Mohon tunggu...
amuk nalar
amuk nalar Mohon Tunggu... Wiraswasta - advokat

berkarya untuk masa depan bangsa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Selamatkan Robin Hood, Tangkap Aktor Intelektual P2SEM Jawa Timur

4 Februari 2018   08:04 Diperbarui: 4 Februari 2018   08:25 573
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekira tanggal 31 Januari 2018, beberapa LSM di Jawa Timur melakukan aksi di depan Kantor Kejaksaan Tinggi Jawa Timur untuk mengusut tuntas P2SEM. P2SEM adalah Program Penanganan Sosial Ekonomi Masyarakat yang digulirkan pada saat Imam Utomo menjabat sebagai Gubernur, dan Soekarwo sebagai Sekdaprov. Mengawali tulisan ini, perkenankanlah penulis untuk menyampaikan suatu prinsip bahwa Penulis sepaham dengan isu pemberantasan korupsi, namun pemberantasan korupsi pada kasus P2SEM harus mempertimbangkan beberapa aspek yang akan diuraikan dibawah ini.

Pada masa 2009, 2010, 2011, Kejaksaan Tinggi Jawa Timur yang dinahkodai Alm. Marwan Efendi gencar membongkar praktek korupsi P2SEM. Upayanya patut dicungi jempol, karena berhasil menangkap dan memenjarakan para pelaku korupsi P2SEM. Namun publik terhenyak ketika menerima kenyataan bahwa para pelaku korupsi P2SEM adalah aktivis muda dan tokoh dan aktivis penggiat pesantren dan madrasah.

Jika menyimak seluruh kasus dalam P2SEM, terdapat kesamaan fakta, yakni adanya potongan dana yang dilakukan oleh "oknum". Jumlah potongan cukup fantastis, mulai 50 persen, hingga 80 persen. Dengan jumlah fantantis tersebut, dipastikan program tidak dapat dijalankan. Sekalipun terpaksa dijalankan, tidak akan mencapai target. Dan Tentu tidak bakal lolos dari pemeriksaan Inspektorat maupun BPK.

Dana P2SEM bisa cair dengan cara pengajuan proposal dari seseorang yang telah membentuk kelompok masyarakat. Dengan modal tanda tangan kepala Desa, proposal diajukan kepada Gubernur Jawa Timur. Pengajuan proposal tersebut juga harus mendapat rekomendasi dari Anggota Dewan Propinsi Jawa Timur. Setelah disetujui oleh Gubernur, pembuat proposal mendapat transfer dana pada rekening Bank Jatim yang sebelumnya telah dibuka dan dicantumkan dalam proposal. Setelah diketahui dana telah cair, maka koordinator proposal memanggil pemilik rekening dan meminta agar uang tersebut bisa dicairkan dan diambil potongannya. Sisanya dikembalikan kepada pemilik rekening.

Dalam perkara P2SEM, relasi hubungan antara pembuat proposal, koordinator proposal, dan penikmat dana potongan, mayoritas adalah relasi senior - junior dalam suatu organisasi. Tidak ada bahasa yang lebih lazim dalam suatu organisasi, kecuali bahasa tunduk dan patuh. Sehingga bila dalam teori kehendak, apa yang dilakukan para penggarap proposal bukan merupakan kehendak murni dari penggarap, melainkan keinginan dari seniornya. Tidak dapat diidentifikasi secara jelas, apa yang menjadi motif para senior untuk mempekerjakan juniornya membuat proposal, apakah murni untuk meraup keuntungan ataukah ada tujuan untuk memberikan sumbangan logistic kepada salah seorang calon Gubernur.

Langkah hukum yang diakukan kejaksaan tinggi jawa timur pada saat itu secara hukum memang telah benar. Namun langkah tersebut tidak meluas hingga menyentuh penikmat potongan, baik koordinator proposal maupun Anggota Legistatif, atau bahkan "actor intlektual" korupsi P2SEM. Kasus P2SEM hanya menyentuh aktivis muda, tokoh penggerak masyarakat, penggiat pesantren dan madrasah.

Akan terasa sesak hati kita menelisik latar belakang para pembuat proposal yang telah diproses dan menjalani hukuman. Umumnya para aktivis, mereka hidup dengan modal pas-pasan: makan sehari 2 kali pun sudah untung; SPP telat adalah hal biasa karena terkadang transferan uang dari orang tua tidak lancar; kuliah telat karena lebih banyak aktif di kegiatan organisasi; dan berkecenderungan mencari beasiswa demi kelancaran studinya. Dengan latar belakang hal tersebut, kehadiran P2SEM yang pada saat itu longgar dari pengawasan adalah "rezeki nomplok", untuk sekedar menyambung hidup dan memperlancar studi.

Akan terasa sesak pula lembaga jika kita simak latar belakang lembaga pesantren dan madrasah penerima P2SEM. Lembaga-lembaga tersebut adalah lembaga swadaya yang tidak menggantungkan hidupnya dari dana pemerintah. Namun, seiring berjalan waktu, mereka membutuhkan bantuan logistik untuk menghidupi pesantren dan madrasah. Uang sumbangan yang diperoleh melalui kotak amal pun tidak dapat diharapkan, tidak ada subsidi berkelanjutan dari pemerintah, tidak ada donatur yang secara sukarela mem back up kelangsungan lembaga. Dengan latar belakang hal tersebut, akhirnya kedatangan P2SEM adalah setetes embun sejuk. Namun tidak dinyana, ternyata embun sejuk tersebut membawa bencara bagi penggiat pesantren dan madrasah.

Dari sisi hukum, para pembuat proposal atau penanggung jawab program, adalah sosok yang patut dipersalahkan. Secara dokumen, nama mereka lah yang tercantum. Baik dalam proposal, surat pengajuan dana, buku tabungan, bahkan pada pakta integritas yang ditandatangani, terbaca jelas nama Penanggung jawab program. Fakta hukum tentang pemotongan dana P2SEM hampir tanpa bukti, sehingga sangat sulit untuk dibuktikan. Apalagi, pemotong dari kalangan Anggota Legistatif, mereka dengan mudah dapat berlindung dengan dalih, bahwa mereka hanyalah pemberi rekomendasi dan tanggung jawab pelaksanaan adalah pada siapa yang tercantum dan menandatangani proposal.

Fakta terjadinya pemotongan terhadap para pembuat proposal adalah fakta gamblang yang terjadi pada hampir seluruh kasus P2SEM. Namun mengapa segelintir yang tertangkap? Alm Fathor Rosid dan Lumbertus Wayong adalah dua anggota Legistatif Jawa Timur yang sudah menjalani proses hukum. Bagaimana dengan yang lain? apakah Kejati Jawa Timur telah begitu yakin tidak ada penikmatan terhadap potongan dana P2SEM oleh anggota legistati yang lain? Jika fakta pemotongan tersebut telah terungkap dalam keterangan di BAP, dakwaan, Tuntutan dan Putusan Pengadilan, maka tidak ada alasan lain bagi Kejati Jatim untuk tidak melanjutkan proses hukumnya.

Jika bertekad untuk menuntaskan pengusutan kasus P2SEM, maka Kejati Jatim seharusnya mengejar "actor intelektual" dan anggota legistatif yang merekomendasi serta menikmati hasil pemotongan dana P2SEM. Jika Kejati Jatim masih membidik sasaran yang sama sebagaimana dilakukan dikurun waktu 2009, 2010, dan 2011, maka akan semakin banyak lagi aktivis junior dan penggiat masyarakat pesantren dan madrasah yang bakal dipenjarakan. Jika tetap membidik para pelaksana program, maka Kejati Jatim harus menyiapkan hati teganya untuk menahan para pelaku yang hanya bermotif mencari uang demi SPP Kuliah, dan mereka yang menyabet P2SEM demi menggerakkan kegiatan madrasah dan pesantren.

Secara normative hukum, tidak ada yang salah jika Kejati melanjutkan kasus tersebut dengan pola yang sama dengan tahun 2009, 2010, 2011. Namun disisi lain, akan terjadi stagnasi pada aktifitas sosial di berbagai sudut Jawa Timur, karena merekalah penggerak sosial kemasyarakatannya. Akan banyak pesantren dan madrasah yang pincang karena penanggung jawabnya terkuras waktu dan tenagannya untuk menghadapi proses hukum. Bahkan pesantren dan madrasah akan mengalmi distrust, jika akhinrya pengadilan menyatakan penerima bantuan P2SEM, yang mana dananya telah disunat oknum, terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan Tindak Pidana Korupsi. Atas pertimbangan tersebut alangkah lebih indahnya jika Kejati Jatim menggunakan prinsip "Dar'ul mafasid muoddamun 'ala jalbil masholih" yang artinya adalah "Menghindari kerusakan lebih diutamakan dari memperoleh kemaslahatan.

Jika menjelang Pilkada Serentak tahun 2018 terdapat pihak yang berharap dibukannya kembali kasus P2SEM, penulis urun saran untuk mempertimbangkan hal tersebut diatas. Jika ada target politik untuk melakukan sandera terhadap "actor intelektual" P2SEM, maka upaya yang dilakukan tidak sekedar menggerakkan massa. Harus dilakukan upaya lain untuk menjaga agar para robin hood tidak menjadi sasaran bidik.

 Sah-sah saja ada tujuan politik tertentu dalam penggelontoran issu P2SEM, namun, sebelum instrument konflik horizontal bertambah, penulis menyarankan agar para "korban" pemotongan diberikan formula penyelamatan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun