Mohon tunggu...
Armin Mustamin Toputiri
Armin Mustamin Toputiri Mohon Tunggu... Politisi - pekerja politik

Menuliskan gagasan karena ada rekaman realitas yang menggayut di benak.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Unjuk Rasa, "How Dare You"!

29 September 2019   06:12 Diperbarui: 29 September 2019   06:26 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: Jessica Gow, Scanpix

"How Dare You!" Seberaninya Kamu! Saya memilih judul itu, setelah dari "ruang peristirahatan" menikmati masa pensiun sebagai wakil rakyat, penuh hikmat menyaksikan lewat media jejaring sosial, para mahasiswa yang tengah mengaspal -- berunjuk rasa menyuarakan aspirasi rakyat -- hanya berbekal tangan hampa. 

Sebegitu berani berhadapan aparat keamanan yang memanggul laras senapan. Jelas terlihat, moncongnya sesekali dihadapkan ke arah kerumunan mahasiswa.

Sebaliknya, sebegitu berani, para aparat menindaki para pengunjuk rasa itu. Menerjang orang-orang yang tak lebih kurang, saudara, adik-adik, bahkan anak-anaknya sendiri. 

Memukuli orang-orang yang hanya bermodalkan idialisme semata, turun memperjuangkan sesuatu hal yang tak lebih kurang, bagian dari kepentingan keluarga dan dirinya sendiri. Orang-orang yang tak lebih kurang, secara alamiah kelak akan mengambil alih regenerasi kepemimpinan bangsa ini.

Telah banyak darah, tumpah bercecar di atas aspal, bahkan menyebabkan hilangnya nyawa dari pengunjuk rasa - konon - akibat diterjang mesiu aparat. Menyaksikannya, timbul rasa sesal, juga rasa geram. 

Dan sebagai mantan aktifis yang dulu ikut-ikutan "parlemen jalanan", serta mantan anggota "parlemen resmi dalam ruangan", seolah ada kekuatan dalam diri, memanggil-manggil agar segera keluar dari "ruang peristirahatan" untuk ikut kembali ke gelanggang mengaspal.

Rasa geram seperti itu makin menindidih setelah beberapa hari sebelumnya, Senin 23/9/2019, tertantang oleh ulah seorang gadis belia - berusia 16 tahun - berorasi dengan suara lantang, lalu sebegitu berani ia mengarahkan telunjuknya ke arah puluhan kepala negara yang tengah duduk manis saat Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) soal iklim di markas PBB, New York Amerika Serikat. "How dare you!". Beraninya kamu! Disampaikannya secara berulang dengan rasa gagah berani.

Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang ikut duduk manis mendengar pidato gadis belia itu, sebaliknya menuding padanya "How dare you!". Ya, gadis itu benar-benar berani. Namanya Greta Thunberg - lengkapnya Greta Tintin Eleonora Ernman Thunberg - lahir 3 Januari 2003. 

Ia masih belia tapi memilih jalan hidup sebagai aktifis lingkungan di negaranya, Swedia. Berulang kali, ia turun memimpin pemogokan siswa di sejumlah sekolah, memperjuangkan iklim global.

"Jika para pemimpin dunia memilih untuk mengecewakan kita, generasi saya tidak akan pernah memaafkan mereka", ujarnya mengawali pidatonya. 

Meski diberi kesempatan berpidato, hanya 4,5 menit dengan memanfaatkan 495 kata, tetapi oleh sejumlah pengamat memuji-muji pidato Greta Thunberg menyamai pidato pendek disampaikan Abraham Lincoln, Presiden Amerika ke-16, saat penahbisan Pemakaman Gettysburg, 19 November 1863, hanya 3 menit dan 273 kata,.

Bernada emosi, serta bola mata berkaca-kaca, gadis belia Greta Thunberg, menggunakan waktu tersingkat yang diberikan kepadanya. Pada bagian pengantar pidatonya, ia mengungkap bahwa menghadirkan dirinya berpidato dalam forum itu, sesungguhnya adalah kekeliruan.

Ia harusnya kembali sekolah. Kenapa, orang muda macam saya yang dimintai harapan?. "Beraninya kalian! Kalian telah melemahkan impian dan masa kecil saya dengan ujaran omong kosong", jelasnya.

Kepada puluhan kepala negara, Greta Thunberg, meneriakkan bahwa, "People are dying. Entire ecosystems are collapsing. We are in the beginning of a mass extinction. And all you can talk about is money and fairytales of eternal economic growth. How dare you!" Orang-orang telah menderita. 

Orang-orang sakarat. Seluruh ekosistem rusak. Kita ada di awal kepunahan massal. Tapi yang Anda bicarakan hanya uang dan dongeng, pertumbuhan ekonomi. Beraninya kau!

Gadis berkepang dua yang belum beranjak di usia remaja itu, tak sekadar bicara omong kosong, tetapi juga menyampaikan uraian datanya secara jelas bahwa selama lebih dari 30 tahun, sains jelas menemukan jika gagasan populer memangkas emisi masa setengah dalam 10 tahun hanya memberi peluang 50 persen untuk tetap di bawah 1,5 derajat Celsius, risikonya memicu reaksi berantai yang sama sekali tak akan pernah dapat diubah di luar kendali manusia itu sendiri.

Panjang lebar data diurai Greta Thunberg tentang kondisi iklim global, tapi kemudian disesalkan kepada puluhan kepala negara itu, bahwa "Anda mengatakan telah mendengar suara kami dan telah memahami urgensinya, tetapi Anda tetap tidak mau ambil peduli". Alangkah sedih, marah dan betapa jahatnya Anda, lanjutnya. 

"Jika Anda sepenuhnya paham situasi tapi juga masih dan terus gagal bertindak, maka Anda akan menjadi jahat. Dan saya menolak untuk percaya Anda".

Di bagian akhir pidatonya - putri aktor Swedia Svante Thunberg - ini, "mengancam" para kepala negara; "You are failing us. But the young people are starting to understand your betrayal. The eyes of all future generations are upon you. And if you choose to fail us I say we will never forgive you. We will not let you get away with this. Right here, right now is where we draw the line. The world is waking up. And change is coming, whether you like it or not", tegasnya.

Anda, boleh mengecewakan kami. Tetapi orang-orang muda, mulai memahami pengkhianatan Anda. Mata seluruh generasi masa depan, menatap pada Anda. Dan Kalau Anda memilih untuk mengecewakan kami, saya katakan kami tidak akan pernah memaafkan Anda. 

Kami tidak akan membiarkan Anda lolos sebegitu saja. Di sini, saat ini adalah di mana kita menarik garis. Dunia sedang terbangun. Dan perubahan akan datang, apakah Anda suka atau tidak.

"How Dare You!" Ia benar-benar pemberani di usia yang masih belia. Semua yang ia sampaikan, seolah tak terpercaya. Apalagi disampaikan - bahkan ditudingkan -- pada puluhan kepala negara yang hadir dalam konferensi Tingkat Tinggi di markas PBB. 

Saya membayangkan, andaikan saja Greta Thunberg adalah salah satu mahasiswa Indonesia, betapa membanggakan dirinya. Negeri ini bakal makin percaya diri menghadapi masa depan, sebab generasi pembaharu telah siap.

Namun saat dari "ruang peristirahatan" menikmati masa pensiun sebagai wakil rakyat, kembali membuka-buka halaman media sosial, menyaksikan gambar-gambar para mahasiswa bermodal idialisme, berunjuk rasa melawan aturan dibuat pemerintah serta wakil dipilihnya sendiri, tetapi justru diterjang dan dihadapkan pada moncong senjata aparat keamanan, maka bayangan saya tentang masa depan negeri yang gemilang oleh generasi baru, sekonyong-konyong memudar.

Pidato geram Greta Thunberg berupa "ancaman" kepada puluhan kepala negara di markas PBB, tak sedikitpun membuat para kepala negara itu berang. Apalagi mau menyuruh aparatnya agar menerjang dan menembaki. Justru menyampaikan "standing applause". 

Menyaksikan tayangan pidato itu dari "ruang peristirahatan" menikmati masa pensiun sebagai wakil rakyat, saya justru kehilangan nyali - berlawanan judul catatan ini - karena malu dengan keberanian gadis belia itu.

Palopo, 28 September 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun