Mohon tunggu...
Abdul Muis Syam
Abdul Muis Syam Mohon Tunggu... Jurnalis - Terus menulis untuk perubahan

Lahir di Makassar, 11 Januari. Penulis/Jurnalis, Aktivis Penegak Kedaulatan, dan Pengamat Independen. Pernah di Harian FAJAR Makassar (Jawa Pos Grup) tahun 90-an. Owner dm1.co.id (sejak 2016-sekarang). Penulis novel judul: Janda Corona Menggugah. SALAM PERUBAHAN.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Cawapres PDIP Tak Cocok Dari Sosok Soldier, Trader, Older, and Politician

24 April 2014   09:20 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:16 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

ARTIKEL ini masih sebagai opini, masukan dan rangkaian saran dari saya buat seluruh parpol, terutama bagi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sebagai pemenang Pileg 2014.

Bahwa  jika benar-benar PDIP ingin mendapatkan amanah dari rakyat sebagai pemenang Pilpres 2014, dan serius menjadi parpol “wong cilik” dengan sungguh-sungguh ingin mewujudkan perubahan yang pro-rakyat, maka pilihlah sosok Cawapres yang dengan jelas-jelas dinilai tegas dan cergas memperjuangkan ekonomi konstitusi. Bukan cawapres yang berasal dari “Soldier, Trader, Older, and Politician”.

Atau dengan kata lain, jika PDIP ingin mendapat kepercayaan dari “wong cilik” untuk memimpin negara ini, maka PDIP sebaiknya  menunjuk dan memilih sosok Cawapres  yang berasal dari “wong-cilik” pula. Yakni, sosok yang tidak berasal dari partai tetapi selama ini dinilai memiliki ketegasan dan kecergasan sejak dulu memperjuangkan ekonomi konstitusi.

Dan sebaiknya, bukan berasal dari kalangan Militer, Pedagang, Orang yang sudah sepuh, dan juga politikus (atau gembong politik). Yang kemudian ini saya sebut dengan istilah “STOP= Soldier, Trader, Older, and Politician”.

Mengenai "STOP" tersebut, silakan bisa menengok ke belakang sejenak untuk menganalisa dan mengambil pelajaran dari tiga “pengalaman buruk” yang sempat dialami oleh PDIP, baik ketika berada dalam pemerintahan maupun pada momen pergantian pemerintahan (Pilpres) di masa lalu.

“Pengalaman buruk” yang saya maksud itu, pertama adalah ketika Megawati Soekarnoputri menjadi Presiden didampingi seorang politisi (politician) Hamzah Haz sebagai Wapresnya, dinilai mandul.

Bahkan tidak sedikit pihak menyebut pemerintahan Mega-Hamzah hanya “berbuah rapor merah” yang ditandai dengan terjualnya sejumlah aset penting negara kala itu. Dan ini boleh dikata sebagai bukti mandulnya atau tidak adanya gagasan dan terobosan pengelolaan ekonomi negara secara positif.

“Pengalaman buruk” kedua, adalah ketika Megawati untuk pertama kalinya maju dalam pertarungan Pilpres 2004 mengalami kekalahan berpasangan dengan sosok yang sebenarnya memiliki massa riil yang melimpah, yakni Hasyim Muzadi. Di mana dalam perjalanan karir organisasi dan politiknya, Kiai yang lahir tahun 1944 ini pernah menjadi pimpinan PPP, menjadi anggota DPRD tingkat I dan II di Jawa Timur, serta ketika itu (Pilpres 2004) ia masih menjabat Ketua Umum PBNU (PBNU, basis organisasi lahirnya PKB). Sayangnya, Megawati di mata publik terlanjur dicap "gagal" ketika berpasangan dengan seorang politisi (Hamzah Haz).

Selanjutnya, “pengalaman buruk” ketiga adalah ketika Megawati untuk kedua kalinya maju pada Pipres 2009 sebagai Capres berpasangan dengan seorang Cawapres dari kalangan “soldier” (militer), lagi-lagi mengalami kekalahan.

Menurut saya, memilih Prabowo yang berasal dari kalangan militer sebagai Cawapres ketika itu boleh dikata adalah sebuah "kenekatan" atau kesalahan fatal dari PDIP.

Bukan karena “pribadi” Prabowo yang tengah berhadapan dengan masalah "kontroversial", tetapi saya lebih melihat karena adanya sosok militer yang juga maju dalam Pilpres 2009 tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun