Koordinator Intelektual Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD) Prof. Dr. Watloly kepada wartawan, Senin (24/1), juga angkat bicara. Ia mengatakan dengan lantang, bahwa kilang Blok Gas Abadi Masela secara di darat telah menjadi harga mati bagi Maluku.
Apapun yang terjadi, kata Prof. Watloly, masyarakat Maluku menginginkan agar pengelolaan blok migas yang terletak di Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD) ini harus dilakukan sesuai dengan amanat konstitusi UUD 45 Pasal 33, yakni sebesar-besarnya untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
Guru besar Universitas Pattimura ini pun menegaskan, keberadaan kilang di darat akan memberikan dampak ekonomis yang sangat luar biasa bagi Maluku, khususnya wilayah MBD, yang selama ini memang terisolir dan dipandang sebelah mata.
Masyarakat Maluku melalui para tokoh terkemuka ini nampaknya kini benar-benar gerah dengan sikap Kementerian ESDM yang dikomandoi oleh Sudirman Said itu.
Bagaimana tidak, Inpex sebagai investor maupun SKK Migas terkait Blok Masela ini, dalam forum diskusi terungkap bahwa ternyata bukan untuk mengakomodir dan mendengarkan apa yang menjadi keinginan orang Maluku, namun sebaliknya masyarakat “dipaksa” harus mendengar apa yang menjadi keinginan dari para investor.
Olehnya itu, menyikapi kondisi tersebut, para tokoh utama Maluku ini mengaku telah bersurat ke Presiden, agar pengelolaan Blok Masela harus mempertimbangkan kesejahteraan masyarakat Maluku, bukan untuk memperjuangkan kepentingan dan keuntungan investor. Demikian juga mengenai hak adat dan konstitusi masyarakat jangan sampai dirampas oleh asing beserta pejabat yang mudah disogok.
Akademisi Universitas Hasanudin dan tokoh masyarakat Maluku Tenggara Barat (MTB), Prof. Ishack Ngeljaratan, juga mengatakan, pembangunan gas Blok Masela pola onshore (di darat) akan memberikan dampak positif, karena akan dibutuhkan tenaga kerja dalam jumlah besar, sehingga sumber daya manusia di Maluku, sudah harus dipersiapkan sejak dini.
Begitu juga dengan Dekan Fakultas Hukum Unpatti, Dr Tjance H. Tjiptabudi, secara terpisah menyebutkan, apabila offshore (terapung) maka Maluku akan kesulitan dalam melakukan pengawasan. Sebaliknya, onshore akan memacu pertumbuhan ekonomi rakyat secara pesat dan ada keuntungan multi efek yang dirasakan masyarakat setempat.
Sedangkan desakan offshore (terapung) yang dilakukan pihak yang memihak investor, kata dia, adalah semata-mata hanya untuk mengejar keuntungan dalam waktu jangka pendek.
Sikap para tokoh terkemuka asal Maluku ini sudah sangat terang dan tegas menolak pola terapung, dan mendukung pola pipanisasi di darat. Namun apabila tetap dipaksakan untuk dilakukan dengan pola terapung, maka itu sama halnya Sudirman Said selaku Menteri ESDM bersama Cs rasa-rasanya ingin coba-coba “perang” dengan rakyat Maluku. Kamong dan ale rasa, beta pun rasa seperti itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H