Rizal Ramli yang pernah diberhentikan dari jabatannya sebagai Komisari Utama Semen Gresik, tahun 2008, lantaran telah melawan Pemerintahan SBY-JK dalam sebuah aksi menentang kenaikan BBM, sepertinya akan kembali “dikeroyok” dengan “perlawanan sengit” oleh sejumlah pihak yang memandang persoalan ini dari kacamata birokrasi.
Padahal, Rizal Ramli berusaha membatalkan rencana pembelian pesawat Airbus tersebut saat ini bukannya tanpa alasan.
Alasan pertama, tentu saja pesawat yang akan dibeli oleh Garuda Indonesia tersebut pada akhirnya juga akan berurusan dengan Kementerian Perhubungan yang dibawahi oleh Menko Kemaritiman dan Sumberdaya.
Alasan kedua, adalah menyangkut efektivitas dan efisiensi. Selain harga pesawat tersebut super-mahal, juga menurut Rizal Ramli, rute internasional yang akan diterbangi oleh Garuda Indonesia tidaklah menguntungkan.
Rizal Ramli mencontohkan, bahwa sebuah maskapai di kawasan ASEAN yang memiliki rute internasional ke Amerika Serikat dan Eropa, yakni Singapore Airlines saat ini kinerja keuangannya kurang baik.
Demikian juga, katanya, dengan Garuda Indonesia. Rute internasional ke Eropa yang dilakukan Garuda sejauh ini tingkat keterisian penumpangnya hanya 30 persen.
Oleh karena itu, menurut hemat Rizal Ramli yang pernah sukses menurunkan utang luar negeri saat menjabat sebagai Menko Perekonomian di era Presiden Gus Dur itu menyarankan, daripada bersaing bisnis penerbangan ke rute internasional (Eropa), lebih baik Garuda membeli pesawat Airbus 320, lalu memilih fokus menguasai bisnis penerbangan domestik dan regional Asia.
"Kita kuasai dulu pasar regional lima sampai tujuh tahun ke depan. Kalau sudah kuat baru kita hantam (ke rute Eropa). Presiden setuju (pembatalan) pembelian pesawat Airbus 350 dan kita panggil direksi (Garuda) dan batalkan supaya ganti," kata Rizal.
Selain alasan tersebut, Rizal Ramli juga mengaku memiliki hubungan “emosional”, kisah dan pengalaman dengan Garuda Indonesia. Yakni, ketika Rizal Ramli menjabat Menko Perekonomian, Garuda Indonesia tak mampu membayar utang kepada konsorsium bank Eropa sebesar 1,8 miliar dollar AS. Sehingga pihak Eropa mengancam akan menyita semua pesawat Garuda.
Dengan kondisi terjepit tersebut, Rizal Ramli sebagai Menko Perekonomian ketika itu keberatan dan akhirnya mengirim surat grasi ke Frankfurt Jerman untuk balik menuntut konsorsium bank Eropa tersebut karena menerima bunga dari kredit dengan ekstra 50 persen.
Setelah dituntut balik, akhirnya para bankir pun akhirnya meminta damai dan sepakat merestrukturisasi utang Garuda.