Senang rasanya dapat menikmati tayangan yang berbeda dan baru saat itu tanpa harus membeli perangkat antena TV lagi.

Perubahan Siaran TV

Medio tahun 90-an siaran televisi masih terbatas, hanya TVRI yang secara luas menjangkau hampir 80% wilayah Indonesia. Frekuensi yang dipakai TVRI saat itu adalah frekuensi VHF. Kehadiran RCTI sebagai pelopor stasiun televisi di Indonesia membawa perbedaan di masyarakat. Setidaknya setiap rumah harus memiliki 2 (dua) buah antena untuk dapat menerima siaran televisi -- VHF dan UHF -- walau kemudian TVRI pun pada akhirnya berpindah saluran sama-sama menggunakan UHF setelah menjamurnya televisi swasta.

Munculnya televisi pertama, yang diawali RCTI Bandung, merupakan terobosan kebijakan pemerintah dalam mengakhiri monopoli siaran TVRI. Kebijakan ini sering disebut sebagai open sky, merujuk pada SK MENPEN No.167B/MENPEN/1986, yang berisi dua pokok kebijakan yaitu ijin penggunaan antena parabola dan diperkenalkannya sistem siaran terbatas. Alasan utama yang dikemukakan atas kebijakan baru tersebut adalah upaya untuk membendung dampak globalisasi -- khususnya melalui banyaknya program televisi luar negeri yang dipancarkan melalui satelit parabola, yang pada saat itu digandrungi kalangan orang kaya di Indonesia. Kemudian melalui SK MENPEN No.190A/KEP/MENPEN 1987 tentang sistem saluran siaran terbatas, muncul aturan tentang ijin penyelenggaraan untuk mengadakan siaran dan ketentuan pihak pelanggan yang menerima siaran dengan peralatan khusus yaitu decoder. Keputusan tersebut berkembang lebih lanjut menuju ijin untuk melakukan siaran terrestrial free to air (FTA) secara nasional seperti saat ini. RCTI pertama kali melepas dekodernya pada akhir tahun 1989. Pemerintah mengizinkan RCTI melakukan siaran bebas secara nasional sejak tahun 1990 tetapi baru terwujud pada akhir tahun 1991 setelah membuat RCTI Bandung pada 1 Mei 1991 yang kemudian diikuti dengan munculnya stasiun televisi swasta lainnya pada tahun-tahun selanjutnya seperti SCTV, TPI, INDOSIAR dan lain-lain.

Penerapan frekuensi UHF di tahun 1990 itu tentu berbeda dengan perpindahan dari analog ke digital seperti saat ini. Sebab VHF dan UHF keduanya termasuk ke dalam siaran TV analog bukan digital. Namun demikian perubahan pemakaian frekuensi yang dilakukan saat itu telah cukup memberikan pengaruh pada  perilaku masyarakat dengan keharusan untuk membeli atau menyiapkan perangkat antena yang berbeda dari sebelumnya. Untuk menikmati tayangan yang lebih jernih bahkan harus menyiapkan dana ekstra dengan membeli perangkat tambahan berupa penguat sinyal -- booster -- yang dipasangkan bersamaan dengan antenanya. Apalagi untuk daerah-daerah tertentu yang terhalang oleh bangunan tinggi dan atau daerah yang berada di tengah cekungan akan amat sangat sulit menerima sinyal televisi, gambar bersemut dengan suara yang timbul tenggelam dan berisik. Hal ini yang menjadi salah satu kelemahan siaran TV analog dibandingkan dengan siaran digital. Dan bukan tidak mungkin perubahan dan peralihan siaran TV analog ke siaran TV digital saat ini, juga akan dilalui secara baik oleh masyarakat sebagaimana dahulu masyarakat menerima perubahan kehadiran TV swasta.

Mengenal Jenis Siaran TV dan Manfaatnya

Menurut DR. Ismail, Plt. Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informasi Republik Indonesia (Kemkominfo RI), saat Press Release beberapa waktu lalu, menyebutkan bahwa perbedaan siaran TV analog dan digital adalah sebagai berikut :

Pada televisi yang masih menggunakan siaran TV analog maka biasanya :

  • Semakin jauh dari stasiun pemancar maka sinyal akan melemah sehingga gambar dan suara yang diterima menjadi buruk dan berbayang (bersemut)
  • Tidak memiliki kemampuan multimedia lain
  • Menggunakan sinyal analog sehingga membutuhkan satu pemancar untuk tiap satu kanal transmisi

Pada televisi yang sudah dapat menangkap siaran TV digital maka akan :

  • Gambar dan suara tetap bersih dan jernih
  • Memiliki kemampuan multifungsi dan multimedia seperti layanan interaktif dan informasi peringatan dini bencana
  • Menggunakan sinyal digital dan teknologi multipleksing (MUX) lebih canggih sehingga dapat memancarkan 6-8 kanal sekaligus.

Adapun menurut Dedy Permadi, juru bicara Kemkominfo RI sebagaimana dikutip oleh CNN Indonesia menjelaskan bahwa siaran TV digital terrestrial adalah penyiaran yang menggunakan frekuensi radio VHF / UHF seperti halnya penyiaran analog pada umumnya, akan tetapi dengan format konversi data digital MPEG-2 yang dapat mengantarkan audio visual dengan lebih bersih dan jernih melalui sistem penerimaan yang dikenal dengan nama Digital Video Broadcasting Terrestrial (DVB-T) yang saat ini masuk generasi kedua atau DVB-T2. Dalam penyiaran televisi analog, semakin jauh dari stasiun pemancar televisi maka sinyal akan semakin melemah dan penerimaan gambar menjadi buruk dan berbayang. Lain halnya dengan penyiaran televisi digital yang terus memberikan gambar dan suara dengan jernih sampai pada titik di mana sinyal tersebut tidak dapat diterima lagi. Dengan siaran digital, kualitas gambar dan suara yang diterima pemirsa jauh lebih baik dibandingkan siaran TV analog, di mana tidak ada lagi gambar yang berbayang atau segala bentuk semut (gangguan bintik-bintik) pada monitor TV.

