Dan sangat boleh ditebak, bahwa sosok “penjajah” itu adalah Jusuf Kalla (JK) yang kini sebagai wapres pendamping Jokowi.
Sebab, sejak Rizal Ramli ditarik masuk ke dalam lingkungan kabinet, pergerakan kelompok perusahaan keluarga JK tiba-tiba menjadi tidak leluasa dan tidak nyaman oleh “teriakan-teriakan” yang dilakukan oleh Rizal Ramli. Sampai-sampai JK tak jarang memperlihatkan kemurkaannya terhadap Rizal Ramli.
Saking murkanya, JK pernah mengancam secara keras Presiden Jokowi agar segera melakukan reshuffle kabinet jilid 2 dengan segera memberhentikan dan mengeluarkan Rizal Ramli dari lingkungan pemerintahan. “Pilih saya atau dia (Rizal Ramli),” lontar JK seperti yang disampaikan oleh orang dekat JK.
Dan hebatnya, JK kemudian mengajukan nama mantan Cawapres-nya yang pernah mendampinginya pada Pilpres 2009 sebagai pengganti Rizal Ramli. Hebat, bukan...???
Wahh.... Jangan-jangan JK pula yang memerintahkan Hanura, Golkar dan Nasdem untuk mengusung Ahok sebagai Cagub DKI...???
Jika demikian, boleh jadi sejak awal JK memang telah membangun persekongkolan “gelap” dengan pihak pengembang (kapitalis) untuk “menindas” (menguasai) negeri ini?
Jika memang demikian, maka tak keliru rasanya di awal-awal sebelum Pilpres 2014 saya (pernah) menuliskan artikel dugaan adanya bandar politik dari “grup Taipan” yang siap menyodorkan Rp. 2 Triliun kepada Jokowi asalkan menjadikan JK sebagai Cawapres pada Pilpres 2014???
Kalau saja semua itu benar, maka pantas saja Jokowi sebagai presiden (sang kepala negara itu) mau-maunya “tunduk” pada kehendak serta “selera” seorang wapres dan seorang gubernur untuk melengserkan Rizal Ramli, yakni dengan mengangkat satu alasan karena kerap bikin gaduh.
Sekiranya demikian, maka sungguh rezim ini lebih kejam dari rezim Orde Baru. Di mana rasa-rasanya rezim Orde Baru masih mampu memberikan “sepotong kecil daging” kepada rakyatnya.
Namun pada rezim ini di saat sosok seperti Rizal Ramli sedang gesitnya berjuangkan untuk rakyat agar bisa mendapatkan “setumpuk daging” yang menjadi haknya sebagai pemilik kedaulatan di negeri ini, malah dicopot begitu saja.
Dan semua penggambaran di atas seolah-olah menerangkan, bahwa rezim ini memaksa rakyat untuk hanya berebut “tulang” setelah dagingnya sudah dilahap lebih dulu oleh “para penjajah dan para mafia” yang kini masih bercokol di dalam pemerintahan saat ini.