Dan boleh jadi inilah yang menjadi salah satu alasan Presiden Jokowi yang akhirnya terpaksa mewujudkan ancamannya, yakni dengan tiba-tiba melakukan reshuffle kabinet pada Rabu, 12 Agustus 2015.
Pada kaitan tersebut sebagai upaya menggolkan keinginannya dalam mengatasi masalah dwelling time dan lain sebagainya, ibarat pelatih sepak-bola, Presiden Jokowi pun memasukkan seorang “pemain striker”, yakni Dr. Rizal Ramli untuk menjabat Menko Kemaritiman.
Namun sepertinya, dengan masuknya Rizal Ramli dalam Kabinet Kerja membuat pihak-pihak (pejabat negara lainnya) yang telah terlanjur berada di “zona-nyaman” merasa bagai cacing kepanasan, yakni gelisah dan tidak tenang karena sangat kuatir segala rencana dan kepentingan kelompok mereka akan kandas dan dipatahkan oleh Rizal Ramli.
Dan benar saja, bayangan ketakutan mereka (para pejabat nakal) yang pro status quo itu menjadi kenyataan. Rizal Ramli “mengubrak-abrik” sejumlah kebijakan yang jauh-jauh hari telah direncanakan karena dianggap sangat berpeluang memunculkan kerugian bagi bangsa dan negara. Tahu kan apa-apa saja yang telah “diubrak-abrik” oleh Rizal Ramli dengan jurus “Rajawali Ngepret dan Rajawali Bangkitnya”?!?
Ya, salah satunya adalah mengepret RJ Lino selaku Dirut Pelindo II. Dan karena dikepret, RJ Lino bukannya buru-buru mengoreksi diri, tetapi malah dengan arogannya melawan dan bahkan menolak ide dan pola pembenahan dwelling time dari Rizal Ramli.
Dapat dibayangkan, andai saja RJ Lino belum menjadi tersangka atas masalah dugaan kasus korupsi di Pelindo II, maka boleh jadi pola pembenahan dwelling time yang dibangun Rizal Ramli hingga saat ini belum mencapai seperti yang diharapkan.
Tapi sudahlah, masalah RJ Lino kini menjadi urusan KPK dan penegak hukum lainnya. Yang terpenting saat ini adalah cita-cita atau keinginan Presiden Jokowi yang sangat menghendaki dwelling time agar dapat dipangkas menjadi 4,7 hari akhirnya dapat tercapai berkat langkah-langkah dan terobosan Rizal Ramli sang “Rajawali Bangkit” tersebut.
Malah dengan kepiawaian Rizal Ramli sebagai Menko Kemaritiman bersama tim kerja dan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya bahkan kini mampu membuat dwelling time menjadi 3,46 hari. Dan ini melampaui target yang telah dipatok sebelumnya oleh Presiden Jokowi, yakni 4,7 hari.
Seperti yang dikabarkan, bahwa berdasarkan pemantauan Kemenko Maritim dan Sumberdaya (05/02) melalui Dashboard Online Sistem Informasi, angka Dwelling Time Tanjung Priok telah mencapai 3.46 hari, lebih rendah dari target yang ditetapkan Presiden yaitu 4,7 hari.
Dan hal itu tentu saja merupakan sebuah capaian positif pelabuhan petikemas terbesar di Indonesia tersebut, sekaligus ini menandakan adanya peningkatan performa logistik nasional, yang pada akhirnya akan meningkatkan daya saing Indonesia.
Program lain seiring upaya penurunan angka Dwelling Time di atas adalah pembukaan jalur Kereta Petikemas Pelabuhan Tanjung Priok-Cikarang Dry Port. Deputi II Kemenko Maritim dan Sumberdaya, Agung Kuswandono, menyampaikan bahwa ujicoba KA petikemas Priok-Cikarang akan dilakukan pada Februari tahun ini. PT. Kereta Api Indonesia melalui anak usahanya yakni PT. Kereta Api Logistik, Pelindo II dan Cikarang Dry Port (CDP) dikabarkan tengah dalam pembicaraan akhir mengenai pembagian porsi usaha.