 Apakah Perlu membeli TV Baru? 

Perlu dicatat bahwa siaran TV digital berbeda dengan layanan TV streaming, seperti halnya Netflix dan sejenisnya. Sehingga siaran ini tidak memerlukan kuota internet yang tentunya membutuhkan  biaya tambahan. Siaran TV Digital juga bukanlah siaran TV satelit (parabola), yang dalam penggunaannya memakai perangkat yang berbeda seperti antena parabola dan receiver yang biayanya bisa ratusan hingga jutaan rupiah. Sinyal tetap dapat diterima dengan menggunakan perangkat antena UHF yang telah dimiliki masyarakat. Bagi yang masih menggunakan televisi analog -- baik tabung maupun LED -- tidak perlu mengganti TV lama tersebut dengan yang baru. Namun cukup membeli Set Top Box (STB) yang sudah mendukung DVB-T2 sebagaimana sudah disebutkan di atas. STB ini cukup dihubungkan dengan antena UHF lama. Cara pemakaiannya sangat mudah dan dapat diaplikasikan pada beragam jenis TV apa pun. Untuk harganya bervariasi rata-rata berkisar di angka Rp. 100.000 sd Rp. 200.000. Dan ada kabar baik dari Kemkominfo RI bahwa dalam proses tahapan migrasinya nanti akan disediakan secara bertahap STB yang dibagikan secara gratis bagi masyarakat tertentu.

Dilansir dari laman CNBC Indonesia, tahapan migrasi dari siaran TV analog ke siaran TV digital dilakukan dalam 5 (lima) tahap berdasarkan wilayah, di mana batas waktunya tidak boleh melebihi tanggal 2 November 2022. Maka dengan demikian masyarakat harus bersiap terhadap alih teknologi ini. Istilah yang dipakai untuk proses peralihan ini dikenal dengan nama Analog Switch Off (ASO). Negara kita pada dasarnya cukup terlambat dalam penerapan teknologi siaran digital. Kesepakatan International Telecommunication Union (ITU) di Jenewa pada tahun 2006, telah menyepakati bahwa batas akhir dihentikannya siaran analog (ASO) dan penerapan sepenuhnya siaran TV digital oleh seluruh negara anggota ada pada tanggal 17 Juni 2015. Artinya kita sudah tertinggal 6 (tahun) lamanya semenjak kesepakatan itu tercapai.

Oleh sebab itu melalui UU Nomor : 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja -- omnibus law -- pemerintah bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melakukan revisi terbatas terhadap Undang-Undang penyiaran dimana dalam salah satu pasalnya disebutkan : "Penyelenggaraan penyiaran dilaksanakan dengan mengikuti perkembangan teknologi, termasuk migrasi penyiaran dari teknologi analog ke teknologi digital". Ini merupakan dasar hukum dimulainya proses migrasi penyiaran digital.

 Penutup

TV merupakan salah satu kebutuhan yang melekat saat ini. Berbeda dengan layanan online yang harus memiliki kuota internet, siaran TV digital bersifat bebas atau free to air. Tahapan penghentian siaran analog (ASO) sampai dengan bulan November 2022 harus dimanfaatkan oleh masyarakat selaku pengguna dan pemerintah itu sendiri. Kemkominfo RI selaku lembaga yang menaungi hal ini, memiliki kewajiban untuk bekerja secara cepat mempersiapkan berbagai peraturan yang mengatur teknis pelaksanaan digitalisasi penyiaran. Seperti proses perijinan, tata kelola siaran, tanggung jawab lembaga penyiaran maupun pengelola multipleksing, serta pengawasan penyiaran digital. Bagi masyarakat sendiri dapat memanfaatkan waktu yang ada dengan menggali dan menambah pengetahuannya terkait dengan siaran TV digital, baik itu secara pengertian maupun hal-hal teknis lainnya yang berkaitan dengan hal itu.

Selain manfaat langsung yang dapat dirasakan masyarakat sebagaimana disebutkan sebelumnya, migrasi dari TV analog ke TV digital juga mendukung sektor komunikasi karena dapat menghemat penggunaan pita frekuensi. Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G. Plate, melalui web Kemkominfo menyatakan bahwa hasil efisiensi akan dialokasikan untuk mendukung layanan telekomunikasi seluler. Sebab peralihan tersebut akan menimbulkan deviden -- sisa rentang frekuensi -- yang tidak terpakai dapat dipakai untuk teknologi 5G. Disamping itu ada juga efek berantai lainnya seperti peluang untuk memunculkan unit usaha baru sebagai dampak pertumbuhan pemain-pemain baru dalam penyiaran digital.

Sebagai pengguna dan masyarakat pada umumnya, saya sendiri masih menggunakan perangkat TV lama yang dibeli sekitar 5 (lima) tahun lalu. Walau berjenis LED namun belum dibekali dengan kemampuan menangkap siaran digital atau DVB-T2. Kebutuhan akan perangkat tambahan berupa STB menjadi keniscayaan. Melalui marketplace online, kebutuhan ini terpenuhi dan kini sudah terpasang dengan baik tanpa harus mengganti antena TV yang lama dengan yang baru. Hasilnya tentu menjadi hiburan tersendiri sekaligus salah satu sarana edukasi bagi seisi rumah. Bagaimana dengan Anda ? []

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun