Berdasarkan statistic BPS, Indonesia memiliki 1340 suku atau 300 kelompok Etnis di Indonesia. Selain itu, negeri yang berjuluk "nusantara" ini juga menyimpan 742 bahasa daerah, dengan upacara adat, pakian adat, pengobatan tradisional ala adat, teknologi tradisional, dan sifat serta kekhasan adat yang beragam dari 33 Propinsi yang tersebar di Indonesia. Keanekaragaman budaya tersebut tidak lain adalah adalah anugerah Allah SWT.
Disisi lain, masih segar dalam ingatan kita, tahun 2016, Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) mengejutkan publik Indonesia dengan release media yang menyatakan bahwa produksi batu bara kita 300 -- 400 juta ton per tahun, konsumsi 170 juta ton per tahun, dan cadangan tinggal 800 milliar ton. Sehingga diperkirakan batu bara kita habis di tahun 2035 -- 2036. Dimulai tahun tersebut, Indonesia tidak memiliki batu bara untuk memenuhi kebutuhan proyek sebesar 35.000 MW.
 Jauh sebelumnya, di tahun 2013, Ali Masykur Musa anggota BPKRI menyampaikan ke publik bahwa perusahaan asing memegang 70 persen pertambangan migas. Asing menguasai 75 persen izin tambang batu bara, bauksit, nikel dan timah mencapai 75 persen. Untuk tambang emas dan tembaga mencapai 85 persen.Â
Secuil dari sisa kerakusan asing tersebut adalah milik Negara. Negara kita sedang menuju krisis bahkan mengarah pada kebangkrutan, ditambah lagi jika secuil terhadap tambang dan pangan yang dikuasai negara, tidak masuk ke kas negara.
Berdasar uraian kondisi diatas, Indonesia tengah menghadapi prospek krisis dan kemiskinan. Indonesia harus mengarahkan kompas pembangunan pada sektor lain. Apakah memungkinkan budaya menjadi sektor yang dapat diandalkan?Â
Satu catatan pada bagian masyarakat, bahwa budaya sebagai sumber pendapatan adalah tabu. Selain karena perilaku budaya erat kaitanya dengan ritual suci, yang dianggap tidak pantas dimatrialkan, masyarakat kita berkecenderungan "ewuh pakewuh" untuk berbiasa mematok harga tentang sesuatu yang awalnya adalah kebiasaan masyarakat. Seiring dengan kebutuhan masyarakat, catatan tersebut harus ditelaah kembali.
Bahwa keragaman yang dimiliki Indonesia sebagaimana terurai di awal tulisan ini adalah kekayaan yang dititipkan Allah kepada Indonesia. Budaya terbentuk dari proses olah fisik, pikiran dan batin manusia sehingga melahirkan kekuatan yang sering tidak dapat terukur dengan rasio. Budaya menghasilkan suatu ketenangan yang tidak pernah terjamah oleh kajian ilmiah, suatu ketenangan dunia akibat keseimbangan kosmos antara manusia, alam, ruh dan alam immaterial.Â
Keseimbangan tersebut diperkokoh dengan lambaran wahyu ilahiah, yang sejatinya tertancap pada diri manusia semenjak lahir ditambah dengan ajaran-ajaran yang dibawa oleh para utusan Sang Penguasa Alam.Â
Budaya terekspresikan dalam tata perilaku, bentuk, ciri kas, dan karakteristik di masyarakat, atau entitas-entitas yang membedakan suatu bangsa dengan lainnya. Budaya menghasilkan sesuatu yang indah yang bersifat rekreatif, sehingga tidak dapat dipungkiri sebagai arah pelarian untuk memendam atau membuah jenuh dari hiruk pikuk rutinitas kerja.
Uraian tersebut mengisyarakatkan beberapa fungsi budaya. Budaya sebagai karakteristik suatu bangsa; budaya sebagai jalan kesempurnaan manusia, dan budaya sebagai alat pemenuhan kebutuhan manusia. Ketiga fungsi tersebut adalah setitik fungsi yang dapat diuraikan oleh penulis, yang mana masih teryakini terdapat rentetan fungsi budaya yang dapat diuraikan oleh penulis-penulis lain.
Atas kesadaran terhadap budaya tersebut, Negara menerbitkan UU Nomor 15 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Berbagai kelangan menyadari banyaknya kekurangan dalam UU ini, bahkan hingga menimbulkan perdebatan.Â