Mohon tunggu...
Abdul Muis Syam
Abdul Muis Syam Mohon Tunggu... Jurnalis - Terus menulis untuk perubahan

Lahir di Makassar, 11 Januari. Penulis/Jurnalis, Aktivis Penegak Kedaulatan, dan Pengamat Independen. Pernah di Harian FAJAR Makassar (Jawa Pos Grup) tahun 90-an. Owner dm1.co.id (sejak 2016-sekarang). Penulis novel judul: Janda Corona Menggugah. SALAM PERUBAHAN.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Soal Blok Masela, Sudirman Said cs “Nyatakan Perang” dengan Orang Maluku?

27 Januari 2016   10:48 Diperbarui: 27 Januari 2016   11:31 1042
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dan memang, setelah Rizal Ramli pelajari secara saksama dan sangat mendalam mengenai tawaran maupun hasil kajian dari asing seputar rencana membangunan Kilang Gas Blok Masela dengan pola terapung tersebut, maka dengan sangat tegas Rizal Ramli pun menyatakan menolak pola terapung dengan berbagai pertimbangan, lalu dengan sejumlah alasan dan hitung-hitungan rasional Rizal Ramli meminta agar dapat dilakukan secara pipanisasi di darat.

Haposan Napitupulu selaku Tenaga Ahli Bidang Energi di Kemenko Maritim dan Sumber Daya, menjelaskan pola pembangunan kilang gas di darat (pipanisasi) lebih menguntungkan dengan alasan sebagai berikut:

Pertama, jika dibanding biaya terapung di laut, maka investasi dan biaya operasi di darat lebih rendah;

Kedua, produksi gas yang dialirkan ke darat dapat diproses sebagai LNG dan sekaligus bahan baku untuk industri petrokimia (yang tidak akan terjadi apabila memilih opsi terapung di laut);

Ketiga, LNG dapat disuplai ke pulau-pulau di sekitar Maluku dan NTT untuk pemenuhan kebutuhan energi dengan menggunakan small carrier yang tidak dapat dilakukan jika Kilang LNG dibangun di laut;

Keempat, harga jual produksi gas Blok Masela tidak seluruhnya terpengaruh oleh fluktuasi harga minyak dunia, sebab gas yang dipakai untuk industri petrokimia dijual dengan harga tetap dengan eskalasi tahunan;

Kelima, ketika harga crude mencapai kurang dari US$ 30 per barel seperti saat ini, pola terapung di laut akan menyebabkan hampir seluruh pendapatan negara tersedot untuk membayar cost recovery. Sedangkan jika di darat, yang sebagian gas untuk petrokimia yang harga jual gasnya tidak diikat dengan harga crude, akan tetap memberikan pendapatan yang stabil.

Keenam, pola di darat dikombinasikan dengan industri petrokimia akan memberikan nilai tambah dan penyediaan lapangan kerja yang jauh lebih tinggi daripada jika dibangun di laut.

Berbagai pihak yang juga memberi alasan lain yang turut memperkuat pandangan Menko Rizal Ramli tersebut adalah di antaranta berasal dari Ketua Komisi VII DPR-RI, Kardaya Warnika. “Kalau Pemerintah lebih peduli dengan kepentingan domestik, maka selayaknya menyetujui pembangunan lapangan gas di darat yakni di wilayah Maluku,” lontar Kardaya pada diskusi yang diselenggarakan Forum Tujuh Tiga (Fortuga) ITB, Selasa (6/10/2015), di Jakarta.

Kalau pembangunan lapangan gas (di Blok Masela) itu dibangun di darat, maka kepentingan nasional (rakyat) akan lebih terjamin. Sebaliknya, kalau dibangun di laut maka kepentingan internasional (asing) yang lebih terjamin.

Kardaya sangat setuju, jika pembangunan kilang gas Blok Masela di darat karena dapat memunculkan multi efek dari proyek tersebut untuk kepentingan bangsa dan negara Indonesia, terutama bagi warga lokal di Maluku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun