Mohon tunggu...
Abdul Muis Syam
Abdul Muis Syam Mohon Tunggu... Jurnalis - Terus menulis untuk perubahan

Lahir di Makassar, 11 Januari. Penulis/Jurnalis, Aktivis Penegak Kedaulatan, dan Pengamat Independen. Pernah di Harian FAJAR Makassar (Jawa Pos Grup) tahun 90-an. Owner dm1.co.id (sejak 2016-sekarang). Penulis novel judul: Janda Corona Menggugah. SALAM PERUBAHAN.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Arcandra Diberhentikan, Rizal Ramli Terbukti Bukan Biang Kegaduhan

16 Agustus 2016   12:16 Diperbarui: 16 Agustus 2016   12:26 631
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

RIZAL RAMLI dicopot dari jabatannya karena dinilai kerap melakukan kegaduhan di dalam kabinet. Padahal publik sangat paham “warna” kegaduhan seperti apa yang dilakukan oleh Rizal Ramli selama di dalam Kabinet Kerja.

Yakni, tidak lain dan tidak bukan Rizal Ramli banyak “berkicau”, karena ia melihat begitu banyak yang tidak beres (keganjilan serta keanehan) yang tengah “digiatkan oleh kubu tertentu” dalam menggerogoti cita-cita Trisakti di dalam kabinet (pemerintahan).

Disebut menggerogoti, karena di satu sisi hanya menguntungkan kubu atau kelompok tertentu itu saja, namun di sisi lainnya bisa menimbulkan kerugian besar bagi bangsa dan negara.

Dan itulah semua yang membuat Rizal Ramli tak ingin berhenti berteriak sekencang-kencangnya. Selain bertujuan agar rakyat bisa tahu tentang adanya kegiatan “gelap” yang cenderung digiatkan oleh kubu tertentu di dalam pemerintahan, juga diharapkan agar “kelompok” yang bersangkutan bisa segera menghentikan “kegiatan buruknya” tersebut.

Dan umumnya, teriakan Rizal Ramli cenderung mengarah ke hal-hal yang memiliki “keterkaitan” dengan sosok Jusuf Kalla (JK), mulai dari masalah proyek listrik 35 ribu megawatt, Pelindo 2, Freeport, Blok Masela, dan lain sebagainya.

Sehingga dari situ, JK tak jarang terlibat perseteruan dengan Rizal Ramli. Dan ini seolah-olah membuktikan bahwa JK adalah bagian dari kelompok tersebut. Yakni kelompok yang terlanjur asyik menggerogoti pemerintahan Jokowi dengan kegiatan-kegiatan mengais dan mencari keuntungan di dalam pemerintahan.

Karena kenyamanannya sudah terusik, maka kelompok ini (dibantu oleh sejumlah media bersama politisi penjilat) pun kemudian ikut ramai-ramai menuding Rizal Ramli sebagai biang kegaduhan. Dan sungguh, Rizal Ramli yang berjuang sendiri di dalam pemerintahan itupun dikoroyok oleh para kelompok “bandit” tersebut.

Parahnya, Presiden Jokowi seolah-olah turut mendukung serbuan para “bandit” itu dalam melengserkan Rizal Ramli dari jabatannya selaku Menko Kemaritiman dan Sumberdaya. Maka muncullah Reshuffle Kabinet jilid 2, dan Rizal Ramli yang dikenal sebagai “Sang Penjaga Gawang Trisakti” itupun akhirnya dicopot.

Seakan para bandit ini telah menyusun semuanya dari awal dengan sangat rapi, pasca pencopotan Rizal Ramli tiba-tiba munculnya survei tingkat kepercayaan dan kepuasaan rakyat terhadap Presiden Jokowi meningkat, salah satu alasannya adalah karena Presiden Jokowi melakukan reshuffle kabinet jilid 2 sebagai jawaban untuk membuat kabinet kerja bisa lebih solid dan jauh dari kegaduhan.

Namun belum 3 minggu kabinet kerja jilid 2 ini berjalan, suasana di dalam kabinet tiba-tiba kembali gaduh. Loh... kok bisa? Biang kegaduhannya kan sudah dicopot...??? Lalu siapa biang kegaduhannya...???

Kegaduhan itu meledak tiba-tiba. Status kewarganegaraan Menteri ESDM, Archandra Tahar, disorot habis-habisan oleh publik. Dan dari segala penjuru mempertanyakan jatidiri dan integritasnya sebagai pejabat yang berstatus kewarganegaraan ganda.

Bagai orang yang baru siuman, Jokowi selaku presiden pun langsung memberhentikan Archandra, Senin malam (15 Agustus 2016).

Meski Johan Budi selaku Staf Khusus presiden menyebutkan, bahwa pemberhentian tersebut adalah bentuk responsif dari presiden terhadap persoalan-persoalan yang muncul. Namun di mata publik, pemberhentian itu adalah bukti ketidak-jelian dan ketidak-matangan presiden dalam memilih pembantunya (menteri).

Akibatnya, di mata publik, presiden kerja “dua kali”, dan itu adalah sebuah kekonyolan yang dipertontonkan oleh seorang Jokowi selaku presiden.

Sehingga tidak sedikit pihak pun yang mendesak agar Jokowi yang mengundur diri karena dinilai telah melakukan keteledoran serta ketidak-becusan secara berulang-ulang.

Misalnya, dulu soal Perpres No. 39 Tahun 2015, yang meski sudah ditanda-tanganinya, namun Jokowi mengaku tidak tahu-menahu mengenai Perpres tersebut.

Bahkan ia mengaku tidak sadar dan merasa kecolongan atas Perpres yang ia tanda-tangani sendiri. Dan pengakuan ini sungguh sangat berbahaya. Untung saja yang diteken itu bukan surat tentang “penyerahan” sepenuhnya negara ini kepada pihak luar.

Dan kini soal kewarganegaraan ganda dari Archandra. Apakah Jokowi harus kembali merasa kecolongan? Atau mungkinkah Jokowi adalah presiden yang sangat konyol?

Entahlah?! Yang jelas, Jokowi selaku presiden telah jelas-jelas menabrak undang-undang nomor nomor 39 tahun 2008 pasal 22 ayat 2 huruf a, bahwa syarat pengangkatan seorang menteri adalah harus Warga Negara Indonesia (WNI).

Dan dalam masalah kegaduhan Archandra itu, Jokowi sebagai presiden tak pantas menyalahkan pihak-pihak lain. Sebab, pengangkatan menteri itu adalah hak prerogatif presiden yang sebelum digunakan tentu harus sudah dimatangkan terlebih dahulu. Jadi, mau disalahkan siapa?

Namun dari “keributan” di dalam kabinet soal Archandra tersebut, setidaknya publik semakin paham mana “kegaduhan hitam” ala kelompok bandit, dan mana “kegaduhan putih” ala Rizal Ramli. Serta siapa sesungguhnya “BIANG KEGADUHAN” di dalam pemerintahan???

Artinya, dengan adanya kegaduhan terkait Archandra, membuat publik tentu akan semakin yakin bahwa biang dan sumber kegaduhan yang sesungguhnya, adalah kelompok bandit yang masih bercokol di dalam kabinet (pemerintahan) saat ini.

Dan di sisi lain, sepertinya kehadiran Archandra sebagai menteri ESDM sengaja diposisikan sebagai “alat” untuk memudahkan kelompok bandit ini dalam menyedot keuntungan di lahan bisnis Migas.

Hanya saja “orang” yang membawa Archandra masuk ke dalam kabinet ini nampaknya terlalu bernafsu, di otaknya cuma hitung-hitungan bisnis, dan terlalu “pede” (percaya diri) merasa mampu dapat dengan mudah “membodoh-bodohi” (menyakinkan) presiden. Namun ia lupa, bahwa rakyat Indonesia tidak semuanya bisa ditipu dengan penampakan atau penampilan dari wajah seseorang.

Bukan hanya wajah Archandra, tetapi juga wajah Jokowi dan Jusuf Kalla yang hingga kini meski masih selalu kelihatan lugu, namun di baliknya terlihat banyak misteri. Dan seiring dengan waktu, misteri itu tentu akan terbongkar satu persatu, hingga pada akhirnya akan terlihat dengan jelas siapa pembela rakyat dan siapa bandit yang sesungguhnya.

Sementara itu pengamat hukum tata negara, Margarito Kamis mengatakan, pencopotan Archandra dari jabatannya oleh Presiden Jokowi adalah menjadi bukti, bahwa memang sudah terjadi pelanggaran undang-undang (UU).

“Sempurna sudah presiden melanggar sumpah jabatannya karena telah terbukti melanggar UU dengan cara mengangkat orang asing menjadi menteri, dan 20 hari sesudah dilantik (Archandra) jadi Menteri ESDM dicopotnya lagi,” ujar Margarito, Senin (15/8).

Karena presiden sudah melanggar UU dengan alat bukti dicopotnya kembali Archandra dari jabatan Menteri ESDM, menurut Margarito , DPR sebetulnya layak dan sudah boleh memulai proses pemakzulan.

Kalaupun pemakzulan tak bisa dilaksanakan karena pemerintahan saat ini sudah hampir menguasai seluruh fraksi di DPR, maka Margarito mengimbau agar pemerintahan ini segera bertobat.

“Bertobatlah agar mengurus negara ini tidak salah lagi. Dan sekarang pula saatnya bagi pemerintah untuk mengukur diri, apa masih sanggup mengurus negara. Kalau tidak sanggup, serahkan jabatan,” tegas Margarito menyarankan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun