Boleh jadi, karena sudah benar-benar merasa TERGANGGU oleh Rizal Ramli, sehingga JK dan Sudirman Said pun tiba-tiba menjadi gaduh sendiri. Dan dari situlah pula muncul hembusan reshuffle Kabinet Kerja jilid II dengan mengangkat sebuah alasan bahwa ada menteri yang membuat gaduh.
Di saat bersamaan, masyarakat memang juga menghendaki adanya reshuffle. Tetapi, alasan masyarakat yang menghendaki reshuffle tersebut adalah karena dianggap telah bermunculannya secara tiba-tiba sejumlah menteri yang tidak pro-rakyat yang diperlihatkan dari hasil sorotan (kepretan) Rizal Ramli, dan bukan karena adanya menteri yang membuat gaduh seperti Rizal Ramli. Dan sungguh, ini merupakan pemutar-balikkan situasi.
Kalaupun memang karena alasan adanya pihak di dalam pemerintahan yang melakukan kegaduhan hingga memaksa harus dilakukan reshuffle, maka pihak-pihak yang sangat layak direshuffle adalah bukan Rizal Ramli. Tetapi kubu JK.
Lihat saja, betapa sangat gaduhnya negeri ini ketika masalah Freeport (papa minta saham) mencuat yang justru diduga dilakoni oleh kubu JK termasuk di dalamnya terdapat Sudirman Said beserta konco-konconya! Kenapa sangat gaduh? Karena diduga ada sangat banyak kepentingan bisnis JK di dalamnya. Itu yang pertama.
Yang kedua, cobalah tengok, begitu gaduh dan hebatnya JK serta Sudirman Said melawan koreksi yang dilakukan oleh Rizal Ramli terhadap proyek listrik 35.000 MW, namun ternyata belakangan Sudirman Said sendiri yang malah menyatakan keraguannya terhadap proyek tersebut.
Yakni, sebelumnya Sudirman Said sangat yakin menyatakan siap mewujudkan serta menyelesaikan proyek listrik tersebut dalam empat tahun ke depan, atau di tahun 2019. Namun, pada rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI, di Jakarta, Rabu (3/2/2016), Sudirman Said malah berkata, “Kemungkinan tahun 2019 belum selesai semua. Terealisasi 80 persen saja sudah sangat baik.”
Kemudian yang ketiga, coba diamati, betapa derasnya kubu JK yang di dalamnya terdapat Sudirman Said beserta konco-konconya “melawan” Rizal Ramli sebagai pihak yang membawa suara masyarakat umum, khususnya kehendak rakyat Maluku, yang menghendaki metode darat terhadap pengelolaan Kilang Gas Blok Masela. Namun ternyata, Presiden Jokowi akhirnya harus berpihak kepada kehendak rakyat Maluku dan masyarakat seluruh Indonesia.
Hal-hal itulah yang sebetulnya harus dipahami oleh seluruh rakyat Indonesia, bahwa selama ini tidak ada kegaduhan di dalam kabinet yang dilakukan oleh seorang Rizal Ramli. Yang ada hanyalah pihak-pihak tertentu yang merasa gaduh (terganggu) atas sorotan dan sikap koreksi pro-rakyat dari seorang Menko yang bernama Rizal Ramli.
Dan perlu dicatat, bahwa usai Presiden Jokowi menetapkan dan mengumumkan pengelolaan Kilang Gas Blok Masela dengan memilih metode di darat, pihak yang berlawanan dengan Rizal Ramli bisa dipastikan sangat... sangat... dan sangatlah KECEWA.
Sehingga tak lama kemudian, setelah pengumuman presiden tersebut, isu reshuffle Kabinet Kerja jilid II pun semakin kencang, bahkan lucunya sempat beredar susunan Kabinet Kerja jilid II yang di dalamnya tidak lagi terdapat nama Rizal Ramli.
Siapa dan pihak manakah yang meniup isu reshuffle tersebut? Silakan dijawab sendiri! Yang jelas, semua ini bukanlah hanya “pertarungan” Rizal Ramli sendiri, tetapi juga merupakan sebuah “peperangan” yang sangat jelas untuk “menjatuhkan” Jokowi sebagai presiden yang berjuang ingin mewujudkan Trisakti melalui Nawacita.