SELAMA ini kegiatan impor garam dengan sistem kuota hanya membuat ekonomi petani garam sulit berkembang dan bahkan kerap merugi. Sedangkan pihak yang banyak menikmati keuntungan dari sistem kuota ini adalah para pengusaha pengimpor garam.
Kondisi ini kemudian diperparah dengan adanya sejumlah “begal”, seperti yang diungkap oleh Menko Kemaritiman dan Sumberdaya Rizal Ramli, yang menarik keuntungan dari kuota impor garam yang diberikan pemerintah selama ini. Rizal Ramli bahkan mengidentikan para begal tersebut seperti predator.
Bukan cuma itu, persaingan usaha yang lebih kompetitif di antara para importir garam tidak bisa dibangun secara sehat, sebab sistem kuota selama ini hanya dikuasai oleh sejumlah importir atau beberapa pengusaha garam kuota yang kerap berprilaku curang.
Juga selama berpuluh-puluh tahun para petani garam selalu saja bernasib buruk, sedangkan para pengimpor dan pengusaha garam kuota senantiasa merasa nyaman dan cukup sejahtera.
Sehingganya, dengan menyadari begitu buruknya sistem kuota yang ujung-ujungnya cuma menguntungkan segelintir oknum dan hanya merugikan petani garam, Rizal Ramli pun bergegas mengambil sikap: mengepret para importir atau pengusaha garam kuota.
Yakni Rizal Ramli bersama Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri Perindustrian, dan Menteri Perdagangan, dalam sebuah rapat koordinasi, Senin (21/9/2015) menyepakati beberapa hal strategis. Salah satunya adalah mengubah sistem kuota menjadi sistem tarif dalam kegiatan impor garam.
“Intinya kita harus berikan keadilan sosial untuk seluruh rakyat petani garam, bukan untuk pengimpor saja,” katanya.
(Rapat Koordinasi membahas Tata Niaga Garam, di Kemenko Kemaritiman, Jakarta (21/9). Sumber foto: eMaritim)
Dengan mengganti sistem kuota menjadi sistem tarif, menurut Rizal Ramli, para pedagang dan pengusaha kuota garam akan merasa lesu dan tidak lagi begitu bergairah menggeluti bisnis impor garam karena tidak dimanjakan lagi.
Artinya, Rizal Ramli tetap mempersilakan untuk siapa saja yang ingin menjalani bisnis impor garam tetapi dengan syarat dikenai tarif sebesar yang telah ditentukan oleh pemerintah. Saat ini, katanya, tarif yang akan ditetapkan masih dalam perhitungan yakni sekitar Rp.150 hingga Rp.200 per-kilogram.
Dan dari nilai tarif itulah akan menjadi penerimaan buat negara. “Nantinya ada penerimanaan negara dari (sistem) tarif ini, sehingga kami minta kepada Kementerian Keuangan supaya penerimaan dari impor garam ini dipakai untuk membiayai program perbaikan garam rakyat,” ungkap mantan Menko Perekonomian era Presiden Gus Dur ini.
Dengan begitu, menurut Rizal Ramli, penetapan sistem tarif ini akan mendatangkan keuntungan buat pemerintah pada umumnya, dan juga bagi para petani garam lokal pada khususnya.
Sehingga, menurut Rizal Ramli, perubahan sistem perdagangan garam dari kuota menjadi tarif akan berdampak positif terhadap percepatan pembangunan industri garam nasional, termasuk di dalamnya melindungi dan memberikan dukungan kepada para petani garam agar dapat meningkatkan kualitas produksinya.
Mengenai hal tersebut, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti akan mendukung terobosan Rizal Ramli tersebut dengan menyiapkan pemberian bantuan geomembrane kepada 35 ribu petani garam di 40 kabupaten/kota.
Sementara itu, Menteri Perdagangan Thomas Lembong juga mengakui, bahwa selama ini terdapat praktik tidak sehat dalam keberlangsungan perdagangan garam, dan ini menjadi salah satu alasan para petani garam mengalami kerugian.
Sehingga itu Kementerian Perdagangan menyatakan siap menyukseskan sistem tarif yang disodorkan oleh Rizal Ramli. “Kami siap merombak tata niaga garam (dari kuota ke tarif) supaya komoditas ini bebas dari praktik oligopoli yang menciptakan masalah bagi harga maupun pasokan dalam negeri,” tegas Thomas Lembong.
Sedangkan Menteri Perindustrian Saleh Husin juga mengaku setuju dengan gebrakan yang ditawarkan oleh Menko Rizal Ramli. Ia mengungkapkan perubahan mekanisme impor tersebut tidak akan mengganggu pasokan garam. Saleh Husin juga bahkan akan memastikan kebutuhan garam industri tetap terpenuhi dengan membentuk sebuah tim gabungan.
“Nanti ada tim bersama bagaimana memonitor agar tidak ada hal-hal yang tidak kita inginkan. Intinya industri tidak akan kekurangan bahan baku,” ujar Saleh.
Tim tersebut, kata Saleh, akan beranggotakan tenaga ahli dari kepolisian dan tiga kementerian yang mengurusi garam secara langsung, yaitu Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, serta Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Tim gabungan itu bertugas untuk memperkirakan konsumsi garam, produksi garam, dan kebutuhan impor garam khususnya kebutuhan garam industri, serta kebijakan harga garam sampai dengan mengawasi realisasi impor garam agar tidak merugikan para petani garam.
Intinya, dalam hal ini Rizal Ramli bertekad agar seluruh sumberdaya yang dimiliki oleh negeri ini dapat dikelola dan dinikmati sebesar-besarnya oleh rakyat Indonesia secara mandiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H