[caption id="attachment_335205" align="aligncenter" width="450" caption="Ilustrasi/Desain: Abdul Muis Syam."][/caption]
PEMERINTAH, terutama Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) telah menyuarakan secara lantang keinginannya untuk segera menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam waktu dekat ini. Akibat dari rencana kenaikan harga BBM tersebut membuat masyarakat tiba-tiba panik, dan antrian kendaraan di SPBU pun mendadak terlihat di berbagai daerah yang kemudian memicu terjadinya kenaikan harga sejumlah kebutuhan pokok.
Meski aksi penolakan keras dari kalangan mahasiswa mulai digelar di berbagai daerah, terutama di Makassar, namun unjuk-rasa tersebut nampaknya tidak akan membuat surut “nafsu” JK untuk segera menaikkan harga BBM.
Bahkan JK makin mempertegas keinginannya tersebut dengan menyatakan, bahwa harga BBM harus naik, lebih cepat lebih baik. “Pokoknya bulan (Nopember) inilah (naik),” kata JK di kantor Wakil Presiden RI, Gambir, Jakarta Pusat, Senin (3/11/2014).
Demi menyelamatkan APBN agar tidak jebol akibat alokasi subsidi BBM yang begitu tinggi adalah salah satu alasan JK ngotot menaikkan harga BBM. Di sini JK seakan-akan melihat APBN sedang mengalami “sakit” akibat beban berat anggaran subsidi BBM. Padahal bukan di situ letak sakitnya, dan bukan begitu cara mengobatinya.
Pemerintahan-pemerintahan sebelumnya juga kerap menjadikan alasan tersebut dalam menaikkan harga BBM, tetapi kenyataannya, alasan tersebut hingga saat ini terbukti tidak mampu membuat APBN jadi sehat. Bahkan dengan menaikkan harga BBM, jumlah penduduk miskin malah semakin bertambah.
Dan hal ini sekaligus menunjukkan, bahwa sesungguhnya langkah menaikkan harga BBM bukanlah cara “pengobatan” tepat untuk menyehatkan APBN apalagi untuk membuat rakyat jadi sejahtera. “Mana ada kenaikan harga BBM bisa menyejahterakan rakyat?” lontar seorang politisi PDI-P, Effendi Simbolon, beberapa waktu lalu.
Sebagai seorang yang sudah berpengalaman sebagai Wakil Presiden, JK seharusnya sudah punya cara lain dalam mengatasi persoalan subsidi BBM ini. Jika caranya hanya itu-itu saja, maka rakyat tentunya akan sangat menyesal telah kembali memilih JK sebagai wapres.
Dan apabila JK tetap memaksakan diri untuk menaikkan harga BBM, maka ada baiknya JK segera mengundurkan diri saja sebagai wapres. Sebab, apabila JK hanya pandai menaikkan harga BBM tanpa punya cara lain yang lebih aman buat rakyat, maka semua juga pasti bisa menjadi presiden ataupun wakil presiden. Artinya, apa hebatnya seorang presiden atau wakil presiden jika dalam mengatasi persoalan BBM selamanya hanya bisa dengan cara menaikkan harganya? Kalau cuma begitu, Tukul juga bisa?!
Apabila ingin disebut sebagai wapres hebat, maka seharusnya JK bisa menempuh cara lain dalam menangani persoalan subsidi BBM, bukan hanya semata dengan cara menaikkan harganya.
Dengan menaikkan harga BBM, tidak menjamin APBN bisa sehat. Sebab, beban terberat dalam APBN bukan subsidi BBM, melainkan utang luar negeri dan pos-pos belanja (pemborosan) lainnya, seperti anggaran rapat-rapat kementerian dan lembaga, perjalanan dinas kementerian, mobil dinas para menteri dan pejabat negara lainnya, belanja IT, belanja pegawai, dan lain sejenisnya.